Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta - Pakar Ekonomi dan Perbankan Universitas Pasundan, Acuviarta Kartabi mewanti-wanti Gubernur Jabar Ridwan Kamil dalam pemilihan direksi Bank BJB yang baru. Jangan sampai menimbulkan persoalan seperti kasus kredit fiktif Bank BJB Syairah.
Rapat umum pemegang saham (RUPS) Bank BJB akan dilaksanakan pada 30 April mendatang. Emil sapaan Ridwan Kamil harus menunjuk sosok profesionalitas dan rekam jejak perbankan positif di samping aspek politis.
"Kita tahu kasus BJBS, mantan politisi yang dipaksakan jadi pimpinan direksi. Sehingga ya (Bank BJB Syariah) tidak berjalan secara optimal," kata Acuviarta via telepon genggam, Minggu (28/4/2019).
Menurutnya, perlu pertimbangan terukur menentukan direksi BUMD Pemprov Jabar ini. Direksi Bank BJB idealnya diisi oleh kandidat berpengalaman yang pernah mengisi jabatan serupa di perbankan lain.
"Misal perlu direksi yang pernah menjabat direksi, atau setidaknya setingkat di bawah direksi. Intinya punya jam terbang dan rekam jejak yang paham dengan bisnis perbankan," tuturnya.
Ia juga mengingatkan soal latar belakang calon-calon direksi Bank BJB yang harus bersih dari persoalan hukum. Verifikasi bisa dilakukan melalui catatan OJK, PPATK dan aparat penegak hukum.
"Jangan sampai, pernah ada kejadian, direksi yang diangkat, tapi tak lolos test OJK," ujar Acuviarta.
Dia menyarankan komposisi direksi Bank BJB bisa berasal dari internal dan eksternal. Sehingga, sambung dia, bisa lahir inovasi-inovasi baru yang belum pernah dilakukan di Bank BJB.
Kandidat eksternal direksi yang dipilih bisaberasal dari perbankan yang kelasnya di atas Bank BJB.
"Credit value kalau ada calon eksternal dari bank yang levelnya di atas. Itu harus jadi satu pertimbangan yang utama. Di perbankan biasalah saling membajak direksi," ucapnya
Selain itu, Acuviarta menyoroti komposisi komisaris Bank BJB. Perombakan direksi dengan alasan untuk meningkatkan kinerja harus diikuti hingga level komisaris.
"Sehingga kalau ingin meningkatkan dan mengevaluasi kinerja, maka itu juga melekat pada komisaris. Logisnya menurut saya, kalau direksi diganti, harusnya komisaris juga menjadi bahan pertimbangan untuk diganti," tutur Acuviarta. dtc