Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Beijing. Seorang penulis terkenal asal Cina menyebut bahwa negaranya merupakan ancaman bagi seluruh dunia.
Menurut Liao Yiwu, penulis pengkritik pemerintah Cina itu, akan lebih baik bagi umat manusia jika Cina terbagi menjadi menjadi 10 negara atau lebih.
"Impian saya adalah bahwa Cina terbagi menjadi 10 atau lebih negara. Karena Cina saat ini adalah ancaman bagi seluruh dunia," ujarnya seperti dikutip kantor berita AFP, Sabtu (6/4/2018). Hal ini disampaikannya di saat buku terbarunya "Bullets and Opium" dirilis di Prancis.
Liao pernah dipenjara karena menulis puisi berjudul "Pembantaian" tentang aksi protes di Lapangan Tiananmen. Buku terbarunya "Bullets and Opium" telah dilarang beredar di Cina. Buku tersebut mengangkat kisah-kisah puluhan korban pembantaian di Tiananmen, ketika pasukan Cina membunuh ribuan demonstran pro-demokrasi di Beijing pada tahun 1989 silam. Pembantaian yang juga dikenal sebagai "Insiden 4 Juni" itu merupakan hal yang sangat tabu di Cina.
Liao telah mengasingkan diri ke Berlin, Jerman sejak tahun 2011. "Kembali ke Cina bukan masalah besar bagi saya. Saya ingin kembali ke kampung halaman saya di Sichuan -- ketika negara itu merdeka. Maka saya akan senang untuk kembali," ujar pria tersebut.
Liao mengatakan, dirinya sangat pesimistis akan negaranya di bawah pemerintahan otoriter Presiden Xi Jinping. "Tiga puluh tahun lalu, kami pikir kami bisa berkembang menuju demokrasi. Saat ini, semuanya adalah soal menghasilkan uang," cetus Liao.
Liao pun bersikeras bahwa Tiananmen merupakan titik balik yang besar dalam sejara Cina baru-baru ini. "Bagi saya, juga untuk semua Cina, itu adalah momen bencana," tutur pria berumur 60 tahun itu.
"Anda tak bisa menyebut pembantaian itu di Cina, itu tabu. Perjuangan saya adalah membuat kebenaran tentang apa yang terjadi diketahui oleh sebanyak mungkin orang," tandasnya. Dikatakannya, tiga dekade telah berlalu sejak pembantaian Tiananmen, namun "kita masih belum tahu jumlah pasti korban."
Kelompok-kelompok HAM meyakini bahwa antara 2.600 dan 3.000 orang tewas setelah sekitar 200 ribu tentara dikerahkan untuk mengepung Beijing dalam peristiwa pembantaian di Tiananmen. (dtc)