Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Ada seorang pelukis terkenal di abad ke-20, dari daerah Spanyol bernama Pablo Picasso (1881-1973). Dia dikenal sebagai seorang seniman tekun, kreatif dan senang mempelajari hal-hal baru. Beragam aliran seni lukis dia kuasai, dimulai dari karakteristik seni Spanyol, kemudian Prancis, dengan ragam periode karya sesuai dominasi warna lukisan, seperti periode biru, merah muda, neoklasik dan yang terkenal dari Picasso adalah lukisan kubisme. Sebuah seni lukis yang memperhatikan pola, sudut pandang dan karakteristik kubus, yang sangat kental dalam lukisan. Metode tersebut dituangkan di dalam karya lukisnya berjudul; Guernica (1937).
Pada titik ini, Pablo Picasso telah menambahkan nilai estetis; lewat penelitian dan eksperimen yang kuat, dari karakter patung-patung kuno di semenanjung Iberia dan Afrika. Paling tidak, kita mengerti bahwa Picasso adalah orang yang senang belajar. Itu sebabnya, karyanya tetap bermutu, sekalipun dengan ragam varian gaya dalam lukisan. Dia orang yang senang mencari tahu hal baru, konsisten dan belajar menemukan berbagai kesempatan untuk berkarya, sehingga tidak mengherankan jika Picasso mampu menghasilkan, sekitar 20.000 karya seni selama hidupnya.
Jika kita beralih sejenak, memandang realitas dunia seperti sekarang ini, di tengah pandemi COVID-19, sebenarnya terdapat lukisan kehidupan yang sedang dirangkai, pasca terjadinya pandemi COVID-19. Ya, tentu ada cerita duka, namun, bukan berarti cerita tetang kegembiraan dan nilai perjuangan tak memiliki tempat di dalamnya.
Intinya, setiap peristiwa pastilah memiliki makna yang tersirat. Para penikmat karya lukis, pasti mengerti anjuran penulis ini. Tentu, ada metodenya untu menikmati sebuah karya lukis, caranya yaitu dengan; berdialog sejenak dengan karya tersebut. Belajar untuk menghayati setiap pesan moril yang terdapat di dalamnya. Pengetahuan dan perasaan dipadu, untuk memahami arti indah dari sebuah karya lukis. Begitu pulalah seharusnya nilai kehidupan sekarang ini dimaknai oleh setiap orang.
Untuk menjelaskan hal itu, secara sederhana, penulis ingin berbagi pengalaman, ketika sedang berbincang dengan adik perempuan bernama Elsa Charisma Pandiangan, adik kelas 6 SD yang selalu berprestasi di sekolah. 9 kali juara 1 di kelas. Hebat! Semangat Picasso untuk belajar hal-hal baru, ada di dalam diri Elsa. Nah, selanjutnya, penulis menanyakan pengalamannya ketika mengikuti kegiatan sekolah daring, pergumulan dan sukacita yang dia rasakan selama mengikuti studi, serta pertanyaan penting berikutnya adalah, bagaimana cara dia memaknai “lukisan kehidupan”, yang sedang terjadi belakangan ini. Yapp, realitas yang terjadi di tengah pandemi COVID-19.
BACA JUGA: Sumpah Sakral Pemuda
Penulis sangat senang waktu mewawancarai Elsa. Dia cerdas, memiliki common sense atau kepekaan yang sangat kuat terhadap lingkungan sekitarnya. Metode ini, memang banyak digunakan para filosof alam Yunani, pemikir-pemikir jenius sebelum lahirnya Sokrates. Tidak hanya cerdas dalam mengikuti studi di sekolah, Elsa juga anak yang imajinatif.
Di dalam dunia pendidikan, imajinasi tentu sangatlah diperlukan. Albert Einstein (1879-1955) termasuk ilmuan yang sepakat dengan pentingnya imajinasi selama melangsungkan proses pembelajaran. “Imajinasi lebih penting daripada pengetahuan. Pengetahuan terbatas, sedangkan imajinasi seluas langit dan bumi,” itu kata Einstein.
Bahkan, tak jarang Einstein menambah 2 jam waktu tidurnya, untuk berfikir dan mengimajinasikan setiap pendekatan fisika yang dia pahami. Termasuk ketika jalan santai pulang-pergi ke tempat mengajarnya di Universitas Princeton, New Jersey, Einstein sangat menikmati momen-momen berpikirnya sambil berjalan. Ada masanya Elsa menerapkan hal ini.
Menurut pengakuan Elsa, selama mengikuti studi di sekolah pada masa-masa pandemi, memang terdapat perbedaan yang cukup signifikan, jika dibandingkan pada saat sebelum terjadinya Pandemi COVID-19. Sebelum COVID-19 mewabah, murid-murid di sekolahnya bisa lebih dekat untuk berinteraksi dengan guru. Guru pun bisa lebih detail menjelaskan di dalam kelas.
Belajar bersama-sama dengan teman tentu sangatlah menyenangkan, keseruan itu bertambah ketika mengikuti pelajaran olahraga dan pramuka, sebut Elsa ceria. Sayangnya di masa COVID-19, untuk mematuhi protokol kesehatan, banyak hal yang harus diantisipasi. Belajar kelompok ditiadakan, jadwal masuk sekolah dikurangi dan jumlah siswa/i yang mengikuti pembelajaran juga dibatasi.
Yang menarik dari jawaban Elsa, adik ini melihat bahwa pentingnya pemahaman nasionalisme yang tangguh, rasa cinta terhadap bangsa dan negara selama pandemi berlangsung. Tentu, ini satu hal yang tidak boleh dilupakan dalam pendidikan. Adik Elsa menjelaskan, betapa serunya pengalaman ketika mengikuti upacara di sekolah, apalagi momen-momen perayaan hari besar nasional, seperti perayaan 17 Agustus; berbagai kreativitas siswa/i-pun bermunculan; ada lomba gala tingkat siswa, drumbend, jalekat, tarik tambang, lomba makan kerupuk, lari karung, lomba guli di atas sendok. Seluruhnya merupakan kegiatan psikomotorik, yang membekas di dalam ingatan adik Elsa.
Baginya, momen-momen demikian, termasuk menambah rasa cinta terhadap negara, sekaligus mempererat solidaritas bersama dan kreativitas siswa/i. Usul ini tentu sangat menarik untuk kita cermati bersama, soal pendidikan yang tetap menanamkan solidaritas nasional dan memicu kreativitas untuk cinta tanah air perlu dipikirkan selama pendidikan siswa/siswi berlangsung.
Meski di tengah keterbatasan, hal yang cukup membantu dalam mengikuti pendidikan di sekolah selama Pandemi COVID-19 berlangsung, menurut pengalaman adik Elsa; soal kreativitas guru. Ini merupakan poin penting yang harus terus di dukung.
Menurut Elsa, guru-gurunya cukup kreatif dalam mengajar selama Pandemi; ada guru yang merekam materi sekolah di dalam VC (voice note) What’s app, ada yang merekam video di dalam chanel Youtube dan ada pula guru, yang menghubungi muridnya secara personal melalu berbagai sarana komunikasi. Hebat! begitulah guru seharusnya bertindak. Menjadi teladan dan peduli dengan murid-muridnya.
Menurut pengalaman adik Elsa, metode pelajaran yang diterapkan kepada mereka, dengan sistem tematik jelas cukup membantu dalam memahami keseluruhan tema pelajaran. Yang dimaksud dengan Pembelajaran tematik, merupakan pembelajaran yang menggunakan tema dalam mengaitkan beberapa mata pelajaran, sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa/i (Effendi, 2009: 129).
Elsa pun mengakui, ada kalanya dia tidak memahami materi bacaan, yang menurutnya terlalu rumit untuk dipahami. Apalagi, tugas-tugas sekolah ternyata cukup banyak jumlahnya selama Pandemi berlangsung. Untungnya, dia inisiatif untuk menghubungi guru pembimbing mata pelajaran tersebut, sehingga komunikasi dua arah terjadi.
Di sini, kedekatan guru terhadap siswa/i menjadi kuncinya, sekaligus pemberian tugas untuk siswa tetu haruslah proporsional. Memperhatikan kesanggupan anak dalam mengerjakannya, atau bahkan mengubahnya menjadi kegiata praktikum yang bisa memicu kreativitas dan keingintahuan siswa. Jangan sampai anak jenuh belajar.
Elsa menceritakan kepada penulis, terkadang lebih mudah baginya memahami sebuah novel daripada buku paket bacaan. Elsa pernah membaca beberapa novel, dan hal itu memicu daya imajinasi dan kreativitasnya. Hal serupa sebenarnya sering dilakukannya selama membaca buku-buku materi pembelajaran.
Seperti yang dilakukan Einstein, mengimajinasikan ilmu pengetahuan. Sayangnya, kesulitan bahasa di dalam buku paket yang cukup rumit, sering membatasi kemampuannya untuk berimajinasi dan mengingat pelajaran dengan menyenangkan.
Untuk rekomendasinya terhadap semua peserta didik yang sedang mengikuti pembelajaran online, Elsa berpesan, seandainya pembelajaran daring masih berlangsung, dia berharap agar setiap anak di Indonesia tetap semangat belajar. Jangan sungkan untuk bertanya kepada orang tua dan guru.
Selain itu, jangan terlalu sering bermain game online, kegiatan produktif yang menambah kreativitas perlu untuk dilakukan, seperti membantu orang tua mengerjakan pekerjaan rumah, membaca berbagai buku anak, membuat praktikum atau eksperimen dari kertas origami, bercocok tanam di sekitar pekarangan rumah, membuat kripik sayur, menjaga kebersihan lingkungan rumah dan tetap mematuhi protokol kesehatan.
Hal yang tak kalah penting bagi Elsa Charisma Pandiangan, adalah agar setiap siswa/i tetap berdoa di masa sulit ini. Tetap mengandalkan Tuhan dalam segala hal. Dari pesannya itu, bisa disimpulkan bahwa Elsa tentu anak yang cerdas, tidak hanya cerdas secara inteligensi (IQ), namun juga stabil dari aspek emosi (EQ) dan kuat spitirualitasnya (SQ).
Itu berarti, di tengah situasi sulit sekalipun, tentu ada hal positif yang bisa dipelajari. Bahwa, hidup harus terus berlanjut, berjuang dan berusaha sebaik mungkin, memanfaatkan setiap potensi yang ada. Di dalam dunia pendidikan saat ini, tentu kerjasama guru dan orang tua sangatlah perlu untuk memperhatikan tumbuh dan kembangnya anak. Persis seperti pengalaman yang di alami Elsa Charima. Siswi berprestasi dari salah satu SD di Kabupaten Samosir, Sumatera Utara. Begitulah lukisan kehidupan untuk generasi masa depan Indonesia perlahan dirangkai kembali.
Di dalam dunia lukisan, pengalaman serupa juga pernah terjadi. Vincent Van Gogh (1853-1890), seorang pelukis miskin dari Belanda, yang sempat mengalami depresi karena lukisannya tak kunjung mendapatkan pelanggan. Di masa-masa sulitnya, adik Van Gogh bernama Theo Van Gogh bersama istrinya terus mendukung kakaknya Van Gogh, memotivasi, membantu membelikan kuas, cat dan kanvas untuk kakaknya Van Gogh. Namun naas, lukisannya tak kunjung laku sampai kematian Van Gogh.
Belasan tahun setelah kematian pelukis itu, akhirnya banyak pemerhati karya lukis yang tersadar, bahwa kualitas lukisan Van Gogh melampaui kualitas lukisan se-zamannya. Banyak lukisannya yang laku ratusan juta dollar, beberapa lukisan terkenal seperti; Portrait of Dr. Gachet, The Starry Night, dan The Potato Eaters. Itu semua berkat orang-orang yang ada di sekelilingnya, yang mendukung, memberikan warna cerah di dalam lukisan kehidupan Van Gogh, dengan terus berpengharapan pada Tuhan sebagai pemilik semesta.
====
Penulis Mahasiswa Magister FISIP USU.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]