Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Surabaya. Angka kematian ibu di Jatim tertinggi di Indonesia. Terlebih sejak pandemi COVID-19, angkanya kian melonjak. Apa saja faktornya?
"Di Jatim yang biasanya sekitar 600an sampai 670, ternyata hingga bulan November (2021) kemarin sudah 1.127. Memang COVID-19 juga memberikan tambahan yang sangat signifikan terhadap kematian ibu," kata Dekan FK Unair Prof Dr dr Budi Santoso SpOG (K) saat dikonfirmasi, Senin (3/1/2022).
Lalu, kenapa angka kematian ibu tinggi di Indonesia, khususnya Jatim? Prof Budi menyebut ada 3 faktor pada kesehatan ibu.
"Pertama hipertensi dalam kandungan, kedua pendarahan, dan ketiga penyakit jantung," tambah dia.
Selain itu, faktor tingginya angka kematian pada ibu karena keputusan untuk merujuk ke rumah sakit seringkali terlambat. Selain itu deteksi dini mengenal bahwa ada kelainan jantung, mengenal adanya hipertensi, ada risiko-risiko pendarahan itu terlambat juga dikenali yang berujung pada keterlambatan menangani.
"Faktor sosialnya di mana? Kita sudah mengetahui bahwa ibu dengan hipertensi dalam kehamilan yang harus dirujuk. Tetapi bapaknya atau pihak keluarga lain melarang untuk dikirim. Ini kan juga faktor non-medis yang harus diselesaikan. Oleh karena itu, penyelesaian tidak bisa dengan medis saja, tapi multisektoral. Baik medis maupun non-medis, banyak pihak," urainya.
Dokter spesiali kandungan ini menyebut, sebelum tahun 2021, rata-rata kematian ibu di Indonesia angkanya 4.000-4.900an. Rupanya, hingga 27 Desember 2021 angkanya sudah menginjak 6.800an di Indonesia.
Sementara Ketua IDI Surabaya, Dr dr Brahmana Askandar SpOG (K) mengaku angka kematian ibu harus menjadi perhatian. Dia merekomendasi adanya satgas secara nasional. Karena angka kematian ibu menjadi indikator kesehatan suatu negara.
"Jadi, Indonesia terbesar angka kematiannya. Ini suatu PR tersendiri, rasanya penting menjadi perhatian semua elemen masyarakat di Indonesia harus menurunkan angka kematian pada ibu. Rekomendasi kita akan minta sektoral antar profesi, SpOG, pemerintah daerah, BPJS, Perkumpulan RS Indonesia nanti bersama. Usulan kita harus ada satgas penurunan angka kematian ibu, selayaknya satgas COVID-19. Mudah-mudahan ada satgas penurunan angka kematian ibu secara nasional," tandasnya.
Untuk menekan angka kematian ibu, tambah dia, tentunya perlu keterlibatan banyak pihak, seperti Kemenkes, BKKBN, hingga pimpinan daerah. Semuanya harus menyadari, bahwa upaya untuk intervensi mencari jalan keluar penurunan angka kematian ibu ini harus dilakukan secara bersama-sama.
"Kita tahu bahwa dokter spesialis kandungan bertambah, jumlah bidan bertambah, jumlah perawat bertambah, jumlah dokter umum bertambah. Secara logika angka kematian ibu kan harusnya turun, tetapi belum turun. Berarti ada faktor yang lain, faktor non medis yang harus dicarikan pemecahannya agar angka kematian ibu di Indonesia, khususnya Jatim bisa turun," jelasnya.(dtc)