Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Masyarakat Sumatera Utara ikut mengirimkan pesan soal rusaknya demokrasi di Indonesia saat ini, yakni lewat kemunculan politik dinasti.
Elemen masyarakat dan pemuda yang tergabung dalam Front Demokrasi Sumatera Utara (FDSU), menyuarakan kekhawatiran akan kondisi yang menodai reformasi di Tanah Air.
Massa aksi menyuarakan sikap terkait politik dinasti yang terang-terangan dipertontonkan penguasa yang ditopang oligarki menunggangi neo orde baru (orba) dengan merusak sistem demokrasi.
Aksi FDSU dilakukan di depan Taman Makam Pahlawan Bukit Barisan, Jalan Sisingamangaraja XII Medan pada Kamis (7/12/2023).
"Hari ini kita bergerak, untuk mencegah tangan-tangan kekuasaan mencengkeram hak-hak rakyat untuk menjalankan proses demokrasi secara bersih. Serta tangan-tangan kekuasaan yang digunakan untuk mengintimidasi rakyat yang bersuara," kata Johny Sitompul, Koordinator Aksi FDSU dalam keterangan tertulisnya.
Johny menyatakan, rezim hari ini telah menjalankan politik dinasti secara terang-terangan melenggangkan anggota keluarga untuk menduduki jabatan puncak di negeri ini.
"Maka dari itu, kita harus bersatu, lintas generasi harus sama-sama menyuarakan bahwa demokrasi harus ditegakkan, serta politik dinasti dan oligarki harus dihancurkan," tegasnya.
Saruhum Sinaga dari DPP Forum Lintas Agama dalam orasinya juga menyatakan, saat ini sedang terjadi pengebirian demokrasi dengan adanya politik dinasti yang menyengsarakan rakyat.
"Karena itu kita masyarakat Sumatera Utara harus menolak politik dinasti. Jangan biarkan politik dinasti melenggang, jangan ada kaum milenial yang teraniaya dengan adanya politik dinasti. Dulu pejuang republik ini menghalau penjajah, maka saat ini tugas kita mengawal demokrasi," tegasnya pula.
Sedangkan Mian dari elemen GERAK 98 menyatakan, dulu angkatan 98 berhasil menggulingkan orba, tapi rezim hari ini justru lebih bobrok dibandingkan orba karena memfasilitasi oknum yang telah merusak demokrasi untuk bisa berkuasa.
Sebagai orang yang dulu turut mendukung Jokowi untuk jadi pemimpin negara ini, dia merasa kecewa, karena hari ini Jokowi justru keluar dari relnya sebagai sosok yang dibanggakan sebagai pengusung demokrasi.
"Kita tidak ingin Jokowi bersikap seperti raja. Republik ini bukan kerajaan, Jokowi tidak bisa seenaknya untuk mendudukkan anaknya jadi penguasa," tegasnya lagi.
Sedangkan Idris Pasaribu, budayawan dan tokoh pers yang turut tampil bersuara, mengajak generasi muda, kaum milenial dan generasi z untuk melek akan kondisi bangsa saat ini.
"Suara rakyat adalah suara Tuhan yang menentukan tegaknya demokrasi. Kalau kita ingin negara ini maju, maka pilihlah pemimpin yang benar-benar demokratis dan benar-benar memikirkan rakyat, bukan segelintir orang apalagi kroninya," katanya menyerukan.
Sementara itu aktivis FDSU lainnya, Riski, menutup aksi dengan mengajak masyarakat dari lintas elemen dan generasi untuk terus menggelorakan perjuangan ini.
"Gerakan ini harus bergulir. Dari kelompok kecil menjadi besar. Kita serukan secara massif bahwa rakyat menolak pengebirian demokrasi, menolak politik dinasti. Kaum milenial, gen Z bersama elemen buruh dan sebagainya harus bersatu padu menjaga demokrasi tetap tegak," ajak dia.
Ia berharap, perjuangan ini nantinya mencapai hasil sesuai yang diharapkan dan dicita-citakan bersama.
"Bahwa kita ingin proses demokrasi kita melalui Pemilu 2024 berjalan dengan jujur dan adil serta menghasilkan pemimpin yang benar-benar mempunyai kemampuan membawa negeri ini ke arah kemajuan," katanya, seraya menegaskan pihaknya akan menggalang massa yang lebih besar untuk melakukan aksi lanjutan.
Diketahui, aksi dan pesan serupa sudah diikrarkan oleh para mahasiswa universitas yang ada di Sumut. Kegiatan itu digelar di Lapangan Reformasi Kampus Unika St Thomas, Jl. Setia Budi, Medan, sekitar dua minggu yang lalu.
Poinnya sama, mereka menolak politik dinasti yang dapat merusak sistem demokrasi di Indonesia. Mereka turut menyerukan, agar masyarakat terutama kaum milenial tidak memilih calon pemimpin yang pernah tersandung persoalan HAM berat.