Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Sepanjang lebih dari empat tahun berjalan, Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) telah mendorong akses pelayanan kesehatan ke taraf yang lebih baik. Kendati, keberlanjutan (sustainibilitas) program tersebut, saat ini masih menjadi PR besar yang harus dipecahkan bersama.
Deputi Direksi BPJS Kesehatan Wilayah Sumut dan Aceh, Mariamah mengatakan, ada sejumlah penyebab terjadinya defisit Dana Jaminan Sosial (DJS) yang dikelola BPJS Kesehatan. Pertama, sebut dia, karena iuran saat ini belum sesuai dengan perhitungan oleh aktuaria Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN).
Padahal ujar dia, program JKN-KIS menggunakan pendekatan dan prinsip anggaran berimbang, dimana pendapatan dan pengeluaran harus sama, sehingga kondisi ini menyebabkan biaya per orang-per bulan lebih besar dibanding iuran per orang per bulan.
"Sebetulnya titik masalahnya terletak di besaran iuran saat ini yang belum sesuai dengan hitungan aktuarial. Meski besaran iuran Program JKN-KIS saat ini masih dalam posisi underpriced (terlalu mahal), pasti akan ada resistensi dari sebagian masyarakat apabila dilakukan penyesuaian iuran," ungkapnya, Jumat (21/9/2018).
Selain itu jelas Mariamah, juga terjadi perubahan morbiditas penduduk Indonesia. Jumlah penduduk yang sakit terus meningkat dari waktu ke waktu. Hal ini terjadi karena belum optimalnya upaya pembangunan kesehatan masyarakat.
Sampai dengan Agustus 2018, papar Mariamah, pengeluaran BPJS Kesehatan untuk membiayai penyakit katastropik mencapai Rp 12 triliun atau sekitar 21,07% dari total biaya pelayanan kesehatan. Padahal berbagai penyakit katastropik tersebut sangat bisa dicegah melalui penerapan pola hidup sehat.
"Oleh karena itu, BPJS Kesehatan juga fokus untuk menjaga masyarakat yang sehat tetap sehat melalui berbagai program promotif preventif yang dilaksanakan. Sementara bagi masyarakat yang berisiko menderita penyakit katastropik seperti diabetes melitus dan hipertensi, dapat mengelola risiko tersebut melalui Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) yang juga merupakan bagian dari upaya promotif preventif," jelasnya.
Untuk itu, sambung Mariamah, sejumlah upaya sudah dilakukan BPJS Kesehatan untuk mengendalikan defisit. Sesuai dengan hasil Rapat Tingkat Menteri beberapa waktu yang lalu, strategi yang dilakukan antara lain suntikan dana dan optimalisasi tata kelola Program JKN-KIS.
"Selain itu, juga dilakukan optimalisasi manajemen klaim dan mitigasi fraud, penguatan peran BPJS Kesehatan dalam strategic purchasing, optimalisasi peran FKTP sebagai gate keeper, dan penguatan efisiensi operasional," imbuhnya.
Mariamah menambahkan, sampai dengan 31 Agustus 2018, jumlah peserta JKN-KIS di Provinsi Sumut telah mencapai 10.288.528 jiwa atau sekitar 69,74%. Dalam hal memberikan pelayanan kesehatan, BPJS Kesehatan mengaku telah bekerja sama dengan 1.227 FKTP (Puskesmas, Klinik dan Dokter Praktik Perorangan), 139 rumah sakit (termasuk di dalamnya klinik utama), 104 apotek, dan 49 optik se wilayah provinsi Sumut.