Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
DALAM sebuah acara Podcast Youtube Deddy Corbuzier dengan Nadiem Makarim pada 18 Agustus 2020, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan melontarkan sebuah statement “Kita telah mengalami prapandemi krisis pembelajaran (tatap muka). Baru beberapa bulan kita melangkah, tiba-tiba ada covid-19. Kita harus merestrukturisasi ekspektasi, program, dan anggaran. Ditantang untuk melakukan perubahan yang tanpa pandemi sudah sangat luar biasa”
Memang, di tengah perjalanannya gagasan Merdeka Belajar yang diusung oleh Nadiem Makarim ini menghadapi jalan terjal, yaitu pandemi covid-19. Banyak pihak beropini bahwa gagasan Merdeka Belajar akan terhambat lantaran adanya kebijakan jaga jarak (social distancing) yang mewajibkan seluruh elemen pendidikan untuk bekerja dari rumah (work form home). Jarak yang berjauhan dianggap sebagai bumerang yang dapat mematahkan kebijakan tersebut.
Namun mereka lupa bahwa kita hidup di zaman serba canggih yang bisa melakukan hal-hal yang tak mungkin sebelumnya menjadi mungkin pada hari ini. Jika kita pahami lebih mendalam implementasi Merdeka Belajar adalah bebas dari segala tuntutan. Jadi, tidak terbatas hanya pada pembelajaran tatap muka. Di tengah kondisi pandemi ini pun kebijakan Merdeka Belajar dapat diaplikasikan, bahkan menjadi sebuah momentum percepatan.
Mengapa bisa demikian? Karena tanpa disadari pandemi telah mengubah pola pikir guru, murid, dan orang tua untuk adaptif dengan berbagai kondisi dan kebutuhan teknologi. Seperti yang jamak kita ketahui pembelajaran abad ini tidak akan pernah lepas dari ranah teknologi dan informasi. Apalagi generasi digital yang notabene menjadikan teknologi sebagai hidangan sehari-hari. Sekali lagi, pandemi ini bukanlah suatu tembok penghalang, akan tetapi merupakan media untuk memuluskan gagasan Merdeka Belajar yang telah dicanangkan.
Guru, Kuota, dan Orang Tua
Suatu kebijakan baru pasti akan menemukan tantangan. Ditambah lagi dengan kondisi pandemi seperti ini kebijakan Merdeka Belajar akan menemui rintangan yang berlipat ganda. Pertama, kompetensi guru. Ini adalah fenomena klasik yang terus menghantui dunia pendidikan negeri ini. Kita akui kualitas guru sudah mengalami peningkatan, tapi masih belum memenuhi harapan pendidikan.
Dalam ranah informasi dan teknologi (IT) mayoritas guru kita masih jauh panggang dari api. Tak sedikit yang mengidap penyakit TBC (tidak bisa computer). Guru masih gagap mengoperasikan media pembelajaran berbasis IT. Apalagi di tengah pandemi seperti ini guru dituntut mahir dengan berbagai platform-platform pembelajaran, semisal google classroom, zoom, google meet, google form, quiziz, dan lain-lain.
Kedua, ketersediaan kuota. Ini menjadi hambatan tambahan dalam pendidikan. Kuota internet di masa seperti ini merupakan kebutuhan primer, bukan sekunder. Namun, bagi keluarga dengan ekonomi di bawah rata-rata tidak semudah mengerdipkan mata. Bagi mereka kuota adalah barang langka, kebutuhan yang tidak pernah diperhitungkan sebelumnya. Jangankan untuk membeli kuota, makan saja terpaksa apa adanya.
Ketiga, ketidaksanggupan orang tua. Pembelajaran dari rumah membutuhkan pendampingan orang tua, apalagi bagi anak sekolah dasar (SD). Namun, tak sedikit orang tua mengeluh lantaran anaknya belajar dari rumah (home based learning). Keberadaan anak di rumah dianggap beban tambahan bagi para orang tua. Orang tua merasa terpaksa membagi waktu untuk pekerjaan dan tugas anak yang harus ditunaikan.
Murid Stres
Ketika indikasi di atas hanya dianggap angin lewat, maka pembelajaran tidak akan terlaksana dengan efektif dan kondusif. Bagaimana akhirnya? Guru yang berada pada puncak kebingungan dalam menyikapi rumitnya platform-platform pembelajaran, tak ada jalan lain kecuali memberikan “penugasan”. Guru memberi tugas yang bejibun dengan waktu yang relatif singkat tanpa memperhatikan bobot kesulitan soal. Alih-alih menjadi solusi justru menambah polemik baru dalam dunia pendidikan.
Akibatnya, pembelajaran dari rumah ini memantik kegeraman orang tua untuk melayangkan pengaduan kepada KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia). Orang tua protes karena anaknya stres dengan tugas menumpuk yang diberikan guru. Alhasil, Eko Novi Aryanti, Sekretaris Deputi Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan perlindungan Anak (Kemen PPA) berdasarkan hasil survei Forum Anak Nasional menuturkan sebanyak 58 persen anak Indonesia merasa tidak senang menjalani kegiatan belajar dari rumah dalam rangka memutus mata rantai Covid-19 (Kompas.com, 11/4/2020 ).
Pembenahan
Untuk memuluskan program Merdeka Belajar di tengah pandemi ini perlu langkah jitu dalam menyingkirkan rintangan jerami yang dapat mengganggu kestabilan program. Pertama, guru pembelajar. Dalam kondisi apapun guru dituntut adaptif, kreatif, dan inovatif agar pembelajaran terlaksana tepat sasaran. Kemahiran dalam mengoperasikan IT dan platform-platfrom pembelajaran mutlak terpenuhi.
Guru adalah aktor utama dalam dunia pendidikan. Maka, guru harus menjadi manusia pembelajar yang tidak mudah puas. Guru harus memiliki spirit untuk mengikuti pelatihan-pelatihan yang dilaksanakan pemerintah maupun swasta. Guru yang selalu menempa diri untuk maju akan mudah menghadapi segala rintangan dalam pembelajaran. Hal ini bertujuan untuk memperluas cakrawala ilmu yang nantinya ditularkan kepada anak didik. Dari guru-guru kreatif inilah akan muncul generasi-generasi hebat yang membawa kejayaan negeri ini.
Kedua, ketersediaan kuota. Saat ini kuota menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi oleh guru maupun murid. Solusi tidak meratanya kuota internet dapat menggunakan dana bantuan operasional sekolah (BOS) yang telah memperoleh persetujuan pemerintah. Pemerintah mengalokasikan dana BOS untuk mendukung pembelajaran jarak jauh dengan memberikan insentif kuota internet kepada para guru dan para murid bahkan kepada orang tua.
Kebijkan seperti ini sangat relevan dan benar-benar membantu kinerja guru, siswa, dan orang tua dalam proses pembelajaran. Bahkan, Kemendikbud mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (permendikbud) nomor 19 tahun 2020 tentang fleksibilitas penggunaan BOS, khususnya selama pandemi covid-19.
Ketiga, kesadaran dan kepedulian orang tua. Masa pandemi menjadi momentum alamiah untuk meningkatkan kesadaran orang tua terhadap pendidikan anaknya, karena orang tua adalah sekolah pertama (madrasatul ula). Tanggung jawab pendidikan anak bukan mutlak di tangan guru, akan tetapi juga orang tua.
Oleh karena itu, untuk memantik kesadaran orang tua, pihak sekolah dapat melaksanakan program Masa Orientasi Orang Tua (MOOT) via daring untuk menyamakan persepsi terkait pentingnya keterlibatan orang tua dalam pendidikan anak ke depan. Dengan demikian orang tua dapat memahami tanggung jawab dan amanahnya sehingga muncul rasa peduli terhadap pendidikan anaknya.
Jika demikian, karakter kebijakan Merdeka Belajar di tengah pandemi ini benar-benar mengalami akselerasi. Guru yang semula apatis dipaksa menjadi manusia adaptif dan solutif. Hal ini telah dibuktikan melalui implementasi pembelajaran jarak jauh. Pengetahuan IT para guru, murid, dan orang tua tiba-tiba mengalami kemajuan dari pada sebelumnya. Dan tak kalah penting kedekatan orang tua dengan anak akan lebih harmonis. Ketika semua aspek telah dibenahi dan seluruh elemen bersama bergandeng tangan, maka program Merdeka Belajar akan menghasilkan perubahan yang gemilang demi Indonesia jaya di masa yang akan datang. Semoga!
====
Penulis Pendidik di SMPIT Annur Cikarang Timur, kabupaten Bekasi.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat/profesi/kegiatan (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]