Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Sebanyak 634 anjungan minyak dan gas (migas) lepas pantai tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Berdasarkan data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), ada 100 anjungan yang sudah tak beroperasi alias menganggur.
Pemerintah sendiri sedang mengkaji rencana decommissioning anjungan migas. Decommissioning adalah kegiatan untuk menutup fasilitas dan memulihkan kondisi lingkungan sekitar fasilitas, yang merupakan salah satu tahapan dalam siklus proyek minyak dan gas bumi. Decommissioning perlu dilakukan, karena jika anjungan dibiarkan maka akan memberikan dampak negatif bagi lingkungan dan navigasi.
Salah satu dampak negatifnya yakni potensi kerusakan terumbu karang. Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan, anjungan yang menganggur memang harus segera ditangani jika sudah tak beroperasi.
"Tidak mudah sebenarnya kalau itu kita berikan izin, maka harus ada tanggung jawab recovery. Kalau terumbu karang rusak, konon menurut keilmuan, terumbu karang ini mampu men-generate CO2 ke oksigen, lebih besar dibandingkan hutan. Jadi kalau 1 hektare (Ha) rusak karena pengeboran, maka itu akan berdampak sangat buruk kalau tidak dilakukan recovery," kata pria yang akrab disapa Trenggono itu dalam webinar PII Learning Center, Selasa (23/3/2021).
Jika dilakukan decommissioning dengan mengalihkan fungsi anjungan menjadi terumbu karang, menurut Trenggono dibutuhkan waktu yang sangat lama. Oleh sebab itu ia menegaskan, sejak awal pemasangan anjungan itu harus diperhitungkan sekali dampaknya ke lingkungan.
"Terumbu karang itu tergenerate selama 100 tahun. Itu baru ter-generate yang namanya terumbu karang. Makanya pandangan saya kalau kita lakukan pengeboran itu akan terjadi kerusakan. Kalau itu jumlahnya banyak itu juga akan menjadi sangat berbahaya dampaknya di kemudian hari," urai Trenggono.
Ia pun menyentil SKK Migas dalam hal pemanfaatan ruang laut sebagai sumber energi ini. Menurutnya, seluruh pihak harus mempertimbangkan dampak lingkungannya, tak hanya dari sisi ekonominya.
"Dan juga kepada Bapak Deputi Operasi SKK Migas bagaimana mulai dengan tidak hanya berpikir soal ekonomi saja, tapi juga mulai hati kita diketuk untuk berpikir keberlanjutan. Jadi ketika dia di laut, berkoordinasi lah dengan kita. Kemudian kita pikirkan, kita hitung betul bagaimana dampaknya kalau dilakukan pengeboran. Nilai dan manfaatnya seberapa besar dibandingkan dengan jumlah kerusakannya? Ini menjadi penting juga, karena ini hanya soal hati," tegas Trenggono.
Terakhir, mantan Wakil Menteri Pertahanan itu berharap, kajian decommissioning anjungan migas yang sudah dilakukan agar bisa diimplementasi.
"Kalau kita hanya berpikir ekonomi, maka kita bicara sustainability ocean, sustainability economy yang sekarang sudah menjadi high level meeting di internasional, betul, ya itu hanya sebuah cerita saja. Jadi kita cerita, membuat makalah, tapi bagaimana implementasinya? Itu yang susah," pungkasnya.(dtf)