Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Sinta merupakan siswi sekolah menengah pertama. Beberapa minggu terakhir, ia sering mengantuk di kelas. Sinta merasa badannya tidak bertenaga, letih, lesu dan terkadang disertai kepala pusing. Sinta juga sedikit khawatir dengan berat badannya. Jarum timbangan di rumah semakin lama semakin deviasi arah kanan. Sinta juga jengkel dengan beberapa teman laki-laki sekelasnya yang bajunya sering bau rokok.
Kisah di atas merupakan sedikit potret masalah kesehatan anak usia sekolah di Indonesia. Negara kita menghadapi multiple burden disease (beban penyakit multipel) termasuk untuk masalah kesehatan pada anak usia sekolah. Kurangnya hemoglobin (protein sel darah merah yang mengangkut oksigen) pada siswi menyebabkan kondisi anemia. Anemia pada anak perempuan usia sekolah merupakan salah satu masalah besar.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa sekitar 53,7 persen remaja putri di negara berkembang, termasuk Indonesia, mengalami anemia. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan peningkatan kasus anemia pada remaja putri dibandingkan Riskesdas tahun 2013, yaitu 37,1 persen pada tahun 2013 dan naik menjadi 48,9 persen pada tahun 2018.
Di sisi lain, penyakit tidak menular (PTM) seperti tekanan darah tinggi dan penyakit kencing manis juga mengancam anak usia sekolah. Peningkatan kejadian PTM pada usia sekolah disebabkan kemunculan faktor risiko PTM, seperti obesitas, merokok dan konsumsi alkohol. Hasil Riskesdas 2018 juga menunjukkan bahwa asma, kanker, stroke, tekanan darah tinggi, dan penyakit kencing manis terjadi pada anak usia sekolah.
Hasil Survei Nasional Kesehatan Berbasis Sekolah yang dilakukan oleh Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Republik Indonesia juga menunjukkan bahwa merokok merupakan salah satu faktor risiko utama masalah kesehatan pelajar SMP dan SMA. Faktor risiko masalah kesehatan lainnya yang ditemukan dalam survei tersebut, antara lain konsumsi alkohol, konsumsi buah dan sayur, sarapan, kekerasan fisik, kesehatan jiwa, dan kesehatan reproduksi. Survei ini juga menyimpulkan bahwa terdapat masalah terkait pemahaman atau persepsi lintas sektoral terkait pentingnya program kesehatan sekolah.
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) selaku ujung tombak upaya kesehatan promotif (upaya peningkatan kesehatan) dan preventif (upaya pencegahan penyakit) telah berupaya untuk memberikan edukasi kesehatan terhadap populasi usia sekolah. Upaya tersebut dilaksanakan melalui pelayanan program kesehatan sekolah. Kebijakan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR), Manajemen Terpadu Pelayanan Kesehatan Remaja (MTPKR), dan penguatan Model Sekolah/Madrasah Sehat merupakan beberapa intervensi promosi kesehatan dan pencegahan penyakit. Program tersebut dilakukan untuk mengurangi faktor risiko terkait masalah kesehatan pada anak usia sekolah. Namun, peningkatan beberapa masalah kesehatan pada anak usia sekolah pada Riskesdas tahun 2018 dibandingkan Riskesdas tahun 2013 menunjukkan bahwa upaya kesehatan sekolah yang dilaksanakan belum optimal.
Di samping itu, koordinasi dengan organisasi lainnya yang terkait kesehatan anak usia sekolah juga belum optimal. Masih terdapat kebingungan pihak sekolah apakah harus membentuk UKS atau Palang Merah Remaja (PMR) yang difasilitasi oleh Palang Merah Indonesia untuk mendukung upaya pendidikan kesehatan di sekolah. Upaya UKS atau PMR untuk memfasilitasi peningkatan literasi kesehatan pada anak usia sekolah juga belum optimal.
Bailey SC dan rekan (2013) dalam publikasinya pada Journal of Health Communication dan beberapa penelitian lainnya menunjukkan bahwa literasi kesehatan merupakan faktor untuk status kesehatan. Status kesehatan yang rendah cenderung ditemukan pada masyarakat dengan tingkat literasi kesehatan yang buruk. Literasi kesehatan yang buruk juga terkait dengan peningkatan kejadian penyakit tidak menular seperti stroke, tekanan darah tinggi, dan penyakit kencing manis.
Multiple burden disease yang masih berlangsung disertai dengan kurang optimalnya upaya kesehatan pada anak usia sekolah akan menyulitkan kita untuk mencapai tujuan “Merdeka Belajar”. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Mas Nadiem Makarim, menjelaskan bahwa konsep merdeka belajar adalah kemerdekaan berpikir. Fokus utama kemerdekaan berpikir tersebut dititikberatkan pada guru. Namun, apakah guru yang telah merdeka belajar dapat membuat murid yang tidak optimal kesehatannya mencapai merdeka belajar juga?
Hasil penelitian Hesti Permata Sari dan rekan (2018) yang terbit pada Jurnal Gizi dan Dietik Indonesia menunjukkan bahwa peningkatan terjadi peningkatan kadar hemoglobin dan skor pengetahuan pada siswi yang mendapatkan edukasi tentang gizi efektif. Penelitian lainnya oleh Mosiño A dan rekan (2020) di Meksiko juga menunjukkan bahwa anemia menjadi penghalang signifikan bagi anak usia sekolah untuk mencapai prestasi. Di sisi lain, anak usia sekolah yang sakit akan sulit pula mencapai kebahagiaan. Dari penelitian tersebut tampak bahwa literasi kesehatan sekolah akan mengurangi masalah kesehatan pada anak usia sekolah.
Kesehatan dan kebahagiaan merupakan hal yang saling terkait. Keduanya adalah topik menarik dalam bidang Ilmu Psikologi Positif. Robert Holden, peneliti tentang kebahagiaan, menyatakan bahwa tidak ada kesehatan sejati tanpa kebahagiaan. Begitu pula kesehatan, terdapat banyak bukti penelitian yang menunjukkan bahwa kondisi tidak bahagia terkait dengan derajat kesehatan yang buruk. Lalu, upaya apa yang dapat dilakukan agar siswa dan siswi kita dapat merdeka belajar sekaligus mencapai kebahagiaan?
Pengembangan Model Kurikulum Edukasi Kesehatan di Sekolah
Untuk mencapai merdeka belajar dan kebahagiaan maka semua anak usia sekolah harus sehat. Derajat kesehatan yang baik dapat tercapai melalui program promosi kesehatan dan pencegahan penyakit. Anak usia sekolah harus mendapatkan upaya peningkatan literasi kesehatan. Upaya peningkatan pengetahuan terkait dengan perilaku hidup bersih dan sehat dapat optimal bila terdapat kurikulum edukasi kesehatan.
Pengembangan kurikulum edukasi kesehatan sekolah dapat dilakukan menggunakan pendekatan Health Beliefs Model (HBM). Model teoritis promosi kesehatan ini menjelaskan alasan seseorang sebelum melakukan perilaku sehat. Selain itu, model HBM juga berfungsi sebagai upaya pencegahan terhadap penyakit. Michigan Model for Health™ (MMH) adalah intervensi yang dikembangkan berdasarkan HBM.
MMH merupakan kurikulum edukasi kesehatan komprehensif. MMH dilaksanakan pada anak usia pra sekolah hingga tingkat SMA. Kurikulum ini dilaksanakan dengan memanfaatkan pendekatan berbasis keterampilan. MMH memberikan pengetahuan dan keterampilan seputar kesehatan sosial dan emosional, nutrisi dan aktivitas fisik, keamanan, bahaya merokok dan konsumsi alkohol, kesehatan pribadi dan gaya hidup sehat, dan kesehatan reproduksi.
Bila program “Merdeka Belajar” telah menetapkan 5 episode dengan Guru Penggerak sebagai episode terakhir, maka episode “Merdeka Belajar” berikutnya perlu menambahkan kurikulum edukasi kesehatan. Momentum untuk lepas dari pandemi dan keluar dari krisis ini dapat kita jadikan peluang untuk melakukan pengembangan dan perbaikan berkesinambungan pada literasi kesehatan anak usia sekolah.
Kita dapat mengamati, meniru, dan memodifikasi Michigan Model for Health untuk pengembangan kurikulum edukasi kesehatan sekolah. Kita dapat menambahkan topik kebudayaan terkait kesehatan yang sudah ada sebelumnya ke dalam kurikulum tersebut. Misalnya, kisah Smong orang Simeulue yang menyelamatkan banyak orang ketika Tsunami melanda Aceh. Kebudayaan Indonesia kaya akan potensi positif termasuk kebudayaan yang terkait dengan perilaku sehat.
Bila kita memiliki kurikulum edukasi kesehatan di sekolah, maka masalah Sinta akan teratasi dengan baik. Sinta dan anak usia sekolah lainnya akan sehat dan bahagia. Sehingga cita-cita Merdeka Belajar, Gelora Budaya, dan Indonesia Bahagia dapat tercapai.
====
Penulis adalah Dokter Umum di UPTD Puskesmas Sukarame, Kecamatan Kualuh Hulu, Kabupaten Labuhanbatu Utara, Sumatra Utara.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat/profesi/kegiatan (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]