Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Perhimpunan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara (BAKUMSU) merilis 20 kasus kriminalisasi dan kekerasan kepada pembela Hak Asasi Manusia (HAM) di Sumatera Utara (Sumut) yang terjadi sepanjang tahun 2023.
Dalam data BAKUMSU itu, sebagian besar kasus berkaitan dengan konflik agraria. Hal itu diungkap dalam konferensi pers refleksi akhir tahun BAKUMSU yang mengangkat tema "Penegakan Hukum dan Perlindungan HAM dalam Konteks Agraria, Sumber Daya Alam dan Lingkungan Memburuk di Tahun Politik". Konferensi pers digelar di Mie Ayam Jamur H Mahmud Abdullah Lubis Medan, Kamis (21/12/2023).
"Mengacu kepada monitoring selama tahun 2023 ini, ada 20 kasus yang jenisnya intimidasi, kekerasan maupun kriminalisasi. Antara lain, dialami warga Desa Kelurahan Gurilla yang berkonflik PTPN III di Siantar. Masyarakat Adat Lamtoras dengan karyawan TPL di Simalungun. Warga Desa Bulu Cina dengan PTPN II di Deli Serdang, warga Sampali dengan PTPN II di Deli Serdang, KontraS Sumut dan LBH Medan dengan buzzer dan sebagainya," kata Direktur BAKUMSU Tongam Panggabean.
Selain terkait agraria, BAKUMSU juga mencatat sejumlah kasus yang dialami jurnalis, mahasiswa dan LSM. Dalam data disebutkan, kasus yang dialami mahasiswa adalah pemecatan sejumlah mahasiswa Unpri Medan, berkaitan dengan aksi demo yang mereka gelar.
"Kami menilai sepanjang tahun 2023 ini, penanganan kasus kriminalisasi dan kekerasan semakin memburuk, terutama dari sisi kualitas. Karena itu, penting bagi kami untuk mengingatkan pemerintah untuk melindungi warganya," kata Tongam.
Koordinator Divisi Studi dan Advokasi BAKUMSU Juniati Aritonang menambahkan, dalam suasana politik jelang Pemilu 2024 ini, merupakan momentum yang tepat bagi masyarakat untuk memilih calon pemimpin yang benar-benar perduli dengan kepentingan masyarakat, khususnya masyarakat adat.
BAKUMSU, kata Juni, menyerukan agar masyarakat menolak politisi busuk. Indikasi politisi busuk itu, kata Juni, dapat dilihat dari track record dan keberpihakannya.
"Misalnya jika ada caleg yang terbukti berafiliasi dengan korporate yang jelas-jelas merusak lingkungan, kita anggap itu politisi busuk.
Disinggung soal food estate di Humbahas yang belakangan menjadi komoditi politik kalangan elit, Juni mengatakan sejak awal program itu sudah menuai pro dan kontra.
"Jadi yang kami lihat, bukan karena Jokowi 'pecah' dengan PDIP, tapi sebagian besar masyarakat memang menilai food estate adalah program gagal," kata Juni.
Hal lain disampaikan Koordinator Divisi Bantuan Hukum BAKUMSU Nurleli Sihotang. Nurleli menyorot sikap oknum pejabat di Kabupaten Dairi yang meminta pemerintah pusat mengeluarkan izin PT Dairi Mineral Prima (DMP). Padahal, pada saat bersamaan ada penolakan terhadap perusahaan tambang ini oleh masyarakat, tetapi tidak digubris, kata Nurleli.