Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
PERTUMBUHAN ekonomi Indonesia faktanya mendapatkan tantangan besar karena harus mengejar pertumbuhan yang berkualitas. Pada rasional ini dibutuhkan pemetaan rasional dari hulu ke hiliruntuk mendesain industrialiasasi yang produktif.
Selepas Covid-19 berakhir, dorongan kuat untuk memacu kembali pertumbuhan ekonomi Indonesia memang menjadi hal tak mudah. Dalam beberapa tahun terakhir jika kita melihat data Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu RI), manufaktur perkembangan industri ini nyaris tumbuh sama pertumbuhan ekonomi nasional.
Ambil contoh 2022, perumbuhan industri ini berada dalam nilai 4,89 persen, angka ini masih dibawah pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5,31 persen. (Kemenkeu RI, 2022)
Karena itulah sebagai negara perekonomian berbasis sumber daya alam (ekstraktif), kebijakan hilirisasi menjadi keharusan yang penting bagi pembangunan ketahanan ekonomi Indonesia.
Pada posisi ini, pemerintah sebagai penata regulasi nasional tak hanya dituntut mendorong ekspor bahan baku, melainkan memacu roda pertumbuhan ekonomi lainnya untuk mendorong perkembangan alternatif ekonomi yang mampu menjadi jalan rasional untuk serapan pendapatan negara.
Apalagi kontribusi industri manufaktur terhadap produk domestik bruto (PDB) hanya 18,34 persen, jauh di bawah kontribusi ideal yaitu 28-30 persen terhadap PDB. Pada titik ini, transformasi ekonomi dengan terobosan industrialisasi menjadi jalan yang penting untuk dilaksanakan.
Langkah Dinamis
Jika melihat data yang berjalan selama ini, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatatakan data jika industri mold, dies, jig and fixture yang menjadi pendukung strategis bagi industri mesin dan perlengkapan, yang memproduksi perkakas atau tools untuk industri pengguna, seperti industri otomotif, elektronika, makanan dan minuman, dan sebagainyaHal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) Tahun 2015-2035.
BACA JUGA: Harapan Sensus Pertanian 2023
Harus diakui, industri tools merupakan satu industri strategis yang penting bagi perekonomian nasional maupun dunia. Hampir seluruh produksi industri manufaktur, seperti industri otomotif, elektronika, makanan dan minuman, dan sebagainya sangat membutuhkan tools.
Sektor tools merupakan bagian industri mesin dan peralatan dalam industri barang modal, komponen, bahan penolong, dan jasa industri segmen industri otomotif, baik industri perakitan kendaraan bermotor maupun komponen kendaraan bermotor, demi mencapai pertumbuhan ekonomi sesuai potensi dan solid, pemerintah sangat dituntut mendesain ulang kebijakan industrialisasi yang dituangkan melalui Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045.
Kontribusi besar atas industri manufaktur terhadap produk domestik bruto (PDB) hanya 18,34 persen, jauh di bawah kontribusi ideal yaitu 28-30 persen terhadap PDB.
Secara sadar Indonesia butuh transformasi ekonomi, dan syarat mutlaknya harus berada pada lompatan industrialisasi. Tanpa itu, susah untuk dapat memacu pertumbuhan ekonomi sesuai potensinya.
BACA JUGA: Implementasi Rasional Ekonomi Pancasila
Jika diselaraskan Pendapatan Nasional Bruto (PNB) per kapita Indonesia pada 2022 tercatat berada pada angka 4.580 dollar AS. Kondisi ini membuat Indonesia kembali memasuki kategori negara berpendapatan menengah atas yang memiliki PNB per kapita adalah 4.466 dollar AS- 13.845 dollar AS. Sebuah nilai yang sangat penting untuk dibijaksanai.
Peta jalan industrialisasi selama 20 tahun ke depan akan difokuskan pada industri prioritas, yakni industri berbasis sumber daya alam (SDA), berteknologi menengah-tinggi, barang konsumsi berkelanjutan, serta industri yang berbasis inovasi dan riset.
Bahkan secara gambling ada yang memperkirakan tahun depan standar PNB per kapita untuk negara menengah atas itu 5.050 dollar AS. Untuk bertahan, PNB kita harus di atas 5.000 dollar AS. Artinya, posisi Indonesia masih sangat resiko.
Karena itu untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang sesuai potensi dan lebih solid dengan kalkulasi untuk melihat proyeksi masa depan industri manufaktur di Indonesia.
BACA JUGA: Memacu Pertumbuhan Agregat Ekonomi Sumatra Utara
Proyeksi Masa Depan
Pemerintah tidak bisa mengabaikan sektor industri manufaktur yang memiliki kontribusi signifikan terhadap keseluruhan industri nasional. Kekuatan dari industri manufaktur terletak dari produk industri itu sendiri yang berupa barang tradable(dapat diperdagangkan).
Sifat dapat diperdagangkan ini mampu menggerakkan banyak nilai dari produsen hingga ke konsumen akhir. Implikasinya semakin banyak lapangan kerja dan dampak ekonomi yang diciptakan oleh industri manufaktur.
Berkaitan dengan peningkatan daya saing industri nasional, hal yang perlu memperoleh perhatian pemerintah adalah lingkungan persaingan industri itu sendiri.
Persaingan industri, baik dalam skala nasional maupun global di satu sisi merupakan tantangan perkembangan industri, sedangkan di sisi lain persaingan tersebut merupakan faktor penting yang mendorong kemajuan industri.
BACA JUGA: Spirit Kolaborasi Ekonomi Indonesia
Dalam kontekstual masalah, intensitas persaingan dalam suatu sektor industri dipengaruhi beberapa faktor seperti daya tawar dari pemasok, ancaman pemain baru, daya tawar dari pembeli, ancaman dari produk substitusi, dan kontestasi persaingan antar pemain dalam satu sektor.
Namun meskipun industri manufaktur mengalami banyak tantangan besar pada pasar global, yang perlu disadari adalah tekanan internal industri sebuah negara harus dibandingkan dengan kondisi industri negara lain.
Pada posisi ini, pemerintah Indonesia harus memenuhi kebutuhan sendiri dengan mengurangi impor dan berusaha memproduksi barang yang dibutuhkan di dalam negeri selaras dengan langkah orientasi perdagangan ke luar negeri, sehingga barang yang dihasilkan lebih berorientasi ekspor
Arah proses industrialisasi pada dasarnya memang sangat tergantung pada kebijakan pemerintah. Pada umumnya strategi yang dijalankan pemerintah dapat dibedakan menjadi strategi yang bersifat inward-looking dan yang bersifat outward-looking.
Strategi inward looking biasanya dipilih dengan alasan tenaga kerja cukup tersedia, untuk memacu perkembangan teknologi, menghindari ketidakstabilan perekonomian dunia, menghemat devisa, atau tersedia pasar dalam negeri yang cukup luas.
Untuk menjalankan strategi ini dibutuhkan pengendalian yang cukup ketat dari pemerintah. Dalam menjalankan strategi inward looking pemerintah mengambil kebijakan perlindungan produk dalam negeri, baik melalui penetapan tarif impor yang tinggi maupun penetapan kuota barang masuk.
BACA JUGA: Respon Rasional Hadapi Gejolak Ekonomi Global
Hal ini memberikan implikasi bahwa pemerintah harus benar-benar yakin bahwa kebutuhan atas barang tersebut dapat dipenuhi dari produk dalam negeri.
Risiko yang terjadi dari strategi inward looking adalah ekonomi biaya tinggi. Ekonomi biaya tinggi dapat terjadi karena barang dari luar negeri tidak bisa masuk pasar dalam negeri karena harga terlalu mahal akibat kebijakan tarif tinggi.
Dalam kondisi ini, terdapat risiko produsen menaikkan harga barang sehingga harga barang di pasar dalam negeri menjadi lebih tinggi dibandingkan harga di pasar internasional.
Karena terlindung persaingan dengan produsen luar negeri, maka produsen dalam negeri cenderung tidak memiliki keinginan untuk meningkatkan kualitas barangnya.
Selain risiko yang dihadapi oleh konsumen, secara makro, perekonomian negara juga akan dirugikan. Risiko secara makro akan dihadapi oleh negara yang memiliki ketergantungan tinggi terhadap industri.
Di sisi lain kemajuan teknologi telah menjadi pendorong utama ekonomi untuk terus menciptakan ekosistem proteksi, sehingga pada situasi ini para produsen cenderung tidak berinvestasi untuk mengembangkan teknologi sehingga ketergantungan kepada teknologi luar semakin tinggi.
Sebagai akibatnya walaupun barang konsumsi tetap bisa dipenuhi dari dalam negeri, akan tetapi barang modal tetap harus diimpor dari luar negeri.
Peningkatan output manufaktur Indonesia sebagian besar disebabkan oleh kenaikan arus investasi langsung asing. Kekuatan sektor manufaktur terletak kepada jenis output yang bisa diperdagangkan (tradable).
Dalam konteks perdagangan internasional, sifat output sektor manufaktur memberikan dampak ekonomi dalam skala yang luas.Keterkaitan dengan sektor lain berasal dari sisi internal maupun eksternal produksi.
Sisi internal produksi berkaitan dengan rantai nilai produksi dari pemrosesan bahan mentah hingga menjadi barang jadi. Sedangkan sisi eksternal berkaitan dengan nilai yang terbentuk dari proses distribusi dan penjualan hingga mencapai konsumen akhir.
Momentum positif sektor manufaktur Indonesia memberikan manfaat bagi pertumbuhan penghasilan dan kesejahteraan masyarakat jangka panjang.
Hal ini merupakan catatan penting bagi pemerintah untuk membangun kekuatan kinerja manufaktur supaya mampu berbanding lurus dengan penciptaan lapangan pekerjaan baik secara kualitas maupun kuantitas, termasuk dalam memfasilitasi transformasi struktural yang positif, dengan meningkatkan produktivitas tenaga kerja baik di sektor manufaktur itu sendiri maupun pada sektor-sektor lain yang memberikan peningkatan pertumbuhan industri secara komprehensif.
Jika langkah-langkah ini dilakukan bukan hal mustahil pemberdayaan industri manufaktur akan berdampak sistemik bagi kelangsungan hidup masyarakat Indonesia.
====
Penulis Eksekutif Jaringan Studi Indonesia.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG/posisi lanskap), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]