Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Sulitnya koperasi berkembang di Sumatera Utara, di antaranya karena pengurusnya tidak memiliki kompetensi. Kebanyakan koperasi di Sumut masih konvensional, sementara arus perubahan saat ini yang ditandai dengan digitalisasi, belum dimanfaatkan.
Kebanyakan koperasi tidak memiliki kantor tetap, susah berkomunikasi dan tidak mau menggelar Rapat Anggota Tahunan (RAT).
Hal itu menyebabkan evaluasi realisasi program kerja tidak berjalan, begitu juga program kerja di tahun berikutnya tidak jelas. Koperasi berjalan apa adanya.
Begitu juga dengan kemampuan mengakses permodalan lewat perbankan menjadi sulit. Manajemen pengelolaan koperasi yang kompeten, melahirkan trust (kepercayaan), dan itulah yang dilirik perbankan.
Tak heran jika 59% dari 13.208 koperasi di Sumut tidak aktif. Kemudian 41% sisanya yang aktif, juga harus ditingkatkan kapasitasnya.
"Koperasi di Sumut itu harus naik kelas," tegas Kepala Dinas Koperasi dan UKM Sumut, Naslindo Sirait, dalam paparannya bertajuk "Peningkatan Daya Saing Koperasi dan UMKM di Sumut", Selasa (05/12/2023) sore.
Didampingi Kepala Bidang Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Dinas Kominfo Sumut, Harvina Zuhra, Naslindo Sirait di hadapan wartawan mengatakan arah koperasi Sumut harus diluruskan.
"Karena selama ini koperasi kita enggan naik kelas. Ini masih pola lama, kekhawatiran soal pajak, dan lainnya. Ke depan tidak boleh seperti itu, harus naik kelas," kata Naslindo Sirait.
Sejumlah langkah awal meningkatkan daya saing koperasi di Sumut adalah di antaranya dengan mewajibkan seluruh pengurus bersertifikat kompeten. "Artinya yang memiliki kemampuan dan keahlian menjalankan koperasi," jelas Naslindo.
Tidak hanya pengurus, tambah Naslindo, pengawas koperasi juga harus bersertifikat kompeten. Ia tak menampik bahwa kurangnya pergerakan koperasi di Sumut adalah karena kurang efektifnya pengawasan.
Lebih lanjut Naslindo mengatakan, kebanyakan koperasi di Sumut masih bergerak di bidang simpan pinjam (KSP). Hal ini menjadi kurang greget, karena sebenarnya sektor riil yang harus dilirik karena di ai
Karena itulah, jelas Naslindo Sirait, koperasi di Sumut sulit berkembang. "Sebab kalau di simpan pinjam, sudah banyak pemainnya yang lebih profesional, lebih aman, terjamin dan juga lebih menjanjikan.
"Harusnya koperasi melirik sektor riil dengan memanfaatkan digitalisasi. Kita lihat pasar e-commerce, begitu berkembang. Kenapa tidak itu yang dimanfaatkan. Artinya koperasi harus adaptif terhadap digitalisasi agar berkembang," jelas Naslindo.
Sebenarnya, kata Naslindo, Sumut memprioritaskan lahirnya koperasi yang kualitatif, bukan kuantitatif. "Untuk apa koperasi banyak, tapi tak aktif, tapi tak berkualitas, pemikiran ini harus cermat dipahami," tambahnya.
Dinas Koperasi dan UKM Sumut, ujar Naslindo Sirait lagi, siap menjembatani koperasi-koperasi di Sumut yang ingin naik kelas, seperti melalui penguatan kualitas Koperasi dan UMKM (scale up) melalui inkubator bisnis dan plut entrepreneur learning centre (pelatihan peningkatan kualitas SDM, struktur organisasi, pengelolaan usaha, pemasaran, permodalan, sarana dan prasarana usaha, jaringan bisnis.
"Tapi tidak lagi ujuk-ujuk harus dibantu begitu saja, tapi harus ada perencanaan bisnis koperasi yang jelas, ya itu tadi, harus ada pengurus yang kompeten, harus ada RAT, dan lainnya. Jangan lagi konvensional," ujar Naslindo.