Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
SALAH satu upaya yang dilakukan pemerintah dalam memutus mata rantai penularan Covid-19 adalah menerapkan kebijakan pembatasan sosial. Tak hanya sekali, pemerintah senantiasa menerapkan perubahan kebijakan pembatasan sosial secara berulang-ulang. Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut terjadinya perubahan kebijakan dilakukan demi menemukan kombinasi terbaik antara kesehatan dan kondisi ekonomi masyarakat. Karena virus yang selalu berubah dan bermutasi membuat pola penanganannya pun harus berubah sesuai dengan tantangan yang dihadapi.
Pemerintah harus tanggap terhadap perubahan keadaan, dari hari ke hari secara cermat. Arah kebijakan tetap dipegang secara konsisten, tapi strategi dan manajemen lapangan selalu dinamis menyesuaikan permasalahan dan tantangan.
Terjadinya langkah kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), PSBB transisi, pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat, hingga kebijakanPPKM level 4 seperti sekarang ini jelas memberikan dampak yang sangat luar biasa bagi sendi-sendi kehidupan, terutama bagi sektor kehidupan sosial ekonomi, karena mobilitas dari masyarakat menjadi terbatasi. Kegiatan perekonomian menjadi terganggu. Dalam estimasi rasional, penerapan PPKM terbukti mampu menekan mobilitas masyarakat sebesar -47%. Tapi sayangnya, terjadinya penurunan angka tersebut tak berpengaruh secara positif bagi penekanan kasus positif Covid-19, masih jauh dari harapan.
Angka masih Covid-19 pada beberapa wilayah Indonesia justru semakin tinggi saat kebijakan PPKM level 4 diterapkan. Tentu hal ini menjadi ironi bagi konstelasi penyelesaian masalah pandemi Covid-19. Atas dasar ini dapat dimaklumi jika banyak masyarakat yang menyatakan sikap keberatannya jika kebijakan PPKM ini terus menerus diperpanjang.
Keniscayaan Perubahan
Hadirnya wabah pandemi Covid-19 sejatinya menghasilkan perubahan permanen, baik secara sosial maupun ekonomi. Pergerakan masyarakat yang dibatasi, perkantoran dan tempat perbelanjaan dan wisata yang ditutup faktanya telah menurunkan konsumsi rumah tangga secara signifikan. Problem lain adalah soal kualitas pertumbuhan ekonomi. Kontribusi sektor yang tumbuh tinggi pada kuartal kedua terhadap serapan tenaga kerja relatif kecil dibanding penggerak ekonomi produktif seperti manufaktur dan pertanian.
Terjadi tekanan hebat pada 2020, pertanian masih mampu tumbuh di atas 1,7%. Begitu juga pada sektor industri pengolahan yang relatif tumbuh pada kisaran 6,5%. Sektor pertanian mampu berkontribusi positif terhadap penyaluran kredit perbankan pada saat sektor lain tumbuh negatif. Dalam acuan data Bank Indonesia, pada pertengah Juni 2021 bantuan kredit modal kerja ke pertanian faktanya mampu tumbuh sebesar 11,7%. Rasional ini jelas berbanding terbalik dengan angka kredit modal kerja ke sektor pertambangan yang minus 12% .
Begitu juga dalam transaksi ekonomi digital yang mengalami kenaikan signifikan. Terjadinya kenaikan transaksi e-commerce hingga Rp 253 triliun pada 2020 membuktikan jika transformasi digital selama masa pandemi Covid-19 telah mampu menciptakan interaksi sosial transaksi tanpa tatap muka. Namun, terjadinya peningkatan sektor e-commerce naik pesat, tak diikuti naiknya output industri dalam negeri sebagai penopang pertumbuhan ekonomi nasional. Akibatnya, pesatnya transaksi e-commerce hanya sebatas memenuhi kebutuhan konsumsi. Pesatnya perdagangan digital idealnya menunjang proyeksi logistik perdagangan karena ada estimasi yang diperhitungkan atas kepastian target pembeli yang hadir secara online.
Dalam keniscayaan perubahan, sektor industri yang memproduksi barang harusnya didukung oleh perangkat digital supaya produk industri lokal Indonesia semakin dominan dalam pasar ekonomi
digital. Tapi kenyataannya, justru barang yang banyak diperdagangkan secara online dalam e commerce adalah barang impor yang masuk lewat cross border, maupun impor lewat pedagang atau seller. Tentu hal ini hanya akan membuat nasib pelaku usaha dalam negeri menjadi semakin lsulit ldan melemah. Sebagai dampak lanjutan, terjadi ketimpangan sosial ekonomi yang semakin melebar. Sebagai akibat kolonisasi kelas atas yang mampu memitigasi risiko penurunan nilai aset.
Langkah Berkelanjutan
Terjadinya modernitas ekonomi akibat Covid-19 mendorong pemulihan ekonomi bergerak pada lintasan sektor pengembangan digital. Majunya dunia e-commerce dalam kebangkitan ekonomi masa pandemi Covid-19 bukan sekadar program ekonomi sementara selama masa wabah pandem Covid-19. Karena dari perkembangan fakta yang terus berjalan setiap hari dampak dari wabah pandemi Covid -19 telah memaksa dunia untuk berubah dan menyesuaikan diri dengan segala macam bentuk adaptasi.
Dampak pandemi Covid-19 dalam waktu singkat telah membuat banyak perubahan, tak terkecuali dalam dunia usaha. Saat ini transformasi digital memiliki peranan penting dalam dunia usaha.
Menurut laporan terbaru yang dilansir oleh Google, Temasek Holdings dan Bain & Company, transformasi digitalisasi pada dunia usaha saat ini akan terus terjadi bahkan pascapandemi. Di Asia Tenggara, berdasarkan e-Conomy SEA 2019, ekonomi digital akan berkembang hingga USD 300 miliar. Selain itu, kini dan di masa depan dunia usaha juga akan terdapat lebih banyak interaksi dan transaksi pada perangkat seluler melalui internet daripada secara fisik atau tatap muka. Fakta
dan angka ini menunjukan bukti nyata bahwa digitalisasi adalah masa depan untuk bisnis.
Oleh sebab itu, setiap para pelaku usaha, khususnya Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), perlu untuk terus memulai dan juga mempercepat proses perubahan menuju transformasi digital yang tak hanya untuk bertahan selama pandemi, melainkan untuk mengembangkan usaha pada masa mendatang. Apalagi laju ekonomi digital bersifat dinamis. Berkembangnya startup dan unicorn di Indonesia jelas menambah nilai atau value ekonomi digital, namun diperlukan pengaturan sistem supaya masyarakat umum mampu mendapatkan manfaat yang optimal. Regulasi yang tepat mutlak diberlakukan demi menopang struktur industri nasional sehingga tidak terjadi power concentration yang menimbulkan welfare loss yang dapat merugikan konsumen dan UMKM yang bermain di industri digital.
Penting menjadi perhatian bagi pemerintah Indonesia untuk dapat menyediakan ekosistem pasar yang kondusif beserta regulasi untuk mengatur persaingan usaha, merger dan akuisisi terkait industri digital. Para pemangku kepentingan dari berbagai instansi perlu bekerja sama karena industri digital melibatkan kepentingan berbagai
pihak. Demikian juga regulasi tersebut juga harus siap untuk mengantisipasi perubahan digital yang sangat cepat.
Akhir kata, semoga kita mampu beradaptasi dengan lahirnya modernitas ekonomi baru.
====
Penulis Analis dan Direktur Eksekutif Jaringan Studi Indonesia
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]