Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Yangon. Tekanan global terhadap para jenderal Myanmar kian meningkat pada hari Jumat (19/2) setelah Inggris dan Kanada memberlakukan sanksi. Sanksi itu dijatuhkan setelah militer Myanmar mulai melakukan tindakan terhadap para pengunjuk rasa antikudeta di seluruh Myanmar.
Seperti dilansir AFP, Jumat (19/2/2021) sebagian besar masyarakat melakukan perlawanan sejak militer menggulingkan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi pada 1 Februari lalu. Mereka menentang kudeta dan meminta kembalinya demokrasi di Myanmar.
Pasukan keamanan terus meningkatkan penggunaan kekerasan terhadap pengunjuk rasa. Mereka bahkan menembakkan gas air mata, meriam air, dan peluru karet.
Sebelumnya pemerintah Inggris mengumumkan sanksi terhadap tiga jenderal Myanmar karena "pelanggaran hak asasi manusia yang serius" atas peran mereka dalam pasukan keamanan militer. Inggris akan membekukan aset-aset para jenderal tersebut dan memberlakukan larangan perjalanan ke negaranya.
Negara itu juga akan memulai peninjauan untuk menghentikan bisnis Inggris yang bekerjasama dengan militer Myanmar.
Senada dengan Inggris, Kanada juga memberi sanksi kepada sembilan pejabat militer Myanmar dan menuduh militer terlibat "dalam kampanye penindasan melalui tindakan legislatif yang memaksa dan penggunaan kekuatan".
"Kanada mendukung rakyat Myanmar dalam upaya mereka untuk demokrasi dan hak asasi manusia," kata Menteri Luar Negeri Kanada, Marc Garneau.
Tindakan ini terjadi setelah Presiden AS Joe Biden pekan lalu mengumumkan Washington akan memutus akses para jenderal ke dana US$ 1 miliar di AS.
Sejumlah kelompok Hak Asasi Manusia (HAM) mendukung sanksi-sanksi yang diberikan. Meski begitu, dunia internasional harus mengambil langkah lebih jauh untuk menekan bisnis militer Myanmar di sektor permata, bir, dan perbankan.
"Sayangnya, mereka gagal mendapatkan tanggapan yang kuat untuk meminta pertanggungjawaban militer dan merusak kekuatan ekonominya," kata Paul Donowitz, Pemimpin Kampanye Myanmar dari Global Witness yang berbasis di Inggris.
"Kami akan menunggu pengumuman sanksi Uni Eropa pada hari Senin (22/2)," kata salah satu aktivis yang memulai "Gerakan Pembangkangan Sipil", Thinzar Shunlei Yi.
"Kami mendesak negara-negara lain untuk mengambil tindakan yang terkoordinir dan bersatu melawan kudeta militer di Myanmar," imbuhnya.
Militer terus melakukan penahanan para sekutu politik Suu Kyi serta pegawai negeri yang mengambil bagian dalam gerakan tersebut. Menurut Asosiasi bantuan untuk Narapidana Politik (AAPP), sejauh ini lebih dari 520 orang telah ditangkap, termasuk 12 pejabat Kementerian Luar Negeri.
Pada Kamis (18/2) kemarin, polisi juga mengerahkan meriam air di Naypyidaw untuk membubarkan para pengunjuk rasa.
"Polisi memutuskan untuk memarkir truk mereka dan mulai menembakkan air. Mereka menyemprotkan air ke dalam rumah dan mereka juga menyita sepeda motor warga," kata seorang pengunjuk rasa kepada AFP.(dtc)