Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Kabar mengenai perbudakan anak buah kapal (ABK) warga negara Indonesia (WNI) di kapal berbendera Cina mendapat simpati pihak-pihak lintas negara. Pemerintah Republik Rakyat China (RRC) menepis laporan sejumlah media massa mengenai isu itu.
Hal ini disampaikan oleh Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Zhao Lijian, dalam jumpa pers reguler tertanggal 11 Mei waktu setempat, diakses dari situs Kementerian Luar Negeri China, Selasa (12/5/2020).
"Sampai saat ini, nampaknya beberapa laporan media tidak faktual," kata Zhao Lijian.
Zhao menjelaskan pihaknya menjalin komunikasi dengan pihak Indonesia untuk menindaklanjuti isu ini. Cina mengaku serius menyikapi kabar yang pertama terkuak di Korea Selatan ini.
Isu eksploitasi di kapal pencari ikan asal Cina itu menghebohkan publik lintas negara lewat pemberitaan MBC News dari Korea Selatan berjudul 'Bekerja 18 Jam Sehari... Dibuang ke Laut Jika Meninggal'. Pemberitaan itu sampai ke publik Indonesia usai YouTuber Jang Hansol membuat ulasannya dalam bahasa Indonesia.
Di Indonesia sendiri, berita pelarungan jenazah ABK WNI dari kapal Cina sudah tersiar sejak Februari. Namun pada bulan ini, ternyata diketahui tidak hanya satu orang ABK WNI saja yang jenazahnya dilarung ke laut, tapi ada tiga orang yang meninggal dan dilarung ke laut. Satu orang ABK WNI meninggal sesampainya di Busan, Korea Selatan.
Sebanyak 14 ABK WNI selamat di Busan Korea Selatan. Mereka melaporkan eksploitasi di kapal mereka kepada aparat Korea Selatan (coast guard Korea Selatan). Kini mereka sudah sampai di Indonesia.
Pihak yang melakukan pendampingan secara hukum di Korea adalah Advokat untuk Kepentingan Publik (APIL), berkoordinasi dengan Yayasan Keadilan Lingkungan (EJF) yang berbasis di Inggris. Dari pihak Indonesia, ada Dalimunthe & Tampubolon (DNT) Lawyers yang menjadi pengacara para ABK itu.
DNT Lawyers menyampaikan ada 11 bentuk eksploitasi yang dialami para ABK kapal bernama Long Xing 629 itu. Mereka diberi makanan tidak layak berupa ayam yang sudah 13 bulan berada di freezer, sayuran tidak segar, hingga umpan makan ikan yang berbau. Makanan itu membuat keracunan. Para ABK minum air laut yang telah disuling namun masih asin dan tidak layak dikonsumsi.
ABK Indonesia bekerja 18 jam sehari, bahkan hingga 48 jam tanpa istirahat bila tangkapan ikan sedang belimpah. ABK WNI mengalami kekerasan fisik dari wakil kapten kapal serta ABK Cina. Kerja keras, makanan tidak layak, dikerasi secara fisik, gajinya kecil pula. Bukan hanya gaji kecil, tapi gaji juga tidak dibayarkan penuh selama tiga bulan.
"Pembayaran gaji tidak sesuai kontrak. ABK tidak mendapatkan haknya sesuai perjanjian. Ada ABK yang hanya mendapatkan USD 120 atau Rp 1,7 juta setelah bekerja selama 13 bulan. Padahal seharusnya ABK berhak mendapatkan minimum 300 USD setiap bulan," kata DNT Lawyers.
Menteri Luar Negeri Retno Lestari Priansari Marsudi telah menemui 14 ABK WNI yang sudah sampai di Indonesia. Retno mendengar keluhan mengenai gaji yang tidak dibayarkan hingga bekerja di luar batas kemanusiaan.
"Beberapa informasi awal yang kita peroleh antara lain, pertama, terdapat permasalahan gaji sebagian dari mereka belum menerima gaji sama sekali, sebagian lainnya menerima gaji namun tidak sesuai dengan angka yang disebutkan di dalam kontrak yang mereka tanda tangani," kata Retno dalam konferensi pers virtual, Minggu (10/5).
Polri juga menyelidiki indikasi eksploitasi di Kapal Long Xing 629. Pihak polri telah memeriksa 14 ABK WNI itu.
"Sementara ada indikasi telah terjadi eksploitasi di kapal tersebut dari kesaksian 14 crew kapal, sebagai bukti awal untuk kami follow up," kata Kasubdit III Ditipidum Bareskrim Polri Kombes John W Hutagalung, saat dikonfirmasi, Minggu (10/5).(dtc)