Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta - Keluarga terpidana mati asal Filipina, Mary Jane Veloso, mendatangi Komnas HAM. Keluarga meminta Komnas HAM turut mengambil langkah agar Mary Jane tidak dieksekusi mati dan bisa kembali ke Filipina.
"Kedatangan keluarga ke sini meminta Komnas HAM agar mengambil peran-peran sesuai mandatnya agar Mary Jane bisa kembali ke Filipina bersama kedua putranya," kata Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah dalam jumpa pers di Komnas HAM, Jalan Latuharhary, Jakpus, Kamis (22/6/2023).
Anis mengatakan keluarga Mary Jane akan mengajukan grasi ke Presiden Joko Widodo (Jokowi). Komnas HAM, kata Anis, juga akan memberikan rekomendasi agar Presiden Jokowi memberikan grasi ke Mary Jane sebagai korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
"Nanti kuasa hukum akan mengajukan grasi kepada Presiden terkait kasus Mary Jane komnas akan memberikan rekomendasi agar ini diberikan grasi atas dugaan kuat dia sebagai korban TPPO," kata Anis.
"Dan sebagaimana modus yang banyak terjadi, pekerja migran banyak yang dikirim gitu dari suatu negara ke negara lain dia menjadi korban sindikat TPPO dan sindikat narkoba, seperti kasus Mary Jane dan yang lain-lain," sambungnya.
Komnas HAM saat ini sudah bertemu dengan Komnas HAM Filipina untuk mendiskusikan proses hukum terkait pelaku TPPO. Komnas HAM juga tengah menjadwalkan pertemuan dengan Kedutaan Besar Filipina di Indonesia.
"Saat ini komnas HAM sudah bertemu secara online dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Filipina untuk mendiskusikan sejauh mana proses hukum yang terjadi terhadap pelaku TPPO-nya, perekrutnya di Filipina katanya pengadilannya masih sedang berlangsung belum vonis akhir dan kami sedang menjadwalkan pertemuan dengan Kedutaan Filipina, di Indonesia," ujarnya.
Diketahui, Mary Jane Veloso merupakan terpidana mati asal Filipina yang terlibat dalam kasus penyelundupan heroin. Kendati dihukum mati, Mary Jane masih punya peluang mendapat grasi meskipun sempat ditolak Presiden Jokowi.
Mary Jane Veloso ditangkap di bandara Yogyakarta pada April 2010 setelah kedapatan membawa 2,6 kilogram heroin. Dia mengklaim narkoba tersebut dijahitkan di dalam kopernya tanpa setahu dia.
Selama di persidangan, Mary Jane berkukuh dia tidak bersalah. Presiden Filipina pun berharap Mary Jane mendapat grasi.
Eksekusi Mary Jane Tertunda
Grasi Mary Jane, bersama 11 nama terpidana mati, ditolak Presiden Jokowi melalui Keppres tertanggal 30 Desember 2014. Tim pengacara Mary Jane bahkan mengajukan peninjauan kembali (PK) kedua di PN Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada 27 April 2015. Saat itu, tinggal menghitung hari eksekusi mati yang ternyata jatuh pada 29 April 2015. PK Mary Jane kemudian ditolak PN Sleman sehari setelah diajukan.
Saat itu, Mary Jane sendiri sudah dipindahkan dari LP Kelas IIA Wirogunan Yogyakarta ke LP Nusakambangan pada 24 April 2015, sekitar pukul 01.40 WIB, untuk menjalani persiapan eksekusi mati. Bak lolos dari lubang jarum, eksekusi mati Mary Jane yang seharusnya dilaksanakan ketika hari berpindah ke 29 April 2015 dibatalkan di detik-detik terakhir. Mary Jane tak masuk daftar terpidana yang dibawa ke lokasi eksekusi di Lapangan Limus Buntu sekitar pukul 00.00 WIB. Dia dibawa ke luar selnya dan dikembalikan ke LP Wirogunan.
Filipina Minta Grasi untuk Mary Jane
Pemerintah Filipina meminta grasi untuk Mary Jane yang tengah menunggu eksekusi mati. Permintaan itu menjadi upaya terbaru dari Filipina untuk menyelamatkan nyawa terpidana mati kasus narkoba itu.
Seperti dilansir AFP, Rabu (7/9/2022), Sekretaris Pers untuk Presiden Ferdinand Marcos Jr mengungkapkan bahwa permintaan grasi untuk Mary Jane itu disampaikan oleh Menlu Filipina Enrique Manalo saat bertemu dengan Menlu Indonesia Retno Marsudi di Jakarta.
"Menteri Luar Negeri Marsudi mengatakan dia akan berkonsultasi dengan Kementerian Hukum dan HAM mengenai masalah ini," ucap Sekretaris Pers Presiden Marcos Jr, Trixie Cruz-Angeles, dalam pernyataan video via Twitter, sembari mengutip Kementerian Luar Negeri Filipina. dtc