Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
PERJUANGAN masyarakat adat dalam mempertahankan wilayah adatnya kembali dihadapkan dengan proses hukum yang tidak adil dan berimbang. Penangkapan dan penahanan terhadap masyarakat adat kerap dilakukan oleh aparat penegak hukum tanpa melihat dan memahami secara utuh akar persoalan yang sedang terjadi.
Sorbatua Siallagan adalah salah satu pejuang masyarakat adat yang ditangkap dan ditahan (sudah ditangguhkan) oleh Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Utara atas laporan dari PT Toba Pulp Lestari (PT TPL).
Sorbatua Siallagan adalah seorang tetua adat sekaligus Ketua Komunitas Masyarakat Adat Ompu Umbak Siallagan di Dolok Parmonangan, Nagori Pondok Buluh, Kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara.
Selain itu, Sorbatua Siallagan juga seorang seniman dan dikenal sebagai pemain taganing (pemain gendang) dalam berbagai kegiatan ritual-ritual adat di komunitasnya.
Perjuangan Sorbatua Siallagan dalam mempertahankan wilayah adatnya merupakan bagian dari meneruskan keberlangsungan kehidupan di komunitasnya.
Tanpa wilayah adat maka Masyarakat Adat akan kehilangan identitas budaya dan politik sekaligus kehilangan mata pencaharian. Namun, pada tanggal 22 Maret 2024, Sorbatua Siallagan ditangkap paksa oleh sejumlah oknum tak dikenal, yang kemudian diketahui dari pihak Polda Sumatera Utara.
Kepemilikan Wilayah Adat
Keberadaan wilayah adat melekat erat dengan keberadaan komunitas masyarakat adat. Wilayah adat itu bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat adat.
BACA JUGA: Pilkada Samosir: Mencari Pemimpin yang Sadar Akan Warisan Leluhur
Dalam naskah akademik RUU Masyarakat Adat (2020), dijelaskan bahwa wilayah adat merupakan satu kesatuan geografis dan sosial yang dihuni dan dikelola masyarakat adat sebagai penyangga sumber-sumber penghidupan, diperoleh secara turun temurun sebagai titipan dari leluhurnya, atau kesepakatan dengan masyarakat adat lainnya.
Dari pengertian tersebut, jelaslah bahwa kepemilikan wilayah adat oleh masyarakat adat ibarat dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Hal inilah yang diperjuangkan oleh Sorbatua Siallagan.
Sorbatua Siallagan merupakan generasi ke-11 yang telah menduduki wilayah adat warisan dari Ompu Umbak Siallagan di Dolok Parmonangan.
Dari penelusuran sejarah lisan, Masyarakat Adat Ompu Umbak Siallagan telah mendiami wilayah adat Dolok Parmahanan sejak tahun 1700-an.
BACA JUGA: Polda Sumut Tangguhkan Penahanan Sorbatua Siallagan yang Dilaporkan PT TPL
Leluhur masyarakat adat yang mendirikan Kampung Dolok Parmahanan adalah Tondur Siallagan. Tondur Siallagan merupakan nama asli dari Raja Ompu Umbak Siallagan.
Dituturkan juga bahwa kepemilikan Raja Ompu Umbak Siallagan atas wilayah adatnya tidak terlepas dari perlawanan dan perjuangan.
Raja Ompu Umbak Siallagan mempertahankan wilayah adatnya dari seorang Raja Sindolok Marga Sinaga. Raja Sindolok Marga Sinaga mengklaim wilayah adat Dolok Parmahanan yang dikelola Raja Ompu Umbak Siallagan adalah miliknya.
Namun, Raja Ompu Umbak Siallagan melakukan perlawanan hingga akhirnya dapat kembali menduduki dan mengelola wilayah adat tersebut.
Keberhasilan Raja Ompu Umbak Siallagan mempertahankan wilayah adatnya menjadi tonggak awal dan meneguhkan kepemilikan atas wilayah adat tersebut.
Setelah Raja Ompu Umbak Siallagan berhasil memenangkan perjuangannya, nama wilayah adat Dolok Parmahanan diganti menjadi Dolok Parmonangan.
Parmonangan dalam bahasa Indonesia artinya menang. Sejak saat itu dan hingga sekarang, Huta Dolok Parmonangan merupakan milik keturunan Raja Ompu Umbak Siallagan, yaitu Ompu Raido Siallagan, Ompu Paninggoran Siallagan dan Ompu Saborang Siallagan.
Kepemilikan wilayah adat memiliki perjalanan sejarah panjang oleh masyarakat adat. Tentu, kepemilikan ini tidak dapat dibuktikan hanya dengan sertifikat dari negara. Pemerintah perlu melihat kepemilikan ini dari sisi sosiologis-antropologis.
Sebagaimana disampaikan Bachrudin dan Lucas dalam bukunya Merampas Tanah Rakyat, Kasus Tapos dan Cimacan (2001), pola kepemilikan tanah pada masyarakat pedesaan di Indonesia dapat dibuktikan dengan dua hal, yaitu: hukum positif berdasarkan bukti-bukti tertulis dan klaim masyarakat yang bersifat sosiologis-antropologis berdasarkan pengetahuan masyarakat yang tidak tertulis.
Bebaskan Sorbatua Siallagan
Penangkapan dan penahanan Sorbatua Siallagan merupakan akibat dari terjadinya tumpang tindih kepemilikan wilayah adat masyarakat adat dengan kawasan hutan negara.
Konflik Masyarakat Adat di Sumatera Utara dengan PT Toba Pulp Lestari (PT. TPL) yang memiliki konsesi di kawasan hutan negara terus meningkat dan masyarakat adat menjadi korban sebagaimana kasus Sorbatua Siallagan.
Disebut bahwa Sorbatua Siallagan dilaporkan oleh pabrik bubur kertas PT Toba Pulp Lestari (PT TPL) atas tuduhan merusak, menebang, dan membakar hutan konsesi.
BACA JUGA: Pendukung Sorbatua Siallagan Blokir Jalan di Depan Gerbang Mapoldasu, 1 Pendemo Diamankan
Kasus Sorbatua Siallagan ini penting untuk digali secara menyeluruh baik pemerintah maupun aparat penegak hukum. Dalam catatan sejarah, kehadiran pabrik kertas dan pulp ini telah mengakibatkan berbagai permasalahan di tengah-tengah masyarakat adat.
Sejak berdirinya PT Inti Indorayon Utama- sekarang PT Toba Pulp Lestari, masalah tumpang tindih kepemilikan wilayah adat telah menjadi persoalan.
Viktor Silaen dalam makalah berjudul Perjuangan Hak-Hak Sipil Dalam Konteks Politik Lokal Studi Kasus Gerakan Perlawanan Rakyat Porsea Terhadap Indorayon (2005) menyebutkan sekitar 81.792 hektar tanah dengan status kepemilikan hak adat dimasukkan ke konsesi perusahaan.
Kasus yang dialami oleh Sorbatua Siallagan ini akan memperpanjang catatan kriminalisasi terhadap masyarakat adat. Perlawanan dan perjuangan Sorbatua Siallagan dalam mempertahankan wilayah adat merupakan panggilan agar Masyarakat Adat bisa mempertahankan kehidupannya.
Penguasaan komunitas Masyarakat Adat Raja Ompu Umbak Siallagan atas wilayah adatnya telah berlangsung sejak ratusan tahun yang lalu, jauh sebelum pemerintah Indonesia mengkamplingnya menjadi tanah negara. Oleh karenanya, tidak ada alasan aparat penegak hukum untuk menahan Sorbatua Siallagan. Bebaskan Sorbatua Siallagan!
====
Penulis Staf OKK di PB AMAN
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG/posisi lanskap), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]