Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Doloksanggul. Swarno Lumban Gaol (45), pria kelahiran Lumban Silondut, Desa Marbun Tonga Dolok (Martodo), Kecamatan Baktiraja, Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatra Utara ini bisa dibilang pahlawan dalam pelestarian Ihan Batak (neolissochilus thienemanni). Berbagai upaya untuk melestarikan ihan (ikan) endemik tanah Batak dilakukan alumni (S2) dari salah satu perguruan tinggi sawsta di Jakarta ini dari kepunahan, mulai dari penangkaran, pembenihan hingga berencana menabur sejuta bibit ihan kehabitat aslinya.
Habitat ihan Batak berada di kawasan Danau Toba. Populasinya sangat terdesak, karena Danau Toba dimasukin ikan-ikan mujahir (yang ganas dan suka nyerang ikan lainnya), nila dan jenis ikan lainnya. Salah satu jenis ikan yang dilindungi berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1 Tahun 2021 tentang Jenis Ikan yang Dilindungi ini dalam masyarakat Batak Toba merupakan "ikan adat". Karena sering dijadikan salah satu menu dalam acara adat. Biasanya dibikin naniura (dimasak pakai asam). Karena populasinya yang sudah sedikit (langka), sementara perkembangbiakannya di alam menurun akibat penangkapan yang terus berlangsung, harganya pun mahal, yakni di kisaran Rp 200.000-Rp 300.000 per kilogram. Maka orang Batak menggantinya dengan ikan mas dalam acara adat, karena populasinya masih banyak dan harganya relatif lebih murah.
Apa yang dilakukan Swarno bukan saja menyelamatkan populasi ihan yang tengah diambang kepunahan, tetapi dia telah menginspirasi banyak pihak mengikuti langkah nyatanya.
"Sejak kecil hingga beranjak dewasa, kami sudah terbiasa mengkonsumsi ihan, karena kebetulan ayah saya kesehariannya bekerja sebagai pardoton/parbubu (penangkap ikan dengan jaring/alat khusus). Bahkan, setiap saya pulang dari rantau, ayah kerap mengidangkan menu masakan ihan." kata tamatan S2 dari STIE YAPPAN Jakarta ini kepada medanbisnisdaily.com, Jumat (16/4/2021).
Berawal dari kisah Swarno kecil yang sangat akrab dengan cerita Ihan Batak serta kepedulian akan populasi Ihan Batak yang kian hari sangat langka bahkan sangat sulit untuk mendapatkannya di perairan sekitar Danau Toba, dia memutuskan untuk memulai usaha penangkarannya.
"Saya tahu ihan merupakan bagian dari tradisi sosial budaya Batak. Ikan ini sering digunakan dalam acara ritual adat. Habitat aslinya adalah perairan yang jernih serta arus sungai yang deras. Awalnya di tahun 2017, saya mencoba mendapatkan ihan dengan cara memancingnya di sekitaran Sungai Aek Silang, kemudian saya mulai menangkarnya di kolam kecil ini," papar Swarno sembari melangkah menuju kolam penangkaran di samping rumahnya.
Dia mengaku, usaha untuk melestarikan ihan yang dilakoninya hampir empat tahun lebih sudah membuahkan hasil berkat ketekunan dan niat tulus yang tanpa pamrih. Kini, populasi Ihan di kolam penangkarannya hampir 5.000 ekor indukan yang siap dilakukan pemijahan.
Nama Swarno Lumban Gaol juga lekat dengan perhimpunan pemandu wisata di Kabupaten Humbang Hasundutan. Ia terlibat langsung sebagai pemandu desa wisata Bakkara.
“Jadi sebagai pemandu desa wisata, saya kerap mendampingi wisatawan dan memberikan petunjuk serta bimbingan kepada wisatawan tentang objek wisata di Baktiraja. Nah, karena pengunjung objek wisata beragam, ada wisatawan lokal dan ada pula wisatawan mancanegara, maka saya dituntut harus mampu menguasai bahasa asing, terutama bahasa Inggris. Syarat lain yang harus dipenuhi untuk jadi pemandu wisata adalah harus punya wawasan yang dalam dan luas. Kedua hal tersebut penting supaya pemandu wisata bisa menjelaskan ke wisatawan." cerita Swarno tentang pemandu desa wisata, dia juga dulunya bekerja sebagai tenaga pengajar salah satu sekolah di Banda Aceh.
Kegiatan Swarno dalam melakukan pelestarian Ihan Batak di Desa Martodo, mulai dari menangkar, mencari pakan ihan dari alam hingga mempromosikannya sebagai wisata keanekaragaman hayati yang dilindungi pemerintah, menjadikan kegiatan pelestarian ihan Desa Martodo ini dikenal. Apa yang dilakukan Swarno terhadap permasalahan populasi Ihan Batak yamg makin langka, hingga menginspirasi banyak pihak untuk melakukan tindakan nyata.
“Kadang saya mengeluarkan biaya sendiri untuk memelihara ribuan ekor ihan, harapan saya kalau ada pihak yang membantu untuk pembelian pakannya," imbuh Swarno.
Perjuangan Swarno untuk menjadi pelestarian Ihan Batak pun tidaklah ringan. Di awal perjuangannya, dia sering ditolak ketika melakukan edukasi pelestarian ihan dengan label sebagai sarjana ‘abal-abal’. Namun dia mengaku tidak putus asa. Edukasi terus menerus dilakukan sembari terjun langsung dan memberi teladan.
Saat banyak orang lebih memilih menjadi tenaga pengajar/guru dengan status PNS, Swarno lebih memilih berkomitmen pada pelestarian ihan untuk tetap menjadi garda terdepan pelestarian. “Ini bukan tentang materi duniawi, tetapi lebih pada keberkahan Yang Kuasa pada alam dan lingkungan untuk orang banyak.
"Kita manusia seharusnya hidup di dunia bukan untuk, tapi merawat dan menjaga lingkungan serta keanekaragaman hayati seperti yang sudah dianugerahkan Tuhan pada kita. Semua itu butuh uluran tangan kita,” tutupnya.