Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Aktualisasi di samping dari, oleh, untuk rakyat, demokrasi juga adalah memilih. Ya, memilih untuk bersuara atau tidak bersuara. Tetapi, sebagai manusia yang punya mulut, seharusnya ia bersuara.
Apa arti suara? Suara dalam demokrasi tak sebatas koar-koar. Suara dalam demokrasi adalah kehendak kuat dari rakyat. Hanya memang, dalam lajur pikir yang tak bisa kita sentuh, demokrasi ibarat alat jual beli hak. Ketika ia sudah kita berikan, ia seolah tak bisa kita ambil lagi. Barang yang sudah dibeli tak bisa dikembalikan, bukan?
Pada tingkat yang tak bisa kita pikirkan juga, demokrasi adalah pengumpulan suara dari bilik pemilihan, suara itu lalu dimasukkan ke kotak, dihitung dan dijumlahkan, sehingga suara itu terkumpul menjadi satu. Setelah suara itu terkumpul, ia seolah jadi milik pemenang. Siapa pemenang itu? Apak seorang sosok atau? Entahlah.
Yang pasti, lagi lagi dalam lajur pikir yang tak bisa kita sentuh, suara kita itu kadang jadi milik oknum di parpol yang kemudian dijual dengan mahal kepada, mungkin pengusaha melalui tawanan proyek, kepada bisnisman melalui fee, kepada oligark melalui "pesanan" UU.
Dalam pola pikir seperti ini, dalam demokrasi, orang baik seolah tak berguna. Orang baik berubah mungkin jadi jahat atau beradaptasi. Maka, jika di kemudian hari seseorang yang kita harapkan ibarat Tuhan pada saatnya ia akan menjelma manusia, syukur-syukur bukan iblis.
Saya tak bilang orang baik tak berguna untuk demokrasi. Tetapi, kadang kebaikan sudah jadi bungkus. Jadi, jika kemudian ia berubah, ini sejujurnya dampak lanjutan dari suara suara kita yang sudah dikumpul, dikunci, dikemas, lalu tinggal dijual. Suara itu tergantung siapa yang membeli. Kalau orang baik itu bisa menjaga kebaikannya, syukur. Jika tidak, kita harus belajar bersyukur di tengah bencana.
Tapi, berita baik dari demokrasi adalah adanya pilihan meski pilihan itu sebetulnya sudah dipilihkan lebih awal oleh para Dewa di ruang yang tak bisa kita sentuh. Tiba tiba yang kompeten tak masuk sebagai alternatif, jangan heran, itu karena proses demokrasi di pintu parpol.
Kamu harus tahu, para pengetuk pintu parpol harus punya orang dalam. Tak cukup orang dalam, akal bulus dan fulus dibutuhkan. Jika kamu hanya mengandalkan niat baik, Tuhan saja terbunuh oleh murid-Nya, konon lagi manusia? Maka, jangan berhenti pada kata kebaikan saja. Sama sekaki tak cukup.
Lalu, kalau demokrasi hanya menyajikan calon tunggal, apakah itu demokrasi? Sepatutnya tidak karena demokrasi adalah memilih alternatif antara A, B, C, dll. Namun, kalau alternatif seperti itu tidak ada, karena demokrasi adalah pilihan untuk bersura, suatu saat kita dihadapkan pada pilihan tegas: YA atau TIDAK. YA dan TIDAK, itulah calon tunggal.
Calon tunggal berarti YA, di luar itu atau acap disebut kotak kosong adalah TIDAK. Demokrasi sangat menghargai suara. Maka itu, jangan takut memilih YA ataupun TIDAK. Kamu tak diharamkan memilih TIDAK karena TIDAK itu juga pilihan. Keberadaan TIDAK itu justru bukti hadirnya demokrasi. Andai tidak ada kolom TIDAK, demokrasi betul betul tidak ada bukan?
Jadi, apalagi lajur berpikir ini dipakai, kehadiran TIDAK justru jadi nyawa dari demokrasi. Tanpa TIDAK, demokrasi bisa disebut mati. Karena itu, silakan menghidupkan demokrasi dengan memilih TIDAK atau memilih YA. Sekali lagi, tanpa TIDAK, pada situasi calon tunggal, demokrasi sudah mati. Bayangkan kalau kolom TIDAK itu tidak ada, apakah kita memilih?
Pikirkanlah baik-baik. Memilih jika hanya 1 calon itu hanya mencoblos. Sebaliknya, memilih jika ada alternatif A dan B dan lainnya seperti di Samosir, Toba, Medan dan sebagainya, itu adalah memilih dan mencoblos. Memilih YA dan TIDAK seperti di Siantar dan Humbang juga memilih-mencoblos. Tentu, beda arti "memilih-mencoblos" dengan "memilih" bukan?
Karena itu, jangan takut untuk berkata YA. YA adalah sesuatu izin untuk kebaikan. Terlebih, jangan takut berkata TIDAK. Apalagi kemudian, kata TIDAK pada masa masa genting justru lebih baik daripada kata YA. Karena itu, mari bersuara. Suaramu untuk A dan B atau YA dan TIDAK penting untuk disuarakan.
Karena itu, sekali lagi dan sekali lagi, mari pergi ke bilik suara. Jika diberi kesempatan bagimu untuk bersuara, ayo bersuaralah sebelum suara kita itu benar-benar disunyikan. Ingat, demokrasi itu adalah bukti kita bisa bersuara. Soal kemudian suara kita itu tak didengar, setidaknya kita sudah bersuara bukan?
BACA JUGA: Banjir Bukan atau karena Food Estate?
Akhirnya, tibalah kita di posisi ini: calon tunggal mematikan demokrasi? Tidak. Demokrasi tetap memberikan kita pilihan untuk hidup. Jika demokrasi dihidupkan oleh B yang menantang A, maka pada calon tunggal, demokrasi justru dihidupkan oleh kehadiran TIDAK atau kotak kosong untuk melawan A (YA).
Tapi ingat, demokrasi ini hanya sesaat. Jangan kita saling bermusuhan karena A, B, C atau karena YA dan TIDAK. Sebab, di kemudian hari, yang datang ketika kau bahagia atau sedih adalah tetanggamu yang mungkin berseberang pilihan. Sementara orang yang kita pilih, mereka hanya datang 5 tahun sekali atau hanya datang untuk meresmikan ini itu.
Beda pilihan itu bijaksana. Tak selamanya kita harus bersama meski selamanya kita harus hidup berdampingan. Jadi, jika kawanmu memilih YA, hargai dia karena ia mungkin masih melihat benih kebaikan. Jika kawanmu memilih TIDAK, hargai dia karena tanpa TIDAK, demokrasi sudah mati.
Setelah itu, kita harus kembali. Sebab, ini harus dibeberkan kepadamu, bahwa demokrasi itu tidak soal bersuara. Demokrasi juga soal mendengar. Selama ini, kita sudah kaya pengalaman dalam memberi suara meski memang kita masih miskin telinga untuk mendengar.
Oh, iya, jika telinga itu sudah tak bisa mendengar dan tuli pada teriakanmu, jangan pernah termakan rayuan. Kamu harus memilih telinga lain. Jangan telinga telinga itu saja. Sebaliknya, jika telinga itu selalu mendengar, bersuaralah kepadanya dan bisikkan kata kata puitis baginya.
Baiklah, kini sudah terang: calon tunggal tidak mematikan demokrasi karena kehadiran kolom TIDAK atau kotak kosong adalah nyawa bagi demokrasi. Jadi, mari hidupkan demokrasi ini dengan berbinar penuh persahabatan.
====
Penulis Guru Bahasa Indonesia SMAN 1 Doloksanggul/Aktif di Pusat Latihan Opera Batak (PLOt) dan di Toba Writers Forum
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat/profesi/kegiatan (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Gunakan kalimat-kalimat yang singkat (3-5 kalimat setiap paragraf). Judul artikel dibuat menjadi subjek email. Tulisan TIDAK DIKIRIM DALAM BENTUK LAMPIRAN EMAIL, namun langsung dimuat di BADAN EMAIL. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]