Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
DI TENGAH memburuknya tatanan sosial masyarakat, sekolah mengetahui bahwa ada sesuatu yang harus dilakukan guna mengajarkan nilai-nilai yang baik pada siswa. Akan tetapi untuk melaksanakan ini semua, maka ada dua hal yang harus diperhatikan dengan sangat teliti, yaitu harapan bahwa tugas ini memang bisa dilakukan, dan perasaan bahwa sekolah tidak bisa melakukannya sendiri.
Harapan bahwa tugas ini memang bisa dilakukan datang dari beberapa sekolah yang telah melakukan upaya seksama untuk mengajarkan nilai-nilai moral dan sudah terlihat hasilnya. Perasaan bahwa sekolah tidak bisa melakukannya sendirian berasal dari tren yang membesarkan hati yaitu sekolah dan keluarga harus bekerja sama mendidik anak-anak menjadi bermoral.
Peran Keluarga
Semakin banyak bukti menunjukkan bahwa sekolah dapat membuat perbedaan dalam pengembangan karakter anak-anak. Tetapi bisakah mereka melakukan semua tugas ini sendirian? Apa peran keluarga?
Anggapan yang biasa kita dengar adalah bahwa keluarga merupakan pendidik moral yang utama bagi anak-anak. Orang tua adalah guru moral pertama anak-anak, pemberi pengaruh yang paling dapat bertahan lama. Anak-anak berganti guru setiap tahunnya, tetapi mereka memiliki satu orang tua sepanjang masa pertumbuhan bahkan sampai mereka meninggal kelaknya. Hubungan orang tua anak juga mengandung signifikansi emosional khusus, yang bisa menyebabkan anak-anak merasa dicintai dan berharga atau sebaliknya merasa tidak dicintai dan tidak berharga sama sekali. Terakhir, orang tua berada pada posisi sebagai pengajar moralitas yang merupakan bagian dari pandangan dunia yang lebih luas yang menawarkan sebuah visi kehidupan dan alasan utama untuk menjalani kehidupan yang bermoral.
Menurut studi, remaja yang mengikuti hati nurani mereka ketika dihadapkan pada sebuah dilema moral ternyata memiliki orang tua yang mengajarkan norma-norma hukum moral secara serius. Jika anak-anak mereka merusak kepercayaan atau memperlakukan orang lain dengan buruk, orang tua semacam ini kemungkinan besar akan menyatakan kekecewaan, kemarahan, menunjukkan letak kesalahan, membangkitkan rasa tanggung jawab, serta menyuruh meminta maaf dan memperbaiki kesalahan anak-anak mereka dibandingkan dengan orang tua dari anak-anak yang tidak matang secara moral.
Seberapa baik orang tua mengajarkan anak-anak mereka menghormati orang yang memiliki otoritas juga mempengaruhi pembentukan fondasi moral mereka dimasa depan. Para orang tua yang paling efektif, menurut hasil riset ini adalah yang “Otoritatif”, yang menuntut kepatuhan dari anak-anak mereka, tetapi memberikan penalaran yang jelas atas ekspektasi mereka itu agar anak dapat menghayati penalaran moralnya dan bertindak secara bertanggung jawab terhadap diri mereka sendiri. Sebaliknya orang tua yang “Pesimisif”, yang enggan membuat aturan dan mengajarkan tata tertib yang berlaku serta orang tua yang “Otoriter”, yang perlu mengekang tetapi tidak memberikan alasan logis di balik peraturan dan kepatuhan yang diinginkan kurang berhasil dalam membesarkan anak-anak yang dapat mengendalikan diri dan bertanggung jawab secara sosial.
Kasih sayang, sama seperti otoritas adalah hal yang paling mendasar. Kualitas pengasuhan orang tua adalah prediksi terbaik untuk mengetahui apakah nantinya anak-anak akan bermasalah dengan hukum atau tidak. Sebuah studi klasik dilakukan untuk mengamati beberapa ribu remaja SMP dan SMA. Studi ini mendapati bahwa semakin dekat pengawasan ibu terhadap anak, semakin baik komunikasi yang terjalin antara sang anak dengan ayah mereka dan semakin besar kasih sayang antara anak dan keluarga, semakin kecil kemungkinan anak melanggar hukum.
Dan tak dapat disangkal bahwa keluarga sangat berpengaruh dalam sosialisasi moral pada anak-anak, oleh sebab itu sekolah dan keluarga harus saling berkerja sama untuk pembentukan karakter dan moral anak-anak menjadi lebih baik dan lebih baik lagi.
====
Penulis Pemerhati Pendidikan dan Guru di Medan.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat/profesi/kegiatan (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]