Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MENDENGAR kata limbah identik dengan sisa atau residu yang tak terpakai. Tanpa kita sadari, volume limbah semakin melambung seiring dengan intensnya aktivitas sektor rumah tangga, industri, bahkan jasa.
Timbunan sampah dan limbah yang tak diproses dengan layak tentunya akan membuat resah. Tidak hanya membahayakan kesehatan, namun juga berdampak pada ekosistem lingkungan.
Oleh karenanya, isu pengelolaan limbah telah menjadi vital seiring dengan mencuatnya pembangunan ekonomi lingkungan. Pemerintah sedang giat menggaungkan pembangunan ekonomi berbasis lingkungan yang kerap disebut ekonomi sirkular dalam pengelolaan sampah, limbah, dan bahan berbahaya dan beracun (B3).
Salah satu implementasinya, yaitu dengan mendorong sampah dan limbah B3 untuk didaur ulang atau dimanfaatkan menjadi sumber daya proses produksi, baik bahan baku atau energi.
Secara agregat, Badan Pusat Statistik mencatat Sumatera Utara menjadi provinsi kedua dengan produksi sampah harian terbanyak selama 2021-2022 setelah Jawa Tengah.
BACA JUGA: Tantangan Mengakselerasi Ketahanan Pangan
Dengan volume rata-rata sebesar 1.746 m3/hari, pengelolaan sampah menjadi daya tarik tersendiri mengingat persentase volume sampah yang diangkut pada tahun 2022 masih mencapai 71,31 persen. Ini menjadi perhatian bersama mengingat konsentrasi penduduk terbesar disumbang oleh Sumatera Utara setelah provinsi-provinsi di Pulau Jawa.
Bertolak belakang, di Pulau Jawa, tingkat pengangkutan sampah rata-rata telah mencapai lebih dari 80 persen. Data dari Statistik Lingkungan Hidup Tahun 2023 juga menunjukkan bahwa masih terdapat gap pada level pengelolaan sampah/limbah (managed waste) antar provinsi.
Pada tahun 2022, managed waste di seluruh wilayah administratif di DKI Jakarta telah mencapai lebih dari 90 persen, sementara dari beberapa sampel kabupaten/kota di Sumatera Utara, tingkat pengelolaan sampah baru mencapai sekitar 55 persen.
Di samping itu, timbunan sampah baik organik, anorganik, maupun limbah beracun berkaitan erat dengan tingkat kualitas lingkungan hidup. Kementerian Lingkungan Hidup melaporkan bahwa selama 5 tahun terakhir, Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Indonesia mengalami peningkatan dari 65,14 poin pada tahun 2018 menjadi 72,42 poin pada tahun 2022.
Hal ini tentunya tak luput dari pencapaian faktor-faktor lingkungan, diantaranya pengelolaan efisiensi air sebesar 326,62 juta m3, aktivitas daur ulang sebanyak 10,44 juta ton limbah non B3 dan 25,26 juta ton limbah B3, serta 33,01 juta ton penurunan beban polusi.
Dukungan kebijakan juga tak kalah penting. Peningkatan anggaran pengelolaan lingkungan hidup telah direalisasikan, dari Rp.846.561 miliar pada tahun 2018 menjadi Rp.1.032.478 miliar pada tahun 2022, atau meningkat sebesar 21 persen selama periode 2018-2022.
BACA JUGA: Memantik Optimisme Ekonomi Sumatera Utara
Kontribusi pada PDB
Pengelolaan limbah dan sampah semakin menjadi perhatian tatkala pandemi Covid-19 berlangsung. Di saat beberapa sektor tumpuan penggerak ekonomi mengalami kontraksi dan kelumpuhan, seperti industri, perdagangan, konstruksi, pertambangan, transportasi, penyediaan akomodasi dan makan minum, sektor pengelolaan sampah malah menunjukkan pertumbuhan yang positif.
Di tengah keterpurukan ekonomi pada tahun 2020, pengelolaan limbah, sampah, dan daur ulang tetap tumbuh positif sebesar 4,94 persen dan tetap stabil mencapai 4,97 persen hingga tahun 2021.
Hal ini menjadi kabar baik sebab sektor ini berpotensi mendongkrak performa perekonomian negara dengan multiplier effect terhadap keberlanjutan lingkungan dan sumber daya bagi generasi penerus bangsa.
Lebih lanjut, pengelolaan sampah, limbah, dan daur ulang telah menjadi salah satu komponen lapangan usaha yang turut dihitung dalam penyusunan nilai tambah bruto (PDB).
Meskipun dalam share yang relatif kecil, pengelolaan dan daur ulang sampah memiliki peran dalam menopang perekonomian nasional maupun regional. Sebagai contoh, di Sumatera Utara, share pengelolaan sampah dan limbah menyumbang sebesar 0,1 persen dari total PDRB.
Selain itu, selama beberapa tahun terakhir, laju pertumbuhan sektor ini mengalami kenaikan, dari 2,17 persen pada tahun 2022 menjadi 2,89 persen pada tahun 2023. Hal ini juga sejalan dengan indikator laju pertumbuhan kategori pengelolaan limbah dan daur ulang sampah di level nasional, yakni tumbuh sebesar 3,23 persen pada tahun 2022 dan kembali meningkat pada tahun 2023 menjadi 4,90 persen.
BACA JUGA: Digitalisasi UMKM untuk Indonesia Maju
Mendorong Ekonomi Sirkular
Sistem ekonomi sirkular merupakan pembangunan ekonomi berkelanjutan yang secara langsung dapat meningkatkan kualitas lingkungan hidup. Penerapan ekonomi sirkular yang terarah dan stabil mendorong nilai tambah ekonomi, penyediaan lapangan kerja, serta peningkatan iklim yang kondusif.
Meskipun konsep ekonomi sirkular tidak hanya terbatas pada pengelolaan limbah dan daur ulang sampah, tetapi aktivitas ini menjadi salah satu sasaran pembangunan berkelanjutan.
Terlebih jika tidak dikelola dengan tepat, dampak yang ditimbulkan akan berimbas pada aspek sosial, ekonomi, dan ekologis seperti mengganggu keseimbangan ekosistem darat, laut, dan udara, perubahan iklim, akses sanitasi, serta masalah kesehatan.
Sebagai negara dengan tingkat pengeluaran konsumsi makanan yang tinggi, Kementerian PPN/Bappenas mencatat sampah makanan yang dihasilkan Indonesia telah mencapai 23-48 juta ton per tahun pada periode 2000-2019 atau setara dengan 115-184 kg/kapita/tahun.
Hal ini menyebabkan kerugian ekonomi sebesar Rp 213 hingga 551 triliun per tahun atau setara dengan 4-5 persen PDB Indonesia per tahun. Fenomena ini menjadi salah satu cikal bakal terhadap urgensi pengelolaan limbah menjadi produk yang bernilai tambah atau sedikitnya tidak mencemari lingkungan.
Tidak cukup sampai disitu, komitmen pemerintah untuk menginisiasi implementasi ekonomi sirkular dengan prinsip green growth ini juga termaktub pada Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.
BACA JUGA: Lulus Kuliah, Haruskah Cari Lowongan Kerja?
Beberapa potensi aksi yang dapat diterapkan menuju green growth adalah dengan memfasilitasi keberadaan bank sampah di tiap-tiap kecamatan, mengembangkan inovasi teknologi terkait daur ulang sampah, serta menggalakkan program zero waste bagi sampah domestik.
Jika beberapa rencana aksi ini terealisasi dengan baik, tiga isu kritis yang menjadi sandungan dunia global yakni perubahan iklim (climate change), hilangnya keanekaragaman hayati (biodiversity loss), dan polusi lingkungan dapat diminimalisir.
Dengan demikian, ekonomi sirkular dapat menjadi bridging dalam menyelaraskan pertumbuhan ekonomi dan perlindungan terhadap lingkungan.
====
Penulis Statistisi Ahli Muda BPS Kota Medan
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, merupakan pendapat pribadi/tunggal) penulis, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto penulis (minimal 700 px dalam format JPEG/posisi lanskap), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]