Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
PEMERINTAH akhirnya menunda migrasi tahap 1 siaran televisi analog (analog switch off/ASO). Tadinya, suntik mati TV analog tahap 1 dijadwalkan pada 17 Agustus 2021. Peralihan TV analog menuju TV digital telah digeser dan akan dilakukan pada tiga tahap, yaitu 31 April 2022, akhir Agustus 2022 dan awal November 2022.
Penundaan ini sangat tepat demi memberi kesempatan yang lebih luas pada pemerintah untuk melakukan sosialisasi menyeluruh. Harapannya, masyarakat dapat benar-benar terinformasikan dan paham dengan manfaat TV digital. Selain itu, mundurnya ASO juga membuka ruang bagi industri televisi nasional untuk berbenah.
Menunggu Kesiapan Masyarakat
Pandemi Covid-19 benar-benar menguras pikiran, tenaga, waktu dan materi. Segenap lapisan masyarakat terkena dampaknya. Menunda ASO berarti memberikan waktu agar masyarakat seluruhnya siap. Setidaknya ada tiga ‘efek samping’ jika pemerintah benar-benar memaksakan suntik mati TV analog tahap 1 pada 17 Agustus 2021.
Pertama, selama pandemi, televisi menjadi sarana hiburan yang paling dapat dijangkau masyarakat, khususnya kalangan menengah ke bawah. Apalagi saat ini di sejumlah daerah tengah berlangsung PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat). Di sinilah peran TV Analog yang masih cukup vital.
Bayangkan ketika pemerintah jadi mematikan saluran TV analog. Di sisi lain, masyarakat belum seluruhnya siap secara finansial untuk membeli TV yang mendukung siaran digital atau menyediakan STB (Set Top Box) sebagai alat untuk mengkonversi sinyal digital menjadi gambar dan suara yang dapat ditampilkan di TV analog.
Masyarakat akan kehilangan sumber hiburan. Padahal imunitas menjadi faktor penting dalam upaya melawan penyebaran Covid-19. Bukankah imunitas dapat diperoleh ketika seseorang terhibur dan tidak stress?
Kedua, selain untuk hiburan, televisi menjadi sumber alternatif belajar peserta didik di pedesaan atau daerah-daerah 3T (Terdepan, Terpencil dan Tertinggal). Ketika sekolah tutup dan pembelajaran daring sulit dilakukan akibat keterbatasan akses internet dan kepemilikan gawai, menonton televisi yang menayangkan konten pendidikan sangat membantu kelangsungan pendidikan anak-anak di sana.
Kemdikbud telah menyediakan program khusus melalui siaran Televisi Edukasi atau TVe dari tingkat PAUD sampai SMA/SMK. Apabila TV analog jadi dimatikan, pendidikan anak-anak di daerah-daerah tadi akan semakin jauh tertinggal.
Ketiga, hoaks—terutama terkait info Covid-19—masih berseliweran di masyarakat. Pada konteksi ini, televisi justru menjadi kanal informasi yang paling dapat diandalkan pemerintah dalam menyebarkan informasi akurat dan melawan ‘berita-berita sesat.’ Ini penting terutama untuk menyasar pada masyarakat yang minim akses informasi lewat internet.
Ketika TV analog harus disuntik mati, upaya mengatasi pandemi dapat tersendat dan masyarakat akan semakin dilanda kepanikan karena maraknya informasi-informasi sesat tadi.
Momentum Perbaikan Mutu
Meski belum menjangkau seluruh lapisan masyarakat, pemerintah telah melakukan sosialisasi cukup masif di berbagai media perihal keuntungan TV Digital yang dapat dirasakan masyarakat.
Dengan TV digital, kualitas siaran akan lebih baik ketimbang TV analog, seperti gambar dan suara yang lebih jelas dan jernih. Berdasarkan survei Kemenkominfo, respon masyarakat ternyata tidak bertepuk sebelah tangan. Sebanyak 86,55% partisipan survei menyatakan tertarik untuk beralih ke TV digital karena gambar dan suara yang lebih jelas dan jernih tadi.
Namun, jika melihat fenomena yang belakangan terjadi, agaknya bukan hanya kualitas fisik tayangan yang perlu dibenahi. Tapi juga kualitas konten siaran.
Dalam Focus Group Discussion Riset Indeks Kualitas Siaran Televisi oleh KPI dan Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Juni 2021, ditemukan indikasi bahwa siaran televisi semakin ditinggalkan masyarakat. Hal ini disebabkan oleh kualitas konten siaran televisi yang kian memburuk dan kurang mencerdaskan.
Hasil studi Niel son Co pada tahun 2016 memberikan gambaran serupa. Pamor televisi kian redup dibandingkan dengan ponsel pintar dan tablet. Ini tidak main-main. Masyarakat, terutama yang dapat mengakses internet dan memiliki gawai, mulai mengalami perubahan perilaku menonton. Mereka lebih tertarik pada tayangan streaming atau game konsol melalui Youtube, Netflix dan beberapa platform media sosial yang menyediakan tayangan video seperti Facebook dan Instagram. Ironisnya, tayangan-tayangan regular di stasiun televisi banyak juga yang dapat disaksikan kembali di kanal-kanal video itu.
Kunci utama ada di tangan pemerintah. Payung hukum digitaliasi penyiaran lewat UU 11/2020 tentang Cipta Kerja tidak cukup hanya mengatur soal kesiapan seluruh stasiun televisi beralih ke moda digital. Tapi juga perlu diatur masalah kemauan dan konsistensi stasiun-stasiun televisi itu untuk memberi ruang pada konten-konten berkualitas. Itulah makna digitaliasi yang sesungguhnya.
Manfaat Bagi Semua
Migrasi TV analog ke TV digital, jika dilaksanakan dengan prosedur yang tepat akan menghadirkan kebaikan-kebaikan bagi pihak-pihak terkait.
Pertama, kehadiran TV digital akan memberikan alternatif tontonan yang lebih banyak bagi masyarakat. Pada saat yang sama, peluang untuk terciptanya tayangan-tayangan yang edukatif akan kian terbuka lebar.
Selama ini, ketika satu jenis tontonan memiliki rating yang tinggi, namun jauh dari nilai-nilai edukasi pada masyarakat, kecenderungan untuk memproduksi tayangan sejenis akan terus muncul. Sinetron dan FTV adalah bukti nyata. Keduanya bisa ditayangkan berkali-kali dalam satu hari, baik di satu stasiun televisi atau lebih.
Kedua, migrasi TV analog ke TV digital dapat dilakukan karena adanya penataan frekuensi yang pada akhirnya mendorong lahirnya teknologi 5G. Pada titik ini, lapangan kerja akan semakin banyak dan industri kreatif akan kian bertumbuh.
Kajian dari Boston Cosulting Group pada tahun 2017 menyebut adanya ‘multiplier effect’ dari TV Digital. Konon, akan muncul 181 ribu pertambahan kegiatan usaha baru dan 232 ribu penambahan lapangan kerja baru. Ini sangat logis. Tempo hari ketika kita beralih dari teknologi 3G ke 4G, jutaan lapangan kerja terbuka karena banyaknya sektor pekerjaan yang dapat dilakukan secara daring. Hal yang sama tentu akan terjadi mengingat teknologi 5G juga akan memunculkan inovasi-inovasi baru.
Ketiga, terkait dengan terbukanya lapangan kerja baru dan bertumbuhnya industri kreatif, Produk Domestik Bruto (PDB) negara diprediksi akan meningkat sebesar Rp 443,8 Triliun. Meningkatnya pendapatan negara jelas akan berdampak pada percepatan pembangunan yang akan dirasakan masyarakat luas.
Pada akhirnya perubahan tidak akan bisa dihindari karena dia bersifat kekal. Namun, ketika perubahan itu mendatangkan kebaikan-kebaikan, mengapa kita tidak menyambutnya dengan gembira?
====
Penulis Pendidik, Berdomisili di Medan.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]