Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batang Toru pada kawasan Batang Toru di Sipirok dan Marancar, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, baru akan beroperasi sekaligus memasok 510 MW daya listrik ke sistem kelistrikan Sumut pada Agustus 2022.
Hal itu sekaligus mengklarifikasi informasi yang beredar selama ini jika PLTA Batang Toru yang memanfaatkan aliran sungai Batang Toru itu, disebutkan beroperasi pada 2020.
Namun manajemen PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE) selaku pengelola PLTA Batang Toru 510 MW, tidak menyebutkan hal itu sebagai bentuk dari molornya target operasi.
Senior Advisor Lingkungan PT NSHE, Agus Djoko lsmanto Adji, mengatakan, pengoperasian pada Agustus 2022 itu melihat progres pembangunan yang ada saat ini. Proges bendungan misalnya masih 9%.
"Bendungan sedang dibangun dan bangunan permanen lainnya termasuk pembukaan akses jalan, masih dalam tahap awal-awal," kata Agus Djoko Ismanto pada media briefing dipandu moderator Wimar Witoelar di Hotel Aryaduta Jalan Maulana Lubis Medan, Rabu (30/1/2019).
PT NSHE mengklaim pembangunan PLTA Batang Toru saat ini dan bahkan pengoperasiannya nanti, diikuti dengan menjaga kelestarian alam sungai Batang Toru dan sekitarnya, sebagai sumber ketersediaan pasokan air yang sangat diperlukan bagi operasional pembangkit.
Selain itu, PLTA Batang Toru juga disebutkan didesain ramah lingkungan dengan memanfaatkan aliran sungai tanpa daerah genangan yang luas. "Luas lahan untuk genangan yang kami perlukan hanya 90 Ha, tidak 9.600 Ha sebagaimana yang beredar selama ini," katanya.
Disebutkan PLTA Batang Toru merupakan proyek strategis nasional untuk mencapai pembangunan pembangkit listrik 35.000 MW di Indonesia. PLTA Batang Toru untuk mengurangi peran pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) pada saat beban puncak di Sumut.
Bahkan kehadiran PLTA Batang Toru disebutkan akan mendukung pengurangan emisi karbon nasional sebagai langkah kongkrit implementasi Kesepakatan Paris. Proyek ini akan memberikan kontribusi pengurangan emisi karbon sebesar 1,6-2,2 MTon/tahun atau sebesar 4% dari target nasional.
PLTA Batang Toru tidak pada kawasan hutan, tetapi masuk dalam kawasan Areal Penggunaan Lain (APL). Hal itu dapat dilihat dari jenis vegetasi yang tumbuh di lokasi yang didominasi pohon karet.
Menurut Agus Djoko lsmanto, proyek PLTA Batang Toru secara fundamental akan mempertahankan dan selalu ikut program kelestarian kawasan yang menghasilkan air sebagai bahan baku operasinya.
Karena itu, kata Agus Djoko Ismanto, secara alami pembangunannya tetap mengedepankan pentingnya mempertahankan kelestarian keragaman hayati termasuk satwa di wilayah Batang Toru.
Agus juga menambahkan bahwa PLTA Batang Toru merupakan pembangkit energi terbarukan, yang pembangunannya sudah melalui kajian-kajian mendalam sesuai persyaratan nasional dan intemasionai.
"Tidak hanya melakukan AMDAL, kami juga telah melaksanakan kajian Environmental and Social Impact Assessment (ESIA), yang menjadikan kami PLTA pertama di indonesia yang melaksanakan Equatorial Principle," tambah Agus.
Dikatakan lagi, proyek memerlukan lingkungan yang mendukung sebagai penyimpan air secara alamiah. Dalam hal ini, PLTA Batang Toru menerapkan sistem run off river hydropower sehingga tidak perlu menampung air dalam jumlah banyak.
Namun air akan tetap mengalir ke hilir selama 24 jam. Jadi aliran sungai tidak terganggu dengan adanya bendungan karena air tetap akan dilepas terus menerus," kata Agus.
Menurut Tenaga Ahli PT NSHE untuk Desain Bendungan, Kegempaan dan Terowongan Didiek Djarwadi, PLTA Batang Toru dibangun tidak di atas sesar dan dibangun untuk tahan gempa dengan mengadopsi praktek terbaik dari ketentuan nasional dan intemasional terbaru yang berlaku, seperti pedoman untuk desain dan pelaksanaan bendungan beton dari Balai Bendungan, dan international Commission on Large Dams (ICOLD).
"PLTA Batang Toru telah memiliki kajian-kajian gempa yang dipersyaratkan termasuk geologi dan geofisika, termasuk Seismic Hazard Assessment dan Seismic Hazard Analysis," kata Didiek.
Jika bendungan dibangun sesuai standar dipersyaratkan maka bangunan tersebut akan tahan gempa. Contohnya, PLTA Singkarak yang berjarak 2 km dari sesar aktif dan didesain untuk tahan gempa sesuai besaran potensi gempa di sana, tidak mengalami kerusakan saat terjadi gempa di Sumatera Barat pada 2007 dengan magnitude lebih besar dari prediksi," Lanjut Didiek.
Sementara itu, Pengendali Ekosistem Hutan Ahli Muda, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara Fitri Noor menyebutkan bahwa area pembangunan PLTA Batang Toru berstatus APL.
Meskipun demikian, pihak PLTA Batang Toru tetap berperan aktif menjaga keragaman hayati termasuk Orang Utan. Dalam hal ini PLTA Batang Toru melakukan juga studi populasi Orang Utan dan satwa liar lainnya yang berkoordinasi dan dipandu BBKSDA dan Balai Litbang LHK.
Fitri Noor juga menambahkan bahwa BBKSDA, sesuai arahan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, telah membentuk Tim Monitoring untuk memastikan dampak pembangunan PLTA Batang Toru terhadap populasi orangutan dan satwa liar lainnya.
“Tim monitoring juga telah menemukan beberapa strategi untuk meminimalisir dampak negative pembangunan PLTA Batang Toru pada populasi orangutan dan satwa liar lainnya”. Ujamya.
PT NSHE mengantisipasi dampak terhadap satwa liar termasuk individu orang utan yang mungkin lewat (menjelajah) wilayah sekitar proyek PLTA Batang Toru, yakni dengan memberlakukan kebijakan "zero to/elance" (tidak ada toleransi) terhadap kepemilikan satwa liar kepada semua pekerja dan tamu. Kemudian memberikan panduan perilaku jika berjumpa satwa liar dilokasi proyek.
Selain itu, memantau sepanjang hari keberadaan satwa liar di lokasi dan memberlakukan mekanisme "Stop work procedure" apabila keberadaan satwa membahayakan sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, perusahaan melaporkan dan berkoordinasi dengan BBKSDA, bila diperlukan tindakan terhadap satwa liar. Membangun jembatan arboreal untuk memfasilitasi satwa arboreal melintasi areal terbuka akibat proyek.