Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Wakil Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Hariyono mengatakan pihaknya berencana koordinasi dengan kementerian dan lembaga untuk menerapkan program orientasi kebangsaan. Itu disampaikan Hariyono saat membahas soal anggota polisi di Jambi yang diduga terpapar radikalisme.
"Kami punya rencana koordinasi antara lembaga-lembaga dan kementerian dalam melakukan orientasi kebangsaan. Salah satu orientasi kebangsaan itu adalah memberikan wawasan Pancasila dengan cara-cara kita. Dengan begitu, kita tidak sekadar menyalahkan mereka," kata Hariyono usai mengikuti Upacara Hari Kelahiran Pancasila di Gedung Pancasila, Kementerian Luar Negeri, Jakarta Pusat, Jumat (1/6).
Hariyono menuturkan wacana Pancasila telah hilang dari perbincangan publik usai reformasi. Salah satu dampaknya, jelas Hariyono, adalah hilangnya rasa cinta Pancasila termasuk di kalangan aparatur sipil negara (ASN).
"Karena harus kita akui, bahwa pasca reformasi, wacana Pancasila itu hilang dari ruang publik, termasuk ASN. Yang awalnya disumpah harus setia dengan Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, kadang-kadang alpa," ujar dia.
"Ini tanggung jawab kita bersama, bagaimana mengajak saudara-saudara kita kembali ke rumah kita yang sama yaitu Pancasila," sambung Hariyono.
Dia melanjutkan, langkah teknis dari orientasi kebangsaan adalah dengan mengadakan dialog, pendidikan dan pelatihan (diklat) dan acara-acara yang menumbuhkan rasa solidaritas seperti bakti sosial.
"Model (kegiatan orientasi kebangsaan) beragam, kami sesuaikan dengan konteks dan problem yang ada di kementerian dan lembaga," tutur dia.
Bripka NL ditangkap oleh Bidang Propam Polda Jambi pada Senin (28/5) kemarin. Dia diduga terpapar paham radikal. Kapolri Jenderal Tito Karnavian sebelumnya menuturkan Polda Jambi sedang mendalami apakah Bripka NL bagian dari jaringan teroris atau sekadar simpatisan paham radikal.
"Bukan, bukan terorisme. Tapi dia diduga mulai agak terkena ideologi teroris. Tapi sekarang lagi di-assessment dulu, apakah dia ini bagian dari jaringan atau sekedar simpatisan atau sekedar main-main," ujar Tito di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu (30/5). (dtc)