Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Kedua tempat ibadah itu hanya dipisahkan oleh tembok batu bata. Alamat kedua tempat itu pun sama, Jalan Gatot Subroto, No 222, Solo. Masjid Al Hikmah dan Gereja Kristen Jawa (GKJ) Joyodiningratan saling bersebelahan. Sejak awal merdeka, kerukunan kedua umat sudah terjalin mesra. Majid Al Hikmah berdiri tahun 1947, sementara GKJ Joyodiningratan berdiri lebih awal tahun 1937. Kerap mereka saling membantu untuk aktivitas keagamaan.
Satu waktu, hari raya Idulfitri jatuh di hari Minggu. Bagi Muslim, perayaan hari raya terbesar Islam itu sudah dilakukan semenjak pagi. Artinya perayaan Idulfitri akan bertemu dengan ibadah gereja. Jadwal gereja Minggu yang biasanya dilakukan pagi hari diundur ke siang hari. Dengan begitu salat Idulfitri di Masjid Al Hikmah berjalan lancar.
Begitu selalu saban tahun, saling pengertian di antara kedua umat rumah ibadah berjalan penuh pengertian. Kedua tempat ibadah juga saling pinjam-meminjam pekarangan untuk dijadikan tempat parkir: hari Jumat pekarangan gereja menjadi tempat parkir umat masjid, dan hari Minggu lahan masjid jadi tempat parkir umat Kristiani. Betapa indah!
Peter Berger pernah meramalkan bahwa agama suatu saat akan menghilang. Namun, Hans Kung, Jalan Dialog (CRCS UGM), membantah Berger. Kung mengedepankan jalan dialog mendasarkan pendapatnya.
Bagi Kung, agama mesti dilihat dari saling keterkaitan antara satu agama dengan agama lainnya, sehingga yang muncul kemudian adalah “antaragama”. Kata “antar” menjadi penaut sehingga perbedaan agama dijembatai lewat dialog. Dialog pada akhirnya menciptakan perdamaian. Perdamaianlah kemudian yang menjadi modus perjumpaan.
Hans Kung mengatakan hal-hal berikut: Agama selalu berkaitan dengan pengalaman “bertemu dengan yang Suci”. “Realitas Sakral” ini dapat dipahami baik sebagai kekuatan, energi (roh, setan, malaikat), sebagai Tuhan (personal), sebagai Tuhan (impersonal), atau pun realitas tertinggi (nirvana). Dengan demikian, untuk tujuan dialog, “agama” dapat dimaknai sebagai hubungan sosial dan individu yang disadari secara vital dalam tradisi dan komunitas (melalui doktrin, etos, dan ritual), dengan sesuatu yang transenden dan meliputi manusia dan dunianya, dengan sesuatu yang selalu dipahami sebagai realitas yang benar dan telah final (Sang Absolut, Tuhan, Nirvana).
Hans Kung tidak hanya mengajarkan bagaimana kita beragama, tetapi bagaimana keberagamaan kita menghasilkan perdamaian di setiap sisi dunia.
Kata Kung “Tidak ada perdamaian dunia tanpa perdamaian agama.” Ungkapan ini seolah-olah mengingatkan kita pada kejadian-kejadian yang sudah pernah terjadi. Banyak agama yang selalu berselisih paham karena perbedaan agama, segala sesuatu peristiwa yang tidak berkaitan agama pasti akan melebar masalahnya karena selisih paham yang akan disangkutpautkan ujung-ujungnya dengan agama. Banyak masalah yang tidak dapat tuntas penyelesainnya dikarenakan perbedaan agama .
Dengan berdialog dengan agama lain, akankah berdampak kepada iman seseorang?
Hans Kung menyebut ‘keteguhan’. Keteguhan membuat kita mampu bersikap teguh dalam situasi khusus ketika menghadapi godaan atau tekanan. Jika saya beriman dan percaya terhadap agama saya, maka saya adalah orang yang mampu berdialog dengan bebas terhadap agama lain tanpa mengurangi iman saya sedikit pun. Keteguhan menuntut sikap terbuka dari pada defensif, semangat untuk belajar satu sama lain disertai dengan sikap rendah hati dan menghindari perasaan diri paling benar.
Hal penting lain yang dipandang perlu oleh Hans Kung dalam beragama adalah “ekumenis”. Ekumenis menciptakan ruang lingkup dialog antaragama yaitu dialog teologis dan non-teologis. Dialog teologis artinya memahami teks kitab suci. Sedangkan dialog non-teologis adalah penciptaan kerjasama antar-pemeluk agama dengan cara mencari kesamaan sisi kemanusiaan fundamental dari setiap agama.
Masjid Al Hikmah dan Gereja Kristen Jawa Joyodiningratan memaknai dialog antaragama dari sisi yang paling sederhana. Keteguhan beriman kedua umat tidak lantar luntur ketika Natal tiba umat Muslim tidak sekadar mengucapkan “selamat hari Natal”, namun ikut terlibat membantu perayaan itu berjalan baik.
Demikian juga sebaliknya. Lahan parkir yang saling pinjam, dengan demikian, menyatukan dua umat dalam keutuhan toleransi. Dialog antaragama mereka maknai tidak sebatas letak gedung yang bersebelahan, namun aktivitas kemanusiaan disandingkan dengan aktivitas keagamaan.
Hal-hal baik demikian sangat jamak kita jumpai di seantero nusantara. Apa yang disebut Hans Kung dengan beragama ekumenis yang teologis mesti dilanjutkan kepada yang non-teologis sehingga kesamaan nilai-nilai dalam setiap agama dimunculkan tanpa harus meninggalkan ekumenis yang teologis.
====
Penulis Mahasiswa Sosiologi Agama IAKN Tarutung
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]