Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Melantainya Uber di bursa saham New York merupakan penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) yang paling ditunggu-tunggu. Betapa tidak, Uber merupakan startup dengan valuasi terbesar di dunia, mencapai USD 72 miliar atau sekitar Rp 1.031 triliun.
Melantainya Uber di bursa saham juga merupakan IPO terbesar yang dilakukan perusahaan AS sejak IPO Facebook tujuh tahun silam.
Tapi sayangnya debut Uber di bursa saham tidak sesuai perkiraan. Startup ride hailing ini awalnya menaruh harga USD 45 per lembar untuk target valuasi sebesar USD 82,4 miliar.
Tapi saat pasar dibuka pada hari Jumat (10/5) nilai saham Uber dibuka turun menjadi USD 42 per lembar. Saat pasar ditutup, nilainya makin turun menjadi USD 41,57 atau turun sekitar 7,6% dari harga IPO.
Menurut professor University of Florida yang juga pengamat IPO, Jay Ritter, investor yang membeli 180 juta lembar saham dengan harga USD 45 secara keseluruhan mengalami kerugian hingga USD 618 juta. Ini merupakan kerugian terbesar yang pernah dialami perusahaan yang melakukan IPO sejak tahun 1975, seperti dikutip dari Fortune, Sabtu (11/5/2019).
Bahkan, dalam hal penurunan harga saham, IPO Uber menempati peringkat sembilan sebagai performa hari pertama terburuk yang pernah dialami perusahaan.
Tapi, Uber tetap berhasil mengumpulkan USD 8,1 miliar di neraca keuangan mereka yang bisa digunakan untuk mengembangkan perusahaannya dan menjadi bisnis yang menguntungkan.
Ke mana pergerakan saham Uber setelah debut ini tentu tidak bisa dipastikan. Rival Uber di AS, Lyft yang baru ini juga melakukan IPO, mengakhiri debutnya dengan positif tapi belakangan ini nilai sahamnya terus turun hingga 15%. Sedangkan Facebook dulunya juga debut di bursa saham dengan tertatih-tatih tapi kemudian berhasil bangkit.(dtn)