Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Pemerintah berencana impor beras 1 juta ton meskipun berbagai kalangan menolak rencana itu karena akan ada panen raya. Pengamat menilai ada pihak yang ngotot agar impor beras tetap dilakukan.
"Saya mau menyebutnya ini sebagai yang ngotot itu Mendag sama Menko Perekonomian, sementara kalau Bulog tidak, Mentan juga tidak. Ini artinya ada polemik di dalam internal pemerintahan sendiri terkait impor beras ini," Ketua Dewan Nasional Pembaruan Agraria, Iwan Nurdin kata dia saat dihubungi detikcom, Jumat (26/3/2021).
Dari sisi administrasi pengambilan kebijakan impor beras, dia melihat bahwa yang menjadi landasan keputusan itu tidak akurat karena Bulog menyatakan stok di gudangnya, bahkan stok beras tahun 2018 masih ada.
"Kemudian data dari Kementan, dari BPS kita akan menghadapi panen raya dan peningkatan produksinya cukup signifikan, kemudian cadangan beras kita per Maret ini juga cukup baik. Artinya cukup," sebutnya.
"Saya meyakini akhirnya, melihatnya bahwa sebenarnya usaha untuk mengambil impor beras ini sebagai dana politik dari beberapa orang, apakah di Perdagangan atau Kemenko Perekonomian, Jadi sebenarnya impor pangan, apakah beras dan lain sebagainya sepertinya telah lama menjadi satu cara pendanaan bagi pejabat-pejabat politik di Republik ini yang kita tahu ada di kementerian-kementerian," paparnya.
Bagaimana tidak? berdasarkan hitung-hitungannya, selisih harga beras impor dengan dalam negeri bisa mencapai Rp 2.900-Rp 3.000/kg. Jika impor 1 juta ton atau sama dengan 1 miliar kg maka margin kotornya Rp 3 triliun
"Kalau biaya pengapalan dan lain sebagainya dipotong ya mereka bisa untung hampir 50%, artinya bisa menggali keuntungan Rp 1,5 triliun dengan waktu yang demikian cepat," tuturnya.
Oleh karenanya, menurutnya bisa saja dana tersebut dipersiapkan untuk pesta politik 2024 bagi pihak-pihak yang ngotot untuk impor beras.
"Jangan-jangan begitu karena data-data sudah diingatkan. DPR sudah mengingatkan beberapa fraksi, tidak semua. Kemudian Kementan juga sudah mengingatkan. BPS juga sudah memberi data yang harus kita percaya. Kemudian hasil pengecekan Ombudsman juga sama. Kenapa masih ngotot?," tanyanya.
Dihubungi terpisah, Koordinator Nasional Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) Said Abdullah juga menduga dana segar yang diperoleh dari impor beras bisa saja ditabung untuk politik 2024, walaupun tidak bisa dibuktikan.
"Bisa jadi iya juga, kan selalu saja kalau belajar dari pola-pola impor sebelumnya nggak cuma di beras, kan selalu saja ada momentum-momentum yang dipakai. Misalnya impor 2017/2018 yang bawang putih segala macam, apa sih yang dipakai momentumnya? kan mau Pilkada," jelasnya.
"Kalau melihat selama ini dan rumor atau pola-pola yang muncul ada peluang juga mungkin (untuk mengumpulkan dana menjelang 2024) seperti itu walaupun kita nggak bisa memastikan karena nggak punya bukti juga," tambahnya.(dtf)