Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Naypyitaw. Otoritas militer Myanmar mengadili enam jurnalis karena meliput protes anti-kudeta yang berlangsung di sejumlah kota di Myanmar beberapa waktu terakhir.
Seperti dilansir AFP, Rabu (3/3/2021), salah satu yang diadili merupakan seorang fotografer media terkemuka Associated Press, Thein Zaw (32), yang ditangkap pada Sabtu (27/2) lalu, saat dia meliput demonstrasi di Yangon.
Lima jurnalis lainnya disebut berasal dari media lokal, seperti Myanmar Now, Myanmar Photo Agency, 7Day News, Zee Kwet Online News dan seorang jurnalis lepas.
Pengacara Thein Zaw, Tin Zar Oo, mengatakan kliennya dan lima jurnalis Myanmar lainnya telah didakwa berdasarkan undang-undang "menyebabkan ketakutan, menyebarkan berita palsu atau menimbulkan kemarahan pegawai pemerintahan secara langsung atau tidak langsung".
Satu bulan lalu, junta militer mengamandemen undang-undang itu, di mana hukuman maksimumnya berubah dari dua tahun menjadi tiga tahun penjara.
"Ko Thein Zaw hanya melaporkan sejalan dengan undang-undang kebebasan pers -- dia tidak ikut protes, dia hanya melakukan pekerjaannya," kata Tin Zar Oo.
Dia menambahkan bahwa keenam jurnalis itu kini ditahan di penjara Insein, Yangon.
Secara terpisah, wakil pimpinan berita internasional AP, Ian Philips, menyerukan agar Thein Zaw segera dibebaskan. "Jurnalis independen harus diperbolehkan memberitakan dengan bebas dan aman tanpa takut akan pembalasan," katanya.
"AP mengecam dengan tegas penahanan sewenang-wenang Thein Zaw." imbuhnya.
Sejak kudeta, pihak berwenang terus meningkatkan perlawanan terhadap pengunjuk rasa antikudeta. Mereka menggunakan gas air mata, meriam air, dan peluru karet, bahkan peluru tajam.
Hari Minggu lalu (28/2) adalah hari paling 'berdarah' sejak pengambilalihan kekuasaan oleh militer. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan ada 18 pengunjuk rasa tewas di seluruh negeri. AFP secara independen mengkonfirmasi 11 orang yang tewas, menambah lima korban tewas dalam insiden sebelumnya.
Menurut kelompok pemantau Asosiasi Bantuan Tahanan Politik (AAPP), sejak kudeta 1 Februari, lebih dari 1.200 orang telah ditangkap, dengan sekitar 900 orang masih berada di balik jeruji besi atau bahkan sedang menghadapi dakwaan.
Sementara itu, kemungkinan jumlah orang yang ditahan jauh lebih banyak. Sebuah media yang dikelola pemerintah melaporkan bahwa pada hari Minggu (28/2) saja lebih dari 1.300 orang telah ditangkap.
AAPP mengatakan bahwa sudah ada 34 jurnalis yang ditahan, dengan 15 diantaranya sejauh ini telah dibebaskan.
"Penindasan ini menghalangi arus informasi dan berita yang akurat," kata AAPP, seraya menambahkan bahwa wartawan menjadi sasaran "serangan kekerasan" meskipun memiliki kredensial yang jelas.
Yang terbaru, penangkapan jurnalis terjadi pada Senin lalu (1/3). Saat itu, seorang jurnalis Myanmar dari Suara Demokratik Burma (DVB) menyiarkan langsung penggerebekan tengah malam di kediamannya.
Rekaman itu - diposting di halaman Facebook DVB - tampaknya menunjukkan ledakan keras di luar gedung apartemennya saat dia meminta kepada pihak berwenang untuk tidak menembak.(dtc)