Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
FOKUS pemerintah Indonesia dalam menjaga keseimbangan ekonomi dalam negeri telah memberi dampak produktif dalam merawat stabilitas negara. Sekalipun berdasarkan perkembangan data yang terjadi pada bulan lalu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali tertekan pada pertengahan April 2024. Salah satu faktor pemicunya karena adanya perkembangan ekonomi Amerika Serikat yang menimbulkan ketakutan pasar akan dampak besar gejolak ekonomi global.
Namun tak berapa lama penguatan IHSG ikut terjadi setelah Bank Indonesia melakukan inisiatif dengan memutuskan menaikkan suku bunga acuan dari 6 persen menjadi 6,25 persen pada Rabu 24 April 2024 (Bank Indonesia, 2024).
Kebijakan dari Bank Indonesia (BI) faktanya diputuskan sebagai strategi moneter yang dapat menghadapi pelemahan rupiah pada dua minggu terakhir.
Adalah menjadi fakta tak terbantahkan jika ada kekhawatiran besar dari pemerintah Indonesia saat melihat rentetan gejolak ekonomi global dan domestik yang mulai menekan kondisi keuangan negara.
BACA JUGA: Penataan Ulang Sistem Pertambangan Indonesia
Jika melihat kondisi nyata d ilapangan, maka gerak gerik kinerja Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara (APBN) triwulan pertama pada tahun ini telah menunjukkan surplus keuangan yang tersisa lebih sedikit.
Pada rasionalisasi ini, penerimaan pajak faktanya terkontraksi cukup dalam bahkan kebutuhan belanja membengkak pada awal tahun sebagai upaya taktis dalam mendukung kelancaran pemilihan umum (Pemilu) dan penurunan berkala dari beberapa komoditas unggulan dan himpitan tekanan pajak industri tambang, manufaktur, dan perdagangan.
Dalam analisis keseluruhan, meski momentum perekonomian Indonesia masih dapat terjaga, akan tetapi tetap ada sektor yang tidak dapat bertahan dengan tekanan besar ekonomi global. Dalam posisi penerimaan negara sampai akhir bulan Maret 2024 mencapai Rp 620 triliun. Angka ini turun 4,1 persen secara tahunan.
Terjadinya perlambatan ini disebabkan turunnya penerimaan pajak bahkan sampai pada 8,8 persen serta kepabeanan dan cukai yang turun 4,5 persen.
BACA JUGA: Modernisasi Investasi Negara
Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu RI), posisi penurunan ini hanya penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang masih mencatat pertumbuhan positif sebesar 10 persen. (Kemenkeu RI, 2024)
Antisipasi Skematis
Secara sektoral, ada beberapa sektor yang sangat rentan terhadap gejolak ekonomi global. Pada situasi ini, sistem penerimaan pajak dari industri pengolahan selaku kontributor terbesar penerimaan pajak yang secara neto terkontraksi hingga minus 13,6 persen.
Dalam situasi ini ada beberapa pengajuan restitusi perusahaan manufaktur yang mengalami penurunan permintaan secara global. Pada sektor pertambangan, sistem penerimaan pajak faktanya juga turut terkoreksi dengan cukup dalam.
Jika melihat perbandingan yang terjadi pada tahun lalu, sektor ini nyatanya masih mencatat penerimaan pajak yang tumbuh tinggi hingga 112,8 persen. (Kemenkeu RI, 2023).
Namun, situasi berbeda sepertinya terjadi pada tahun ini dimana setoran pajak dari pertambangan turun hingga minus 58,2 persen (Kemenkeu RI, 2024).
BACA JUGA: Strukturalisasi Kebijakan Pangan Indonesia
Pada posisi lain, saat setoran pajak turun, maka pengeluaran negara yang terjadi sepanjang triwulan I-2024 justru meningkat akibat Pemilu 2024 dan digelontorkannya berbagai program bantuan sosial di awal tahun.
Masih berdasarkan data Kemenkeu RI, belanja pemerintah pada Januari sampai Maret 2024 faktanya mencapai Rp 611,9 triliun, naik 18 persen dari tahun lalu.(Kemenkeu RI, 2024).
Dengan melihat banyak rasionalitas yang membentuknya, maka dapat dinarasikan jika keseimbangan penerimaan dan pengeluaran negara masih dapat tereskalasi dengan baik.
Sebagai perbandingan belanja pemerintah pada periode yang sama tahun lalu (Januari-Maret 2023) sebesar Rp518,6 triliun atau tumbuh 5,7 persen secara tahunan.
Dalam serapan ini, aktivitas belanja yang naik ini faktanya sangat dipengaruhi oleh program sembilan bahan pokok atau sembako dan penyaluran bansos.
Melihat perkembangan semacam ini maka sejatinya gerak keuangan Indonesia pada 2024 ini akan dapat lebih dinormalisasikan agar lebih efektif dan mampu menyeimbangkan turunnya pendapatan negara.
Dari sini potensi besar dan rasional akan adanya surplus penerimaan akan dapat terjadi secara stabil.
BACA JUGA: Melihat Proyeksi Pangan 2024
Penalaran Lanjutan
Bila dilakukan kajian ekonomi mendalam, mayoritas pos penerimaan pajak utama mengalami kontraksi awal tahun. Pajak Pertambahan Nilai Dalam Negeri (PPNDN) sebagai kontributor utama penerimaan yang secara angka mengalami minus 23,8 persen secara neto, anjlok pertumbuhan tahun sebelumnya yang melejit hingga 67,3 persen (Kemenkeu RI,2024).
Secara penalaran taktis, angka ini menggambarkan bagaimana tekanan laju konsumsi rumah tangga dan daya beli masyarakat. Demikian pula dengan penerimaan dari PPN Impor minus 2,8 persen, turun dari pertumbuhan tahun lalu sebesar 11,2 persen.
Pos ini terkoreksi akibat pertumbuhan impor yang juga menurun sangat tajam di awal tahun selama periode Janua-ri-Maret, yaitu 12,76 persen se-cara tahunan.
Secara elaborasi Pajak Penghasilan (PPh) Badan merupakan pos penerimaan yang paling diwaspadai akan mengalami kontraksi yang cukup dalam.
Hal ini karena didasarkan oleh situasi anjloknya penerimaan PPh Badan ini disebabkan harga komoditas yang turun signifikan hingga mengakibatkan penurunan pembayaran PPh Tahunan dan meningkatnya pengajuan restitusi pajak. Pada posisi inilah kebijakan taktis harus benar-benar dioptimalisasikan pemerintah demi menahan beban resiko ekonomi yang lebih kompleks.
Diantaranya dengan lebih mengoptimalkan peran Anggaran Pendapatandan Belanja Negara sebagai peredam gejolak. Hal ini dilakukan untuk menjaga daya beli masyarakat dan menjaga stabilitas ekonomi.
Tak hanya dengan optimalisasi peran APBN, sudah seharusnya pemerintah juga memperkuat bantalan kebijakan fiskal dan moneter serta menjaga stabilitas keuangan.
Berbagai paket kebijakan disiapkan untuk melindungi daya beli masyarakat dan menjaga setiap momentum pertumbuhan ekonomi. Masalah ketidakpastian global karena terus meningkatnya ketegangan geopolitik di sejumlah kawasan dan bertahannya suku bunga bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) pada level tinggi dalam waktu yang lama.
Kondisi semacam ini akan membuat arus modal keluar dari negara-negara berkembang, termasuk negara berkembang seperti Indonesia.
Kerentanan ekonomi seperti itu membuat indeks dollar AS menguat dan sebaliknya nilaitukar sejumlah negara melemah, termasuk rupiah.
Ancaman besar adanya peningkatan ketidakpastian secara sederhana akan menekan eskalasi pasar keuangan secara keseluruhan, baik global maupun domestik.
Oleh sebab itu, pemerintah melalui Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) akan terus melakukan asesmen secara forwardlooking atas kinerja perekonomian dan sektor keuangan.
Dalam tinjauan lainnya, upaya pemerintah untuk tetap melanjutkan pemberian insentif fiskal berupa Pajak Pertambahan Nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP) dengan langkah kebijakan perumahan dengan batas atas Rp 2 miliar akan memberi benefit secara lebih luas dan terbuka.
BACA JUGA: Dekonsentrasi Ekonomi Digital Indonesia
Karena ini menggerakkan ekosistem penunjang lainnya seperti pada transportasi kendaraan listrik yang mulai dilirik banyak masyarakat penghuni perumahan. Artinya, suatu potensi market memberi peluang peningkatan pada market lainnya.
Dalam lanskap lainnya pada jasa keuangan, pertumbuhan kredit pada Maret 2024 tercatat 12,4 persen secara tahunan. Capaian ini jelas memberikan nilai yang baik agar serapan target ekonomi Indonesia mampu stabil secara berkala.
Gerak sustainabilitas dari sistem keuangan dan menjaga instrumen kebijakan, baik fiskal, moneter, makroprudensial, maupun mikroprudensial dari masing-masing institusi tetap bisa memberikan arahan yang jelas pada market yang dibangun.
Dengan demikian pemerintah Indonesia pasca Pemilu 2024 memang sudah harus terampil dalam membaca peruntungan ataupun proyeksi yang strategis demi momentum kemajuan ekonomi secara luas dan bermamfaat.
Karena jika satu momen tidak langsung dieksekusi dengan baik maka yang terjadi ialah hilangnya market potensial untuk perkembangan ekonomi Indonesia secara berkelanjutan.
====
Penulis Analis dan Mahasiswa Doktoral Universitas Indonesia
====
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG/posisi lanskap), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]