Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Kiev - Pasukan pemerintah Ukraina dan pemberontak pro-Rusia melaporkan gempuran yang meningkat selama dua hari berturut-turut di wilayah Ukraina bagian timur. Eskalasi semacam ini, menurut Amerika Serikat (AS) dan sekutu-sekutunya, bisa saja bagian dari dalih Rusia untuk membenarkan invasi ke Ukraina.
Seperti dilansir Reuters, Jumat (18/2/2022), Rusia berulang kali membantah tuduhan Barat bahwa pihaknya merencanakan invasi dan pekan ini mengumumkan penarikan sebagian pasukannya dari dekat perbatasan Ukraina. Namun negara-negara Barat tidak mempercayai begitu saja klaim Rusia itu.
Menurut negara-negara Barat, terutama AS, lebih banyak peralatan dan personel militer justru dikerahkan oleh Rusia ke dekat perbatasan Ukraina. Hal ini disebut mengindikasikan semacam persiapan yang biasanya terlihat pada hari-hari akhir sebelum serangan dilancarkan.
Pasar keuangan, yang mengkhawatirkan prospek perang besar di Eropa, mendapat sedikit penghiburan dari pengumuman rencana pertemuan Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, dan Menlu Rusia, Sergei Lavrov, pekan depan -- jika Rusia tidak menyerang terlebih dulu.
Peningkatan yang mencolok untuk aktivitas gempuran di wilayah Ukraina bagian timur, telah memicu kekhawatiran global sejak Kamis (17/2) waktu setempat. Diketahui bahwa pasukan pemerintah Ukraina masih terlibat pertempuran dengan pemberontak pro-Rusia di wilayah tersebut selama delapan tahun terakhir.
Kedua pihak sama-sama melaporkan bahwa gempuran meningkat secara drastis selama 48 jam terakhir, meskipun sejauh ini belum ada laporan korban jiwa.
Pada Kamis (17/2) waktu setempat, misi pemantau OSCE, yang biasanya mencatat puluhan pelanggaran gencatan senjata dalam sehari di wilayah itu, melaporkan hampir 600 pelanggaran, termasuk lebih dari 300 ledakan, yang terpantau di wilayah tersebut dalam 24 jam terakhir.
Kremlin, atau kantor kepresidenan Rusia, pada Jumat (18/2) waktu setempat menyatakan kekhawatirannya atas situasi terkini di Ukraina bagian timur. Disebutkan oleh Kremlin bahwa situasi tersebut berpotensi sangat berbahaya.
Sementara itu, dalam peringatan paling detail soal skenario perang yang mungkin dilakukan Rusia, Blinken menuturkan kepada Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) bahwa AS meyakini Rusia merencanakan serangan total terhadap negara tetangganya.
Disebutkan Blinken bahwa serangan Rusia bisa dimulai dengan dalih yang direkayasa, mungkin melibatkan serangan palsu dan tuduhan palsu soal konflik separatis. Penjelasan serupa juga disampaikan oleh Presiden AS, Joe Biden.
"Kita memiliki alasan untuk meyakini mereka (Rusia-red) terlibat dalam operasi false flag agar memiliki alasan untuk masuk," cetus Biden dalam pernyataan kepada wartawan di Gedung Putih.
"Setiap indikasi yang kita miliki adalah mereka siap untuk pergi ke Ukraina dan menyerang Ukraina," imbuhnya.
Kremlin menyebut tuduhan Barat soal rencana invasi ke Ukraina sebagai histeria Barat. Pada Jumat (18/2) waktu setempat, Rusia mengumumkan bahwa satu unit tank dan dua unit infanteri mekanik sedang dalam perjalanan kembali ke pangkalan mereka di wilayah selatan dan tengah Rusia usai latihan militer dituntaskan.
Namun Rusia juga bersikeras menekan Barat untuk memenuhi tuntutan keamanannya, termasuk janji agar Ukraina tidak pernah diterima menjadi anggota NATO.
Pada Kamis (17/2) waktu setempat, Rusia mengirimkan surat dengan kata-kata keras kepada AS yang isinya menuduh negara itu mengabaikan tuntutan keamanan Rusia dan mengancam untuk mengambil 'langkah teknis-militer' yang tidak ditentukan jika tidak ada jaminan keamanan yang mengikat. dtc