Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Nama Umar Manik di tahun-tahun 90-an cukup dikenal di Indonesia, khususnya di Sumatara Utara. Pawang monyet hutan Sibaganding, Kabupaten Simalungun ini, dikenal karena memilih jalan hidup yang tak lazim. Sejak tahun 1980-an ia dan keluarganya menetap di rimbunan hutan Sibaganding. Ia hidup
bersama kawanan monyet dan menjadi bagian dari keluarga mereka.
Seiring perjalanan waktu, ia pun menjadi pawang sekaligus "bapak angkat" kawanan monyet itu. Maklum, seiring dengan menipisnya sumber makanan monyet di hutan itu, Umar turun tangan memberi makan kawanan satwa liar itu. Dengan terompet yang terbuat dari tanduk kerbau, ia bisa memanggil kawanan monyet itu dari hutan.
Karena keunikan itulah yang mendorong sineas Medan, Onny Kresnawan mengangkat kisah Umar Manik dan keluarganya dalam sebuah film dokumenter berjudul "Siapa Lebih Monyet Daripada Monyet" (SLMDM).
"Film ini adalah film dokumenter berdurasi satu jam. Proses penggarapannya sudah berjalan sejak 2017," kata Onny kepada medanbisnisdaily.com, Kamis (30/1/2020).
Onny menjelaskan, cerita film dibangun dan direkam dari kehidupan keseharian unik karakter Datim Manik, yang meneruskan cara hidup sepeninggalan ayahnya Umar Manik, sebagai Pawang Monyet di Sibaganding, Simalungun sejak tahun 1980an. Dari "meminjam" kisah hidup dan pergaulan Datim dengan para monyet dan siamang di kawasan wisata Danau Toba itu, saya menelisik banyak cerita menarik dari sisi human interest, lingkungan hidup dan dunia kepariwisataan hingga kisah-kisah ironi lain yang terjadi.
Saat ini saya dan tim mengerjakan film SLMDM dengan cara swadaya. Untuk menyempurnakan film hinga ke layar tonton yang lebih luas, baik ke jaringan bioskop nasional dan berbagai festival film internasional, saya tengah membutuhkan kehadiran seorang executive produser maupun co.produser, baik bersifat perorangan atau kelembagaan yang bisa diajak bersinergi.
Onny pun mengisahkan secara khusus sosok Umar Manik yang menginspirasinya itu. Sebelum menemui ajalnya pada sang khalik, kurang lebih 5 bulan lalu, Umar Manik pun sudah banyak berbagi kisah, bagaimana perjuangannya di awal tahun 80-an membuat penangkaran monyet di Sibaganding, Simalungun.
Salah satu upayanya sebagai pawang monyet, Umar Manik punya cara khas memanggil gerombolan monyet ke dalam hutan kembali agar tak berkeliaran di jalanan dalam mengkais sisa makanan manusia, akibat hutan terus tergerus. Meski konsekwensinya ia sendiripun tak punya stock pangan yang cukup buat kehadiran monyet-monyet itu.
"Semangat merawat lingkungan yang pernah dilakukan Umar manik mengalir pada anaknya, Datim Manik. Kawasan hutan tempat habitat monyet itu kini dinamai Monkey Forest Sibaganding," ujar Onny.