Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta. Pengobatan dengan menggunakan produk herbal saat ini semakin meningkat. Namun belum banyaknya produk herbal yang teruji klinis yang membuat kemajuannya kurang pesat.
Menurut Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Prof Dr Enny Sudarmonowati, ada banyak sekali kajian ilmiah mengenai herbal dan pemanfaatannya. Namun, hanya 21 produk lah yang teruji klinis, atau disebut fitofarmaka.
"Masih sangat kurang," tegasnya usai Seminar Pengembangan dan Aplikasi Produk Herbal Indonesia di Swiss German University (SGU), Alam Sutera, Tangerang, Kamis (26/4).
"Padahal kalau kita lihat dari berapa puluh ribu spesies tumbuhan di Indonesia sangat jauh sekali," lanjutnya.
Hal tersebut pun dibenarkan oleh Direktur Standarisasi Produk Pangan BPOM, Drs Tepy Usia, Apr, MPhil, PhD. Diakuinya, saat ini baru ada 21 produk fitofarmaka.
"Fitofarmaka itu obat herbal tanpa bahan kimia tetapi sudah diekstraksi, difraksinasi, dibuat standarisasi yang benar, diuji pre klinik, diuji klinik dan bisa bersaing dengan obat kimia lain," jelas Tepy.
Tepy menyebutkan produk herbal ada tiga kategori, yaitu jamu, obat herbal terstandar (OHT), dan fitofarmaka. Ada lebih dari 8.000 jenis jamu, sedangkan baru 64 produk yang sudah melalui uji preklinis dan mendapat label OHT. (dth)