Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta - Jaksa KPK menelisik tentang pertemuan di Ruko Fatmawati terkait proyek e-KTP. Salah seorang saksi mengaku mendapatkan gaji setiap bulan.
"Bisa ceritakan kegiatan di Ruko Fatmawati?" tanya jaksa KPK Eva Yustisia pada Komisaris PT Softorb Technology Indonesia Mudji Rachmat Kurniawan dalam sidang lanjutan perkara korupsi proyek e-KTP dengan terdakwa Setya Novanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (19/2/2018).
Mudji mengaku tahu tentang Ruko Fatmawati ketika PNRI (Percetakan Negara Republik Indonesia) mengikuti uji petik dalam proyek e-KTP. Dia menyebut ada banyak orang yang datang di Ruko Fatmawati.
"Saya tahu Ruko Fatmawati dari PNRI pas ikut uji petik. Di ruko banyak mendengarkan presentasi dari perusahaan saja. Banyak sekali karena saya baru di sana. Saya hanya presentasikan uji petik proses biometrik dan lainnya," ucap Mudji.
Selama di Ruko Fatmawati, Mudji mendapatkan gaji Rp 5 juta per bulan. Dia menyebutkan gaji itu diperoleh dari Andi Agustinus alias Andi Narogong.
"Siapa gaji saudara?" tanya jaksa.
"Pak Andi Narogong," kata Mudji.
Jaksa menanyakan apa kepentingan Andi sampai menggaji Mudji setiap bulan. Mudji menyebut kepentingannya berkaitan dengan bagian konsorsium PNRI.
"Jadi gini ketika di sana tidak sendiri ada Pak Johanes Tan. Ini inisiatif lain memberi gaji tapi saya terima dari pemilik Ruko (Andi Narogong) mereka punya kepentingan ini," ucap Mudji.
"Kepentingan apa?" tanya jaksa kembali.
"Ingin menjadi bagian konsorsium," ucap Mudji.
Diketahui, Tim Fatmawati merupakan konsorsium penggarap e-KTP ini. Konsorsium tersebut terdiri atas Perum PNRI, PT LEN Industri, PT Quadra Solution, PT Sucofindo, dan PT Sandipala Artha Putra.
Dalam perkara ini, Novanto didakwa melakukan intervensi dalam proses penganggaran dan pengadaan barang/jasa proyek e-KTP. Novanto juga didakwa menerima aliran uang sebesar USD 7,3 juta melalui keponakannya, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, dan orang kepercayaannya, Made Oka Masagung.
Sedangkan, Andi Narorong yang disebut Nazaruddin telah divonis dalam perkara yang sama. Andi dihukum 8 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. Selain itu, hakim juga membebani Andi membayar uang pengganti USD 2,5 juta dan Rp 1,186 miliar. dtc