Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Beberapa Wali Kota Medan sebelumnya, gagal mengembalikan salah satu julukan Kota Medan yaitu sebagai The Smiling City (kota yang tersenyum, ramah, nyaman dan berkembang).
The smiling city, adalah jualan-nya" Hotel Garuda Plaza pada era tahun 1980-an. Itu untuk memikat orang-orang mengunjungi Kota Medan. Jualan itu berhasil dan terbukti banyak orang berkunjung ke Medan.
Namun tidak hanya sebatas julukan, tetapi Medan sebagai The Smiling City, juga menjadi karakter yang melekat di sektor layanan jasa, bahkan merembes ke sektor perdagangan hingga ke layanan pemerintahan.
Nah di masa kepemimpinan Bobby Afif Nasution sebagai Wali Kota Medan, predikat itu diingatkan untuk dikembalikan lewat program pembangunan yang tidak muluk-muluk alias terukur dan tepat sasaran.
Adalah ahli jalan yang juga Sekretaris Himpunan Pengembangan Jalan Indonesia (HPJI) Sumut, Burhan Batubara yang mengatakan itu saat tampil sebagai pembicara pada Diskusi Publik Ikatan Alumni Fakultae Teknik (IKATEK) Universitas HKBP Nommensen (UHN) Medan.
"Karena kalau kita cermati perkembangan Kota Medan selama ini menyuguhkan berbagai fenomena yang paradoks," ujar Burhan pada diskusi yang berlangsung di Dante Coffee Jalan Saudara Medan, Jumat (24/09/2021) itu.
Fenomena yang paradoks itu, menurut Burhan terlihat dari pembangunan yang dihadirkan bukan untuk menjawab apa yang dibutuhkan masyarakat Medan secara umum. Sebaliknya justru sejumlah kelompok elit saja yang terpenuhi.
Semisal kebutuhan rumah sederhana di kawasan kumuh, namun yang hadir justru ruko hingga apartemen dan kondominium. Begitu juga kebutuhan akan ruang terbuka, namun yang dihadirkan malah ruang terbuka elit seperti lapangan golf.
Persepsi dan penggunaan ruang kota, juga terlalu terpasung pada aspek dua dimensi. Akibatnya pembangunan infrastruktur terhambat dan jarak tempuh dari rumah ke tempat kerja semakin jauh. "Jam-jam puncak yang di luar negeri dikenal dengan istilah 'rush hour', namun di Medan menjadi 'stagnant hour'," sebut Burhan.
Karena itu pula, lanjut Burhan Batubara, Wali Kota Bobby Nasution jangan sampai menggunakan 'manajemen kapan teringat'. "Ada teringat lampu jalan rusak, eh perbaiki, ada jalan rusak bagusi. Oh bukan begitu, tetapi ada perencanaan atau desain besar menata dan membangun kota ini sesuai apa yang dibutuhkan warganya," sebut Burhan.
Ia menyarankan perlunya mengembalikan Medan sebagai The Smiling City serta meluruskan pembangunan Kota Medan dengan cara seperti kebutuhan fisik dan fisiologis.
"Kota yang baik wajib menyediakan sarana dan prasarana yang berkualitas, mulai dari perumahan, tempat, wahana transportasi, infrastruktur kota, taman rekreasi, dan tempat olahraga," sebutnya.
Kemudian Kota Medan harus aman dan nyaman. Itu, sebut Burhan, berkaitan dengan bebas pencemaran udara, air limbah, bersih dan menekan angka kejahatan.
Selain itu menyangkut citra, reputasi dan prestisi. Menurut Burhan, Pemko Medan harus mampu menghadirkan kesejahteraan warganya. sehingga ada kebanggaan, menjaga marwah dan kewibawaan kota.
Hal yang juga perlu adalah berkaitan dengan aktulisasi diri. "Kota Medan harus direncanakan dengan selera estetika yang tinggi, karya seni sosial. Ini menjadi jatidiri, karakter, dan kepribadian atau identitas yang khas," pungkas Burhan.
Namun ditangan Bobby, Burhan masih yakin menantu Presiden Jokowi itu mampu memberikan yang terbaik bagi warganya. Usianya yang masih muda dan energik, dipandang sebagai potensi yang mengakselerasikan kemajuan Kota Medan dan kesejahteraan warganya.