Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta - Pilkada serentak rencananya akan digelar pada 2024. Pengamat politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio menyoroti lamanya penjabat atau pelaksana tugas (plt) kepala daerah jika Pilkada serentak digelar pada 2024, sementara masa jabatan kepala daerah ada yang habis pada 2022 dan 2023.
Awalnya Hendri berbicara tentang reformasi 1998, di mana rakyat telah memperjuangkan presiden hanya 2 periode. Akan tetapi kini ada kemunculan isu presiden 3 periode, isu supremasi sipil, serta ada isu tentang penjabat atau pelaksana tugas kepala daerah akan mengisi jabatan sementara terlama di dunia bila Pilkada 2024.
"Tapi kini Indonesia akan memiliki masa penjabat atau Plt terlama di dunia," ujar Hendri dalam diskusi bertajuk 'Memperkuat peran politik luar negeri ASEAN dalam menghadapi tantangan global', yang disiarkan virtual, Senin (18/10/2021).
Hal itu karena menurut Hendri, kepala daerah yang telah habis masa jabatannya pada 2022 atau 2023 akan digantikan sementara dengan pelaksana tugas hingga Pilkada digelar pada 2024. Sementara sebelumnya Plt kepala daerah hanya menjabat selama beberapa bulan saja.
"Jadi jabatan sementara kita ini lama sekali 1 tahun atau 2 tahun karena gubernur dan kepala daerah selesai di 2022, ada lagi pemilu raya di 2024," kata Pendiri lembaga survei KedaiKOPI itu.
"Ada jeda 1 tahun sampai 2 tahun untuk masa transisi, nah itu ada opini akan diisi oleh TNI Polri, nah ini lah yang berkembang di Indonesia dan menjadi perhatian khusus dan penting saat ini," ujarnya.
Sebelumnya, polemik jadwal Pemilu dan Pilkada serentak pada 2024 masih terdapat perdebatan karena ada perbedaan usulan antara KPU dan pemerintah. KPU mengusulkan dua opsi berkaitan dengan waktu Pemilu 2024. Salah satu usulan KPU adalah, jika Pemilu digelar 15 Mei 2024, KPU mengusulkan pilkada digeser ke 19 Februari 2025.
"KPU terbuka untuk mendiskusikan opsi-opsi lain sepanjang dua hal di atas terpenuhi, berdasarkan kerangka-kerangka hukum yang ada sekarang. Terkait dengan opsi-opsi tersebut, KPU mengajukan dua opsi, yakni opsi I hari-H Pemilu 21 Februari 2024 dan Pilkada 27 November 2024, serta opsi II yakni hari-H Pemilu 15 Mei 2024 dan Pilkada 19 Februari 2025," ujar komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi kepada wartawan, Kamis (7/10/2021).
"Sehubungan dengan opsi kedua ini, maka berkonsekuensi pada perlunya dasar hukum baru, karena mengundurkan jadwal Pilkada yang telah ditentukan oleh UU Pilkada (November 2024) ke bulan Februari 2025," lanjutnya.
Pramono mengatakan pada dasarnya KPU tidak terpaku pada tanggal. KPU mengatakan, yang terpenting adalah Pemilu dan Pilkada memiliki waktu yang cukup.
"Jadi KPU tidak mematok harus tanggal 21 Februari serta menolak opsi lain. Bagi KPU, yang penting adalah kecukupan waktu masing-masing tahapan, sehingga, pertama, proses pencalonan pilkada tidak terganjal oleh proses sengketa di MK yang belum selesai. Dan kedua, tidak ada irisan tahapan yang terlalu tebal antara pemilu dan pilkada, sehingga secara teknis bisa dilaksanakan, dan tidak menimbulkan beban yang terlalu berat bagi jajaran kami di bawah," ungkapnya. dtc