Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) telah memproyeksikan tingkat kemiskinan di Indonesia pada 2022 berpotensi melonjak menjadi 10,81%.
Dengan kata lain, diperkirakan pada 2022 mendatang jumlah penduduk miskin di Indonseia dapat mencapai 29,3 juta jiwa.
Hal ini dapat terjadi karena melemahnya anggaran perlindungan sosial (perlinsos). Padahal anggaran perlinsos ini dinilai memiliki peran penting dalam menopang keluarga miskin yang terdampak keras oleh pandemi.
"Namun, ketika beban krisis membuncah dan pandemi belum menunjukkan tanda-tanda berakhir, alokasi anggaran perlinsos justru semakin menurun," jelas IDEAS dalam sebuah laporan.
Dikatakan bahwa pada 2020 kemarin, realisasi anggaran PEN Perlinsos mencapai Rp 216,6 triliun. Sedangkan pada APBN 2021 alokasinya turun menjadi Rp 184,5 triliun.
Namun berdasarkan data terkini, pada RAPBN 2022 hanya direncanakan Rp 153,7 triliun. Melemahnya anggaran perlinsos berpotensi memicu semakin banyak penduduk miskin yang tidak terlindungi.
Oleh sebab itu, agar dapat menekan angka kemiskinan di Indonesia, pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan alternatif ataupun mendorong mendorong pertumbuhan ekonomi dengan lebih inklusif secara signifikan.
"Hanya jika pemerintah mampu melakukan kebijakan afirmatif secara optimal dan mendorong pertumbuhan lebih inklusif secara signifikan, atau skenario optimis, maka penurunan angka kemiskinan dapat berlanjut," jelasnya lagi.
Sebenarnya pemerintah memang terlihat berupaya keras memulihkan perekonomian, terlebih seiring berakhirnya serangan pandemi Covid-19 gelombang ke-2 yang berpuncak pada Juli 2021 yang lalu.
Sejak itu, pemerintah telah melakukan pembukaan hampir di seluruh aktivitas sosial-ekonomi, termasuk sekolah dan event olahraga, diharapkan akan kembali mendorong konsumsi dan pertumbuhan ekonomi.
Namun arah pemulihan ke depan, selain diliputi ketidakpastian tinggi, juga diyakini berpotensi tidak inklusif.
"Pemulihan pasca pandemi akan ideal ketika semua sektor tumbuh dengan kecepatan yang sama, sehingga manfaat pertumbuhan akan dirasakan secara merata," tulis IDEAS dalam sebuah laporan.(dtf)