Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Masyarakat diimbau untuk mewaspadai investasi bodong yang hingga saat ini masih marak. Korban investasi bodong biasanya akan menikmati bunga investasi yang tinggi saat mulai bergabung agar investornya tertarik untuk menamkan modal lebih banyak lagi pada investasi tersebut. Namun ketika investor hendak menarik modalnya karena ada kebutuhan, ternyata tidak bisa.
Korban investasi bodong di Indonesia masih sangat banyak. Tahun lalu sebelum Covid-19 melanda dunia, Indonesia sempat digemparkan dengan banyaknya kasus gagal bayar bermacam instrumen investasi yang berwujud surat utang, reksa dana, saham, emas, asuransi yang menyeret nama institusi-institusi besar terkenal di Indonesia hingga BUMN.
"Sebenarnya masih banyak juga investasi bodong yang belum terpapar di publik, termasuk mereka yang memiliki kedok Multi-Level Marketing atau MLM," kata Pakar Pasar Modal Indonesia, Liyanto Sudarso, Rabu (24/3/2021).
Liyanto mengatakan, investor adalah makhluk rasional sehingga wajar ingin mendapatkan imbal hasil yang setinggi-tingginya dari hasil investasi. Namun mereka lupa jika instrument investasi yang menawarkan imbal hasil tinggi datang dengan risiko tinggi sesuai dengan filosofi investasi yang terkenal, yakni "High Risk High Return".
Liyanto Sudarso, yang juga Wakil Manajer Investasi (WMI) sebagai Fund Manager dan Juga Co-Founder dari perusahaan Penasihat Investasi, PT Wahana Tumbuh Investasi, memberikan "3 Check List" untuk dilakukan kepada sebuah instrument investasi agar dapat menentukan apakah sebuah produk investasi sebenarnya berbahaya atau tidak untuk seorang investor.
Check list pertama adalah apakah produk investasi tersebut menawarkan pokok investasi yang aman atau disebut Credit Risk. Kedua, apakah produk investasi tersebut menawarkan imbal hasil yang nyaman atau Inflation Risk, dan ketiga apakah produk investasi tersebut gampang dicairkan pokoknya atau Liquidity Risk.
"Untuk mengetahui apakah imbal hasil yang ditawarkan masih masuk akal atau tidak, bisa mencari tahu perbandingan produk investasi sejenis di tempat lainnya," kata Liyanto.