Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Siberia sedang mengalami fenomena gelombang panas berkepanjangan. Biasanya, keadaan ini berlangsung setiap 80.000 tahun sekali.
Para ahli mengungkapkan bahwa keadaan ini 600 kali disebabkan oleh perubahan iklim. Diberitakan CNN, gelombang panas berkepanjangan di Siberia dimulai dari Januari hingga Juni kemarin, suhu rata-ratanya 5 derajat Celcius lebih tinggi dari keadaan normal.
Oleh karena itu, keadaan ini hampir mustahil jika bukan karena perubahan iklim yang disebabkan manusia. Kota Verkhoyansk di Rusia mencatat suhu 38 derajat C pada bulan Juni, rekor suhu terpanas untuk wilayah Arktik.
Suhu panas di wilayah Rusia memicu kebakaran hutan yang meluas pada bulan Juni. Kejadian ini berkaitan erat dengan pelepasan sekitar 56 juta ton karbon dioksida, lebih dari emisi tahunan beberapa negara industri seperti Swiss dan Norwegia.
Panas di Siberia juga mempercepat pencairan permafrost atau tanah beku. Sebuah tangki minyak yang dibangun di atas tanah beku runtuh pada bulan Mei yan mengakibatkan tumpahan minyak terburuk di wilayah tersebut.
Dalam sebuah studi yang dirilis Rabu, tim peneliti internasional menemukan bahwa panas yang berkepanjangan seperti yang dialami wilayah Arktik tahun ini hanya akan terjadi dalam setiap 80.000 tahun sekali. Perubahan iklim itu terjadi bila tanpa campur tangan manusia.
Mereka memperingatkan bahwa gas rumah kaca yang dilepaskan oleh api dan melelehkan permafrost akan semakin memanaskan planet ini. Aktivitas ini juga mengurangi kemampuan bumi untuk menjaga salju dan es.
Gelombang panas Siberia juga berkontribusi pada penurunan tingkat di es laut, terutama di samudera Arktik, menurut National Snow and Ice Data Center AS. Suhu panas juga telah dikaitkan dengan wabah ngengat sutra, yang larvanya memakan pohon konifer di wilayah tersebut, menurut Met Office.
Siberia mengalami suhu terpanas di bulan Juni, menyentuh rekor baru hingga 10 derajat Celcius lebih tinggi dari suhu rata-rata menurut Copernicus Climate Change Service. Lembaga ini berafiliasi dengan Komisi Eropa.
"Temuan penelitian ini menyatakan bahwa perubahan iklim meningkatkan kemungkinan panas yang berkepanjangan di Siberia setidaknya 600 kali lipat, benar-benar mengejutkan," kata Andrew Ciavarella, penulis utama penelitian dan ilmuwan atribusi di Met Office, dalam sebuah pernyataan.
Bila emisi gas rumah kaca tidak dikurangi dalam waktu cepat, gelombang panas dari perubahan iklim seperti di Siberia ini berisiko semakin sering terjadi pada akhir abad ini.(dtt)