Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Sumpah Pemuda 27-28 Oktober 1928 mekar di dalam narasi kebangsaan, belasan tahun setelahnya. Konsensus dari simpul-simpul etnosentrisme, diikat di dalam janji kemerdekaan ketika teks proklamasi digaungkan kemudian. Perhimpunan Indonesia, Tri Koro Darmo, Jong Java, Jong Sumatera dan rumpun kepemudaan daerah nusantara menjadi awal cerita, dari lembaran perjalanan, yang ditulis layaknya kisah narasi deskriptif di dalam kitab sakral kemerdekaan.
Tak tanggung! Putra dan putri Indonesia dengan keluasan berpikir, menempatkan fondasi kekokohan NKRI, kedalam tiga elemen penting; tumpah darah, bangsa dan bahasa. Gagasan intelektual klasik, dari kecerdasan empirisme memandang partikel-partikel keragaman. Sungguh, kedalaman filosofis itu hendaknya menular, dan turun ke dalam inti akal peradaban kebangsaan masa kini. Menyadari bahwa Indonesia adalah goresan-goresan mahal dari seniman agung, yang dibingkai, dipajang dan dipamerkan megah di dalam museum peradaban.
Tak ada yang mampu membeli goresan-goresan indah itu. Hanya dapat dinikmati, dipermak dan dilihat oleh mata nurani insan-insan berakhlak dan bermoral, yang ditakdirkan untuk mencinta Indonesia. Karenanya, noda-noda perusak kesucian, akar pahit kebencian yang mampu merobohkan keutuhan, harus digulung di sisi batang bambu runcing perjuangan, tempat tumpukan benang merah kejahatan ditempatkan. Maksudnya, agar segenap motivasi mengingat perjuangan para founding parents, pemuda-pemuda tempo doeloe.
Bab demi bab dekade perjalanan negeri, memang kerap berjalan kurang sempurna. Hulu persoalan acapkali dipandang muncul dari populisme dan ekstrimisme. Padahal, sudah seharusnya peta keteladaan kebangsaan dilihat dari ketangguhan Pancasila dan pilar-pilar kebangsaan, yang memberikan legalitas terhadap perbedaan, tanpa mengurangi spirit esensi pemaknaan dari simpul-simpul keragaman.
Jejak pemuda harus terus berlanjut. Cerita tentang hari ini, harus terus berjalan di dalam narasi kolektif progresif. Persoalan yang muncul akhir-akhir ini, di dalam perjalanan kebangsaan; pandemi, demonstrasi, disparitas dan lain sebagainya menuntut peran pemuda-pemuda masa kini, untuk semakin cinta Indonesia. Semakin solutif, berfikir luas dan terus menggali wawasan kebangsaan, sebagai warisan peradaban untuk pemuda-pemuda masa depan.
Jayalah Indonesia. Kita lanjutkan kisah roman berikutnya. Merdeka! #wawasanpancasila #aliansikebangsaan #sumpahpemuda
====
Penulis Seorang Esais, Berdomisili di Desa Ambarita, Kabupaten Samosir, Sumut.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]