Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Tapsel. Bencana tanah longsor di areal proyek PLTA Batangtoru di Kecamatan Marancar, Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel), Sumatra Utara pada Kamis, 29 April 2021, pukul 18.20 WIB diperkirakan menelan 13 korban, di mana 9 di antaranya ditemukan dalam kondisi tewas. Atas kejadian tersebut, banyak cuitan warga melalui medsos yang meminta PLTA harus bertanggung jawab, Perlu dilakukan evaluasi menyeluruh terkait Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) dan AMDAL. Karena mereka menduga ada kelalaian pihak perusahaan yang telah abai terhadap keselamatan kerja dan terjadinya pembiaran bermukim di area proyek, sehingga menyebabkan anak-anak menjadi korban.
AR Purba di akun Facebooknya menulis "Merasa sedih melihat masyarakat yg terdampak amukan longsor seputar proyek PLTA mengakibatkan korban nyawa sebanyak 12 org bahkan sampai sekarang masih ada jasad yg belum ditemukan.
Kalau sudah begini siapa yg kita salahkan???
Selaku #Pemuda Setempat
Kami mohon dengan sangat kepada bapak aggota DPR-RI dapil Sumut ll, anggota DPRD Sumut Vll dan anggota DPRD tapsel dapil l&V agar:
1. Meninjau ulang AMDAL dan sosialisasikan kepada masyarakat di lingkaran proyek PLTA.
2. Bentuk Pansus, kami melihat banyak yg tidak beres di seputar proyek PLTA Simarboru ini yg tidak sesuai dengan peraturan. Mulai dari pembebasan lahan sampai sekarang, belum lagi masalah karyawan, scurity dll nya.
Kami tetap menunggu respon bapak wakil rakyat kami yg terhormat, buktikan bahwa bapak pro dengan rakyat bukan hanya pro terhadap kepentingan peribadimu dan golonganmu.
#PTNSHE
#PTSinohydro
#proyekPLTAsimarboru
DPR RI Gedung DPR/MPR-DPD RI Kantor DPRD Provinsi Sumatera Utara Kantor DPRD Kab. Tapanuli Selatan Kantor Sekretariat DPRD Sumut".
Ahmad Rivai Purba, Sekretaris PC GP Ansor Tapsel, putra daerah asli Marancar di Desa Sugi, Dusun Sugi Julu, pemilik akun Facebook AR Purba kepada medanbisnisdaily.com menyampaikan keperihatinannya atas musibah tersebut. Dia berharap pemerintah pusat baik itu DPR-RI dan Presiden agar merespons persoalan PLTA Batangtoru, karena kasus serupa pernah terjadi Desember 2020, di mana pihak PLTA kehilangan operator dan excavator.
Keperihatinannya atas kejadian itu karena adanya rumah penduduk suku Nias di area kegiatan PLTA Batangtoru yang mengakibatkan pemilik rumah dan saudaranya yang ikut tinggal dalam rumah tersebut menjadi korban nyawa. "Ini namanya kelalaian, kenapa PLTA membiarkan warga bermukimn di area tersebut," katanya.
Markus seorang ayah yang kehilangan istri dan lima orang anaknya atas longsor yang terjadi di areal PLTA Marancar Kabupaten Tapanuli Selatan tersebut, mengatakan kalau istri dan kelima anaknya sudah lama ikut mertuanya di rumah yang ditempati di area PLTA Batangtoru tersebut.
Menurut pengakuannya, 5 orang anak bersama istrinya yang sedang hamil hilang saat terjadi bencana longsor. Kelima anaknya bernama Jupiter (11), Novita (9), Suitafari (7), Sabrio (5) dan Risda (2). Sedangkan Istrinya, bernama Helmawati (31) kesemuanya tewas dalam musibah itu.
"Saya berdomisili kurang lebih 4 kilo dari proyek, saya hanya prihatin melihat keadaan di sana, tentu sebagai pemuda setempat harus memperjuangkan daerahnya. Semoga ini sampai ke Ketua DPR RI dan presiden," kata Ahmad Rivai Purba.