Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Banyak guru yang merasa takut terhadap bidang yang satu ini. Mereka takut menyinggung kelompok-kelompok yang memiliki kepentingan tertentu. Mereka khawatir terhdadap aspek-aspek hukum. Apakah mereka bisa dituntut di pengadilan jika ada yang tidak menyukai cara mereka mengajarkan nilai-nilai? Nilai-nilai siapa yang harus mereka kerjakan? Dan di mana kira-kira Tuhan dapat diikutsertakan? Apakah akan ada orang yang memarahi jika Anda menyebut Tuhan atau tidak menyebut Tuhan?-Alan Pardeon-
Meski jajak pendapat menunjukkan adanya dukungan publik yang luas dan kuat terhadap gagasan tentang pendidikan moral dan semakin banyak sekolah yang berhasil melakukannya, namun masih banyak sekolah yang ragu. Seorang pengawas sekolah berkata,“Kami berhadapan dengan begitu banyak budaya dan situasi keluarga yang berbeda-beda yang membuat pengajaran nilai-nilai menjadi lebih mudah dibicarakan ketimbang dilaksanakan”. Para guru khawatir terhadap penentangan para orang tua jika mereka mengajarkan nilai-nilai secara tertata dan sistematis.
Sekolah juga masih bertanya-tanya,”Haruskah kami mengajarkan nilai-nilai, dalam arti mencoba membuat anak-anak mengadopsi nilai-nilai tertentu, atau haruskah kami sekadar mengajarkan tentang nilai-nilai saja?”
BACA JUGA: Guru: Pengasuh, Pembimbing dan Teladan
Sebagian pendidik berpendapat bahwa mendorong pengadopsian nilai-nilai tertentu merupakan salah satu bentuk indoktrinasi dan sekolah harus membatasi diri agar bisa mendorong pemikiran kritis terhadap nilai-nilai. Bahkan ada juga yang menentang posisi ini, dan mengajukan pertanyaan,”Akankah kita merasa puas jika kita menghasilkan para pelajar yang bisa berpikir kritis tentang beragam nilai seperti kejujuran, tetapi dalam kehidupan pribadi, mereka ternyata tetap memilih untuk berbohong, berbuat curang atau mencuri?”
Tiap sekolah yang ingin mengajarakan pendidikan nilai harus meyakini bahwa:
1. Terdapat nilai-nilai universal yang disepakati bersama dan berharga sehingga dapat dan harus diajarkan sekolah di tengah-tengah masyarakat
yang pluralistik.
2. Sekolah tidak boleh sekedar menyampaikan nilai-nilai tersebut, tetapi juga harus membantu siswa memahami, menghayati, dan bertindak
berdasarkan nilai-nilai tersebut.
Agar memiliki keyakinan kuat terhadap kedua proposisi ini, pertama-tama sekolah harus memiliki pengertian yang jelas mengenai hakikat dari nilai-nilai tersebut.
Hakikat Nilai Moral
Terdapat dua macam nilai, yaitu nilai moral dan nonmoral. Nilai moral seperti kejujuran, tanggung jawab, dan keadilan mengandung kewajiban. Kita merasa diwajibkan untuk memenuhi janji, membayat tagihan, mengurus anak-anak, dan adil dalam berurusan dengan orang lain. Nilai moral mengatakan pada kita apa yang harus kita lakukan. Kita harus sejalan dengan nilai-nilai tersebut meskipun saat kita tidak menginginkannya.
Nilai nonmoral tidak mengandung kewajiban semacam itu. Nilai nonmoral menunjukkan apa yang ingin atau suka kita lakukan. Secara pribadi, saya mungkin suka mendengarkan musik klasik, atau membaca novel bagus. Tetapi jelas saya tidak diwajibkan untuk melakukannya.
Nilai-nilai moral (bersifat wajib) dapat dibagi lagi dalam dua kategori : universal dan nonuniversal. Nilai-nilai moral universal, seperti memperlakukan orang dengan adil dan menghormati kehidupan, kebebasan, dan kesetaraan, sifatnya mengikat semua orang di mana saja mereka berada karena nilai-nilai ini menegaskan kemanusiaan dan harga diri fundamental manusia. Kita berhak wajib memaksa agar semua orang berprilaku sesuai dengan nilai-nilai moral universal.
Nilai-nilai moral yang nonuniversal, sebaliknya tidak mengandung kewajiban moral yang universal. Nilai-nilai ini seperti kewajiban bagi pemeluk agama tertentu (misalnya, berdoa, berpuasa, memperingati hari besar keagamaan) adalah nilai yang secara individual ditaati.
Dua Nilai Moral Dasar: Sikap Hormat dan Bertanggung Jawab
Hukum moral alamiah yang mendasari agenda moral sekolah dapat diekspresikan dalam dua macam nilai dasar, yaitu sikap hormat dan bertanggung jawab. Kedua nilai inilah yang membentuk inti dari moralitas publik universal. Kedua nilai ini memiliki kelayakan objektif dan dapat ditunjukkan fungsinya terhadap kebaikan individual maupun kebaikan seluruh masyarakat. Nilai sikap hormat dan tanggung jawab sangat penting untuk membangun kesehatan pribadi, menjaga hubungan interpersonal, membangun masyarakat yang demokratis dan berprikemanusiaan, dan membentuk dunia yang adil dan damai.
Sikap hormat dan tanggung jawab bukan hanya boleh tetapi juga harus diajarkan sekolah jika ingin membangun manusia yang melek etika yang dapat memposisikan diri mereka sebagai warga negara yang bertanggung jawab dalam sebuah masyarakat.
====
Penulis Pendidik dan Pemerhati Pendidikan.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat/profesi/kegiatan (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Gunakan kalimat-kalimat yang singkat (3-5 kalimat setiap paragraf). Judul artikel dibuat menjadi subjek email. Tulisan TIDAK DIKIRIM DALAM BENTUK LAMPIRAN EMAIL, namun langsung dimuat di BADAN EMAIL. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]