Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
TIDAK dapat dipungkiri lagi bahwa kita telah berada di era dunia berubah begitu cepat, yang mana perubahan tersebut terutama digerakkan oleh globalisasi, ekonomi berbasis pengetahuan yang berjalan bersamaan dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Perubahan ini tidak hanya menghasilkan tantangan di satu sisi, namun di sisi lain juga kesempatan baik di sektor swasta maupun sektor publik.
Untuk dapat meraih keuntungan kompetitif sehingga dapat terus bertahan dan bahkan berkompetisi dalam perubahan lingkungannya, banyak perusahaan besar yang mengadopsi berbagai pendekatan manajemen berikut teknologi informasi dan komunikasi, baik secara teknikal maupun filosofis. Sektor publik yang digerakkan oleh pemerintah biasanya akan mengikuti bahkan mengadopsi tren perubahan yang dilakukan oleh sektor swasta tersebut (Chong and Pandya, 2013). Salah satunya adalah manajemen pengetahuan (knowledge management).
Kurun waktu dekade terakhir, prinsip-prinsip new public management dan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) telah banyak diadopsi dalam berbagai regulasi kepemerintahan. Namun dalam berbagai diskursus, birokrasi (masih saja) cenderung dipandang sebagai ‘beban’ pembangunan. Isu-isu semisal ketidakjelasan prosedur layanan, rendahnya inisiatif dan inovasi, perilaku silo, dan lain sebagainya, praktiknya masih ditemukan di lapangan.
Sebagaimana diketahui bahwa organisasi adalah sekumpulan orang-orang yang melakukan sekumpulan aktifitas guna mencapai tujuan yang sama. Senge (1995) menyebutkan organisasi pembelajar (learning organization) bahwa yang belajar adalah manusianya. Jadi pengetahuan merupakan hasil belajar dari manusia yang diakumulasikan menjadi pengetahuan organisasi. Pengetahuan yang dimiliki oleh manusia tidak ada yang persis sama, maka kombinasi pengetahuan manusia yang ada di dalam organisasi akan menghasilkan pengetahuan organisasi yang berbeda. Karena itulah organisasi perlu mengelola pengetahuannya sebaik mungkin untuk mendapatkan manfaat sebanyak-banyaknya.
Praktik Manajemen Pengetahuan
Tiwana, sebagaimana dikutip Munir (2015) menyebutkan bahwa manajemen pengetahuan adalah pengelolaan pengetahuan organisasi untuk menciptakan nilai dan menghasilkan keunggulan bersaing atau kinerja prima. Melalui manajemen pengetahuan, secara sadar organisasi mengidentifikasikan pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki dan memanfaatkannya untuk meningkatkan kinerja dan menghasilkan berbagai inovasi. Dengan dukungan manajemen pengetahuan organisasi juga aktif mengidentifikasikan dan mengakuisisi pengetahuan-pengetahuan berkualitas yang ada di lingkungan eksternal organisasi.
Konsep manajemen pengetahuan secara eksplisit telah dimuat dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN&RB) Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Manajemen Pengetahuan (Kowledge Management), dimana manajemen pengetahuan diterapkan dalam kerangka program reformasi birokrasi nasional. Namun sepanjang pengetahuan dan pengamatan penulis, evaluasi secara spesifik terhadap implementasi terhadap penerapan manajemen pengetahuan belum banyak dilakukan oleh instansi pemerintah dan sering dianggap sebagai bagian dari penerapan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE).
Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Khotbancha et.al (2014) yang dimuat dalam International Journal of Educational Administration and Policy Studies, terdapat beberapa masalah dalam penerapan manajemen pengetahuan pada sektor publik, yakni: kurangnya praktisioner yang cakap di bidangnya, rendahnya dukungan dari manajemen puncak, masalah budaya organisasi, kurangnya kesiapan sumber daya dan proses yang terkait, rendahnya teknologi informasi dan komunikasi, strategi yang tidak direspon dengan baik, dan rendahnya audit dalam menilai proses bisnis unit kerja.
Sejalan dengan hal itu, berdasarkan suvei yang dilakukan Albers (2009) terdapat 8 faktor yang menentukan keberhasilan penerapan manajemen pengetahuan, yakni: (1) proses yang terstruktur, (2) adanya orang-orang yang ahli, (3) adanya “champion”, (4) dukungan manajemen tingkat atas, (5) budaya organisasi, (6) dukungan teknologi informasi, (7) adanya unit khusus manajemen pengetahuan, dan (8) ukuran keberhasilan yang jelas.
Sebagai sebuah konsep, manajemen pengetahuan melekat/tertanam (embedded) dalam seluruh proses bisnis instansi pemerintah. Sebagai sebuah pendekatan disiplin, konsep ini berfokus dalam pelbagai proses manajemen dalam memfasilitasi penemuan pengetahuan, identifikasi, menciptakan, membagikan, menerapkan secara berkelanjutan, serta memperbaharui pengetahuan guna dapat meningkatkan kinerja organisasi. Secara umum, unsur yang terkait dalam manajemen pengetahuan yakni pengetahuan (knowledge), orang (people), proses, dan teknologi.
Tegasnya, manajemen pengetahuan adalah sebuah kerangka berbagi dan menyebarkan pengetahuan untuk membantu organisasi mengambil keputusan dan memampukan organisasi untuk meningkatkan kreatifitas dan inovasi. Sebagai organisasi publik, merupakan kewajiban instansi pemerintah untuk menjadikan manajemen pengetahuan sebagai cara untuk meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat.
Kepemimpinan dan Audit
Kepemimpinan jelas adalah salah satu faktor paling krusial dalam sukses atau tidaknya manajemen pengetahuan diterapkan. Seorang pemimpin bertanggung jawab dalam membangun kultur organisasi, secara konsisten membentuk, membagikan, dan menata pengetahuan secara berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan organisasi yang dinahkodainya.
Pejabat publik saat ini telah “dipaksa” untuk dapat berpikir dan bertindak berdasarkan prinsip-prinsip good coorporate governance. Artinya seorang pejabat tidak dapat lagi hanya berorientasi anggaran, namun harus mampu menghasilkan dan meningkatkan produk (output) yang dibutuhkan dan berdampak pada peningkatan kesejahteraan dan layanan kepada masyarakat.
Praktik penerapan manajemen pengetahuan pada organisasi publik dapat dilakukan dengan membentuk wadah berupa unit/program khusus yang melibatkan sebanyak mungkin staf untuk berdiskusi secara intensif mengenai kelemahan yang masih dirasakan dalam setiap proses bisnis layanan, saling berbagi pengetahuan (learning together), dan diikuti dengan langkah-langkah konkret untuk menghasilkan keluaran (output) yang lebih cepat, efektif, efisien, dan ekonomis kepada stakehoders. Dikaitkan dengan konsep pengendalian internal (internal control), perbaikan proses bisnis secara berkelanjutan merupakan ciri utama tingkat kematangan (maturitas) organisasi.
Dalam bukunya Knowledge Management (ITB Press, 2010), Tjakraatmadja dan Lantu menyebutkan bahwa pemimpin berperan penting dalam membangun kebiasaan berpikir kritis/sistemik, menganalisa kondisi berdasarkan data dan teori, merujuk pada praktik-praktik terbaik (best practice), dan didukung dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Kebiasan seperti ini, jika diterapkan secara konsisten diyakini akan berpengaruh secara siqnifikan dalam memperbaiki tata kelola layanan birokrasi.
Manajemen juga berperan dalam membangun atmosfir dan budaya belajar, serta memberikan penghargaan (reward) bagi pihak yang berhasil menerapkan manajemen pengetahuan dan meningkatkan layanannya. Pemimpin birokrasi berperan sebagai agen perubahan (agent of change), teladan (role model), serta ‘champion’, yang memberi semangat bagi staf untuk tidak berpuas diri atau melaksanakan pekerjaan hanya sebagai business as usual, namun terus belajar dan memberikan yang terbaik bagi organisasi.
Pemerintah (birokrasi) sebetulnya memiliki banyak peluang dan keuntungan untuk menerapkan manajemen pengetahuan ini. Selain sumber daya manusia dan anggaran yang sudah tersedia, sense of urgency adalah modal dasar yang tidak kalah penting. Kepekaaan dan empati terhadap kebutuhan masyarakat luas akan layanan birokrasi yang prima dan inklusif perlu dimiliki para penyelenggara negara.
Akhirnya, manajemen pengetahuan adalah sebuah keharusan bagi instansi pemerintah. Organisasi yang tidak belajar pastinya akan tertinggal dalam era yang penuh perubahan dan ketidakpastian. Manajemen pengetahuan hanya akan terlaksana secara optimal jika dilakukan secara serius, terstruktur, dan konsisten.
Untuk mendukung pihak manajemen dalam mengawal dan mengevaluasi impelementasi manajemen pengetahuan di lingkungan instansi pemerintah, rasanya tidak berlebihan jika unit pengawasan internal juga dapat melakukan layanan audit dan konsultasi kepada unit kerja. Pengawasan internal terkait manajemen pengetahuan juga dapat diberikan secara khusus pada saat melakukan penjaminan mutu (quality assurance) pada semisal program evaluasi pelaksanaan reformasi birokrasi dan sistem pengendalian internal pemerintah. Pengawasan internal yang optimal diharapkan dapat memberikan rekomendasi yang terbaik kepada pengambil kebijakan serta memberikan nilai tambah yang bermanfaat bagi instansi pemerintah.
====
Penulis Lulusan Ilmu Administrasi Negara USU, Magister Studi Pembangunan ITB, anggota Asosiasi Auditor Internal Pemerintah Indonesia (AAIPI).
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]