Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Koalisi Percepatan Peraturan Daerah (Perda) Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat Sumatera Utara audiensi ke Biro Hukum Setda Provinsi Sumatera Utara, Kamis (17/6/2021). Koalisi mendorong percepatan pengesahan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Pengakuan Masyarakat Adat Sumatera Utara.
Koalisi terdiri dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Sumatera Utara (AMAN SUMUT), PEREMPUAN AMAN, AMAN Tano Batak, Badan Perjuangan Rakyat Penunggu Indonesia (BPRPI), Perhimpunan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara (BAKUMSU), Wahana Lingkungan Hidup (WALHI SUMUT), Hutan Rakyat Institute (HaRI) dan Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM).
Plt Kepala Biro Hukum Setdaprovsu, Aprilah Haslamdini Siregar menerima dan menyambut baik kehadiran koalisi. Pada dasarnya Biro Hukum sudah berkoordinasi dengan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, Biro Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa. Bahkan, Gubernur Sumut dalam sidang paripurna 14 Juni 2021.
Ia menyampaikan bahwa sangat penting mendorong ada perlindungan dan pengakuan masyarakat adat melalui SK pimpinan daerah provinsi maupun kabupaten lebih dahulu sebelum tersedianya mekanisme hukum nasional dan provinsi.
Sekretariat Koalisi, Wina Khairina menyatakan bahwa pihaknya ingin mengkonsultasikan daftar inventaris masalah dari Draf Ranperda Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat kepada Biro Hukum Provinsi Sumatera Utara dan mengkonsultasikan kemungkinan pengakuan dan perlindungan 6 komunitas masyarakat adat yang telah tersedia data subyek dan data obyeknya untuk mendorong pengakuan melalui SK gubernur atau melalui Ranperda yang sedang dalam proses pembahasan.
Wina Khairina menambahkan bahwa mengakui keberadaan masyarakat adat sangat penting agar hak- hak masyarakat adat terlindungi, sehingga mampu melestarikan juga adat dan budayanya.
Ketua Dewan Nasional PEREMPUAN AMAN Meiliana Yum menambahkan, sebelum Ranperda Masyarakat Adat Sumatera Utara ini disahkan, keberadaan masyarakat adat diakui keberadaanya. Khususnya perlindungan bagi Perempuan Adat Sumatera Utara.
Menurutnya, saat ini masyarakat adat menghadapi Proyek Kota Deli Megapolitan yang mengancam wilayah adat.
"Kami melihat peta pembangunan proyek tersebut berada di lokasi kebun dan rumah yang kami duduki yang menjadi sumber penghidupan kami. Kami tidak menolak adanya pembangunan, namun kami menolak wilayah kami terkena dalam pembangunan tersebut. Akui keberadaan kami, perlakukan kami sebagai manusia. Sampai hari ini Perempuan Adat yang menjadi garda terdepan melawan perampas hak-hak kami, " ujarnya.
Ketua AMAN Sumut, Ansyurdin juga menambahkan bahwa penyelesaian kasus konflik agraria di Sumut sebenarnya tidak sulit, tinggal ssahkan saja Ranperda Masyarakat Adat. Mengakui keberadaan masyarakat adat agar menjadi payung hukum yang kuat untuk perlindungan dan hak-hak masyarakat adat.
Menurutnya, tidak tersedianya produk hukum atas perlindungan masyarakat adat di Sumatera Utara mengakibatkan penghancuran ekologi dan lingkungan serta hilangnya kearifan sosial dan budaya. Konflik-konflik agraria semakin mengemuka di wilayah pesisir, di pinggiran hutan maupun di perkotaan yang melibatkan masyarat Adat.
Aprilah Haslamdini Siregar menjelaskan, secara prinsip pihaknya sangat setuju adanya Perda Pengakuan Masyarakat Adat di Sumatera Utara.
"Kami mengakui keberadaan mereka. Kami akan mendukung dalam hal masukan terkait legal drafting dari ranperda ini. Kehadiran koalisi dalam diskusi ini memberikan masukan kepada kami sangat penting untuk proses pembahasan selanjutnya di DPRD Sumatra Utara," paparnya.