Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Dituduh menguasai lahan seluas 17 hektar Hutan Mangrove Belawan Sicanang, Yayasan Gajah Sumatra (Yagasu) yang sejak tahun 2015 mengelola ekowisata tersebut menyatakan memberhentikan smeentara kerjasama yang menyangkut terhadap dukungan pengelolaan ekowisata mangrove dan kegiatan konservasi lainnya.
Hal ini dikatakan Direktur Program Yagasu Aceh, Meilinda Suriani Harefa, didampingi Manager Restorasi, Anton Siregar dan tim, kepada wartawan di Kantor Yagasu Jl. Sei Galang no 23-25 Medan, Rabu (4/11/2020).
"Moratorium ini berlaku sampai kepemilikan kawasan hutan mangrove yang ada di Kecamatan Medan Belawan diketahui secara jelas dan memberikan keputusan lanjutan terhadap hak kepemilikan yang sah atas areal tersebut," ujarnya.
Meilinda menyebut, Yagasu terpaksa memberhentikan sementara kerjasama yang menyangkut terhadap dukungan pengelolaan ekowisata mangrove dan kegiatan konservasi lainnya di wilayah Ekosistem Hutan Mangrove Belawan Sicanang karena adanya pengakuan oknum yang disampaikan melalui surat dan lisan kepada Yagasu bahwa ada 17 hektar lahan mangrove yang dikuasai secara personal oleh oknum.
"Padahal lahan yang kami lakukan pembinaan seperti buat jalan, tracking dan sarana prasarana di sana hanya sekitar 1,5 hektar. Dan dari awal kami tidak pernah mengklaim kalau lahan kami dikuasai, dan Yagasu di sana berfokus pada pemulihan ekosistem mangrove guna menciptakan ekosistem yang baik untuk mendukung keanekaragaman hayati, masyarakat dan iklim, mengembangkan program- program serta melakukan berbagai riset ilmiah yang bertujuan untuk melindungi lingkungan dan mengembangkan program masyarakat," paparnya.
Dikatakannya lagi, seluruh butir-butir moratorium ini diharapkan bisa menjadi masukan bagi para stakeholders dan pemerintah agar turut serta memberikan andil dan solusi yang bijaksana terkait permasalahan ini khususnya perihal kejelasan status lahan hutan
mangrove yang ada di Kelurahan Sicanang Belawan yang selama ini telah dijaga dan dirawat dengan baik dan dikonservasi serta dimanfaatkan oleh kelompok masyarakat menjadi sumber pendapatan yang konservatif.
Kegiatan ekowisata mangrove yang didukung Yagasu selama ini adalah upaya untuk mempertahankan hutan mangrove Sicanang Belawan yang menjadi satu-satunya hutan mangrove diareal penyangga dan dapat dilindungi sebagai areal terbuka hijau sehingga mampu memperkecil dampak perubahan iklim yang ada di Kota Medan demi kebaikan lingkungan bersama.
"Kami sudah mencabut semua logo Yagasu yang ada disutu termasuk semua lambang dan foto di areal ekosistem. Kami juga mengimbau kelompok masyarakat di sana untuk meninggalkan tempat itu, tapi ada beberapa orang yang masih bertahan tapi terpaksa tidak ada penghasilan lagi," ungkapnya.
Namun begitupun, lanjut Meilinda, pihaknya akan siap untuk bekerjasama dengan siapapun jika kasus kepemilikan tersebut selesai. Bahkan siap untuk dipanggil kapanpun terkait tuduhan tersebut.
"Kalau memang Pemko Medan merasa hutan mangrove itu dipertahankan atau dikuasainya, kami siap membantu menjaga hutan itu bersama masyarakat. Tapi kalau Pemko tidak mau kami juga tidak mau lagi terlibat, meski ekowisata mangrove ini sudah terkenal di luar negeri," tuturnya.
Diketahui NGO Yagasu telah mendukung kelompok masyarakat mengelola ekowisata mangrove salah satunya di Kelurahan Belawan Sicanang Kecamatan Medan Belawan secara aktif dari tahun 2015. Namun berkembangnya Ekowisata Hutan Mangrove sebagai salah satu destinasi wisata yang digemari dan dikunjungi wisatawan sejak Juni 2020. Maka pada Oktober 2020, ada pengakuan kepemilikan lahan yang selama ini dikelola menjadi areal Ekowisata Hutan Mangrove.
Dan pada 2 November 2020, Yagasu menerima surat pemberitahuan Aksi dari Pimpinan Pusat Pergerakan Mahasiswa dan Masyarakat Indonesia Maju dengan Nomor Surat 028/B.PP-Perma/14.IX/2020. Menyampaikan bahwa akan dilaksanakannya aksi damai dengan masa kurang lebih sebanyak 30 orang dengan adanya berbagai tuntutan.