Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Para penikmat novel detektif karya Sir Arthur Conan Doyle pasti tahu kisah tentang Sherlock Holmes. Karakter fiktif kocak, cerdas, teliti dan santai. Tinggal di Baker Street, London, bersama sahabatnya Doctor John Watson. Rekannya dalam menyelesaikan setiap masalah dalam beragam kasus kriminal. Saking terkenalnya, Gosho Aoyama mengutip nama penulis Sherlock Holmes, sebagai tokoh utama di dalam series komik detektif Jepang kepunyaannya, yang berjudul Detektif Conan.
Dalam kebanyakan cerita cerpen dan novel karya Sir Arthur, Holmes nyaris dikisahkan sempurna dalam memecahkan setiap persoalan yang dihadapi. Sebagai detektif swasta, dia terbiasa melakukan konseling, kemudian melakukan studi empiris di lapangan untuk mengumpulkan data/fakta akurat. Dan terakhir, duduk termenung memecahkan masalah, menentukan sebab-akibat atas data-data yang telah terkumpul.
Di dalam film Holmes & Watson (2008), yang diperankan Will Ferrell sebagai Sherlock Holmes dalam tragedi di Istana Buckingham, untuk menyelamatkan Ratu Inggris dalam ancaman pembunuhan. Diulas masa kecil Holmes, sebagai korban bullying, karena mencintai seorang gadis kecil di sekolahnya bernama Butits. Menariknya, Holmes tak gentar. Dia mencoba menaklukkan emosi di dalam diri, lalu memaksa nalarnya bekerja. Memisahkan emosi dengan kelogisan disepanjang perjalanan akademik. Hingga akhirnya, Holmes menjadi siswa tercerdas karena kemampuannya memakai pikiran dan menerapkannya di dalam aksi heroik.
Prinsip pemanfaatan nalar, menjadi kunci sukses Holmes. Kisah lain yang cukup jarang diceritakan, yakni dalam kisah Mr. Holmes (2015) di usia senja, pasca pensiun dari dunia detektif. Filmnya diperankan Sir Ian McKellen bersetting tahun 1947 di salah satu peternakan lebah di Sussex. Holmes teringat dengan misi yang belum terselesaikan dengan Thomas Kelmot dan istrinya, Anna Kelmot. Dedikasi Holmes terlihat, dalam keberjuangannya untuk memecahkan masalah sepasang suami istri itu. Bahkan, Holmes berupaya menghilangkan penyakit dimensia yang dideritanya dengan tumbuhan Zanthoxylum americanum, hingga kasus Thomas Kelmot terselesaikan.
Lakon yang diperankan Ian McKellen, dianggap mampu menunjukkan sisi kemanusian Holmes. Sosok yang juga membutuhkan kehadiran orang lain, untuk membantunya di masa tuanya (90). Ada pembantunya, Mrs. Munro dan anaknya Roger yang membantu Holmes. Mengingat, Watson sahabatnya telah menikah dan memiliki kehidupannya sendiri. Memang, farian cerita Holmes saban hari berkembang cukup pesat, dengan semakin banyaknya remake film Holmes. Namun, karakter Holmes memang khas. Nyaris tergambarkan seperti dalam novel aslinya.
Holmes sangat jenius. Di tengah-tengah keingin tahuannya untuk menyelesaikan masalah, tak jarang, dia meminta bantuan Inspektur Lestrade. Polisi terkenal di Scotland Yard. Bukan tanpa cela, namun ada Profesor Moriarty, musuh yang paling sulit untuk diatasi di dalam kehidupan Holmes. Sosok brilian yang mampu mengimbangi Holmes. Bahkan, kepolisian Scotland Yard juga berulang kali gagal menaklukkan Morirarty.
Dari kisah Holmes, analisis masalah adalah kunci dari setiap keberhasilannya memecahkan misteri. Holmes tidak sembrono, juga tidak kaku. Dia humanis, pandai bercerita dengan narasi dan kisah absurd, sebagai tanggapan atas pengalamannya kepada orang lain. Bahkan, emosi erotik, ketika Holmes dirayu dengan kemolekan tubuh Irene Adler, dalam Skandal di Bergravia, bukanlah menjadi penghambat bagi Holmes untuk tetap berfikir logis. Holmes mampu fokus ke dalam kasus. Mengumpulkan data, fakta dan logis dalam filsafat sebab-akibat.
Kalau dikaitkan dengan situasi terkini, misalkan Holmes terjebak di dunia Pandemi seperti sekarang, saya yakin, nalar Holmes tidak akan berhenti bekerja. Pikiran Holmes akan mampu menerobos jauh kedepan masalah.
Memang, ada saat-saat dimana Holmes duduk termenung, bersamaan dengan petikan biola di kedua tangannya sambil berfikir. Dan setelah selesai berfikir, jangan harap Holmes akan mengeluh, menyalahkan keadaan. Sebaliknya, dia pergi entah kemana, menuruti insting pikirannya untuk menjalankan perintah nalarnya pasca melakukan perhitungan yang matang di dalam otak. Ya, Sherlock Holmes adalah seorang eksekutor sejati. Pikirannya dilatih untuk menelurkan beragam terobosan.
Meskipun begitu, Sir Arthur juga berupaya melukiskan kisah Holmes secara rasional. Di dalam novelnya pun demikian dikisahkan, Holmes cukup sering ditegus Doctor Watson karena terlalu banyak mengkonsumsi obat-obatan terlarang. Bukan tanpa alasan, Holmes mengkonsumsi zat-zat adiktif itu, tujuannya sekadar memicu imaji di dalam otaknya sendiri. (Tentu poin yang satu ini, sebaiknya kita hindari bersama hehe). Setidaknya, Watson adalah dokter yang baik. Sahabat sejati Holmes. Dia setia memperingatkan Holmes atas kesalahannya. Bahkan, tak jarang, Holmes digiring untuk duduk ke kursi berfikirnya, setelah teler tergeletak akibat pengaruh zat adiktif.
Andai Sherlock Holmes ada di dunia nyata, mungkin atensi masyarakat akan cukup besar terhadapnya. Bahkan, bisa jadi Sherlock Holmes diangkat menjadi kepala RT. Ehh tidak, pasti lebih tinggi, di struktur hirarki yang lebih luas. Kabupaten/Kota, Provinsi atau bahkan Menteri hingga Presiden. Ya, bisa saja. Plato memang berkata demikian di masa hidupnya. Kata Plato, pemimpin yang tepat di dalam demokrasi seharusnya memanglah seorang Philosopher King. Persis seperti Sherlock Holmes. Dengan begitu, terobosan-terobosan jitu mampu dihasilkan, meski di dalam situasi krisis sekalipun.
Ahh, sudahlah, mungkin saya terlalu banyak berharap dan berkhayal. Kan di masa seperti sekarang ini, orang-orang populer justru yang akan memimpin. Buktinya, menjelang Pilkada serentak, nama-nama yang muncul jarang melalui tahap kaderisasi. Siapa yang punya banyak follower, dialah yang diusung. Apalagi seperti sekarang, pandemi telah mengubah medsos menjadi wadah potensial untuk berkampanye. Ya, semoga saja, banyak di antara para calon yang akhirnya meniru teladan Holmes.
====
Penulis Penikmat Novel, Tinggal di Samosir, Sumut.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat/profesi/kegiatan (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]