Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
AWAL 2022, di tengah masa pandemi yang belum berakhir, kegundahan ibu rumah tangga khususnya bertambah. Harga minyak goreng yang termasuk salah satu komponen dari sembilan bahan pokok (sembako) mengalami kenaikan yang cukup menonjol. Sebelumnya, harga-harga kebutuhan pokok lainnya juga ikut merangkak naik. Kenaikan harga minyak goreng yang cukup tinggi ini belum pernah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Harga minyak goreng saat ini diibaratkan seperti “layangan putus” yang terus bergerak dan tak terkendali.
Merujuk data pusat informasi harga pangan strategis, harga minyak goreng curah mencapai Rp 18.150/kg atau naik 33,4% dari awal tahun. Selanjutnya pada periode yang sama, harga minyak goreng kemasan bermerek menjadi Rp 20.050/kg (naik 32,3%) dan minyak goreng kemasan naik 34,8% menjadi Rp 19.550/kg. Kenaikan harga minyak goreng telah berlangsung sejak tahun lalu. Kenaikan 3 jenis minyak goreng ini bergerak dari 37,4% hingga 42,6% jika dikumulatifkan dari Januari 2020 hingga 21 Desember 2021.
Ironisnya, Indonesia merupakan negara terbesar produsen minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO). Pada 2020 saja, Indonesia menduduki ranking pertama eksportir minyak kelapa sawit dunia. Total ekspor CPO Indonesia pada saat itu mencapai 37,3 juta ton dengan market share global mencapai 55 persen.
Menurut data Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), produksi kelapa sawit Indonesia tahun 2020 mencapai 51,58 juta ton, lebih tinggi dari rata-rata tahunan produksi tahunan yang mencapai 37,57 juta Ton.
Konsumsi minyak goreng masyarakat Indonesia juga cukup tinggi. Merujuk hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2021, pengeluaran penduduk untuk minyak goreng sebesar Rp 16.111/kapita/bulan. Dari sisi pengeluaran rumah tangga, proporsi pengeluaran untuk membeli minyak goreng sebesar 1,27% dari total pengeluaran Rp 1.264.590/kapita/bulan. Memang dari sisi persentase kenaikan itu terlihat kecil, namun dari sisi nominal cukup besar.
Permasalahannya, konsumsi minyak goreng tidak hanya oleh rumah tangga. Tetapi juga kebutuhan bahan baku dan bahan penolong Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) nasional, terutama yang bergerak dalam kategori penyediaan makan dan minum serta industri makanan.
Dikutip dari laporan Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI), konsumsi minyak goreng di luar rumah tangga mencapai 56% dari seluruh konsumsi minyak goreng nasional. Artinya, konsumsi di luar rumah tangga lebih besar dari konsumsi minyak goreng dalam rumah tangga.
Lalu kira-kira apakah yang menjadi penyebab kenaikan harga minyak goreng ini? Secara global, ternyata inflasi dari minyak makan (oilseeds) jauh melebihi inflasi pangan. Berdasarkan data Food and Agriculture Organization (FAO) menunjukkan bahwa Indeks Pangan (Food Index) global yaitu 108,6 pada Desember 2020 meningkat menjadi 133,7 pada Desember 2021 atau kenaikan sekitar 23% selama setahun.
Di sisi lain, indeks untuk minyak makan (oilseed index) naik dari 131,2 pada Desember 2020 menjadi 178,5 atau kenaikan sebesar 36 persen selama setahun. Kenaikan harga oilseeds yang menjadi bahan baku minyak goreng mengakibatkan kenaikan tajam harga minyak goreng. Hal inilah yang menyebabkan pemerintah menghadapi tekanan inflasi makanan yang sangat tinggi.
Gejolak harga ini juga dipicu oleh turunnya produksi CPO di beberapa negara pemasok. Merujuk data dari Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), produksi CPO Indonesia turun sekitar 1% pada September 2021 dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Begitu pula dengan Malaysia yang turun sekitar 0,39% pada periode yang sama. Penurunan produksi ini mengakibatkan harga internasional CPO sebagai bahan baku minyak goreng naik cukup tajam. Harga CPO di pasaran internasional sudah mencapai di atas US$1.400 per metrik ton.
Selanjutnya kenaikan harga juga disebabkan oleh belum terintegrasinya sebagian besar industri hilir CPO dengan kebun sawit. Meskipun Indonesia adalah produsen CPO terbesar, namun kenyataannya di lapangan menunjukkan sebagian besar produsen minyak goreng tidak terintegrasi dengan produsen CPO. Hal ini mengakibatkan produsen minyak goreng membeli CPO yang sudah mengalami kenaikan harga di pasar internasional.
Pergeseran konsumsi minyak goreng kelapa ke minyak goreng kelapa sawit yang lebih murah, juga menjadikan tingginya konsumsi minyak goreng sawit nasional. Kebijakan pemerintah dengan menerapkan mandatori B30 (Biodiesel 30%) yaitu campuran 30 persen biodiesel dalam bahan bakar jenis solar, juga turut memicu peningkatan konsumsi nonmakanan minyak sawit nasional.
Naiknya harga minyak goreng menjadi dilema bagi pemerintah. Di satu sisi, kenaikan harga CPO di pasar internasional memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan petani kelapa sawit. Namun di sisi lain, berdampak negatif memicu inflasi dan beban bagi pengeluaran kebutuhan rakyat.
Kenaikan harga ini merupakan bencana pangan bagi masyarakat. Ditambah di masa pemulihan ekonomi akibat adanya pandemi. Lantas bagaimana cara mengurangi atau setidaknya menekan bencana kenaikan harga minyak goreng di tengah-tengah masyarakat.
Pemerintah sebagai pemegang kebijakan diharapkan mampu menjamin ketersediaan minyak goreng dengan harga terjangkau bagi masyarakat. Pemerintah melalui Permendag nomor 36/2020, tentang Minyak Goreng Sawit Wajib Kemasan, mengatur bahwa mulai 1 Januari 2022 minyak goreng curah sudah tidak boleh diperdagangkan.
Kebijakan ini diharapkan dapat melindungi harga minyak goreng akibat fluktuasi harga CPO internasional. Minyak goreng curah diproduksi melalui satu kali penyaringan, sehingga mudah rusak dan daya tahan penyimpanan pendek. Hal ini menyebabkan harganya sangat rentan terpengaruh harga CPO dunia.
Namun, mengubah pola konsumsi dari minyak goreng curah menjadi minyak goreng kemasan tidaklah mudah. Masalah lain muncul karena kemampuan daya beli masyarakat kelas bawah yang rendah. Pemerintah harus memastikan produksi minyak kemasan yang terjangkau namun tetap memenuhi standar keamanan pangan dengan variasi kemasan lebih kecil.
Langkah lain penanganan jangka pendek, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) juga mentapkan kebijakan satu harga minyak goreng Rp 14.000 per liter mulai 19 Januari 2022. Melalui kebijakan ini diharapkan masyarakat dapat memperoleh minyak goreng dengan harga terjangkau dan di sisi lain produsen tidak dirugikan karena selisish harga akan diganti oleh pemerintah. Kebijakan Minyak Goreng Satu Harga merupakan upaya lanjutan pemerintah untuk menjamin ketersediaan minyak goreng dengan harga terjangkau.
Selain itu, pemerintah memberikan aturan pembelian minyak goreng dibatasi hanya 2 liter untuk rumah tangga. Hal ini dilakukan untuk menghindari penimbunan minyak goreng oleh masyarakat. Pemerintah juga berjanji akan melakukan monitoring dan evaluasi dari kebijakan ini secara rutin. Agar kebijakan ini tidak merugikan siapa pun.
Pemerintah juga diharapkan untuk menjadikan kebutuhan CPO dalam negeri menjadi prioritas sebelum ekspor dilaksanakan. Sehingga ketika harga CPO di pasar internasional naik, harga minyak goreng dalam negeri tidak berfluktuasi tinggi. Dengan kata lain, pemerintah diharapkan mampu memainkan peran ganda sebagai produsen CPO terbesar di dunia. Artinya pemerintah harus dapat berperan mengendalikan harga minyak goreng dalam negeri demi kesejahteraan rakyatnya. Sekaligus dapat memainkan peran sebagai eksportir terbesar CPO dunia, demi meraup devisa untuk negara.
Saat ini, perusahaan besar sawit masih lebih fokus untuk mengekspor produk mereka karena kondisi harga yang tinggi sehingga lebih menguntungkan. Di sinilah peran pemerintah dibutuhkan untuk membuat aturan khusus terkait syarat ekspor sawit. Seperti, tentang kewajiban pemenuhan kebutuhan minyak sawit dalam negeri sesuai harga yang ditentukan pemerintah yang akan berdampak kepada harga produk turunannya seperti minyak goreng.
Integrasi industri minyak goreng dengan perusahaan perkebunan juga tidak kalah penting. Karena produksi bahan baku dengan industri minyak goreng merupakan dua hal yang tidak terpisah. Dengan integrasi yang baik, diharapkan produsen minyak goreng dapat memenuhi nahan bakunya sendiri. Sehingga tidak begitu terpengaruh oleh fluktuasi harga CPO internasional.
Pada dasarnya pemerintah melalui kementrian/Lembaga serta BUMN harus fokus meralisasikan amanat Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945. Pembentukan instrumen stabilisasi harga minyak goreng melalui kebijakan sangat diperlukan. Pemantauan terkait pelaksanaannya menjadi hal yang tak terelakkan. Pemerintah harus mampu mengambil tindakan tegas jika terjadi pelanggaran akan aturan yang telah dibentuk. Bahkan pencabutan ijin usaha perusahaan jika diperlukan.
Kita juga dapat berperan aktif dan menjadikan diri kita sebagai bagian dari solusi permasalahan ini. Salah satunya dengan mengurangi konsumsi makanan yang digoreng sehingga menekan konsumsi rumah tangga pada minyak goreng. Mengkonsumsi minyak goreng yang berlebihan juga berdampak buruk pada kesehatan. Fenomena melambungnya harga minyak goreng menjadi langkah penting untuk menata ulang gaya hidup sehat.
Kenaikan harga minyak goreng juga dapat dijadikan momen bersama untuk membangun kemandirian pada level rumah tangga dengan dukungan teknologi sederhana tentunya. Nusantara memiliki komoditi kelapa yang cukup besar. Dengan keterampilan yang dapat dipelajari dan dukungan teknologi sederhana, rumah tangga dapat memproduksi miyak goreng sendiri dari kelapa. Ilmuwan Institut Teknologi Bandung, Aqsha (2020), mengatakan bahwa zat kimia dari minyak goreng lokal (dibuat secara tradisional) lebih baik bagi tubuh dibandingkan minyak goreng yang dikelola secara modern. Kita berharap metode ini bisa membangun kemandirian rumah tangga dan memutus ketergantungan pada pasar minyak goreng yang fluktuatif.
Apabila masalah stabilitas dan ketersediaan minyak goreng ini dapat terselesaikan, maka Indonesia dapat lebih fokus untuk semakin mendorong perkembangan industri sawit, dari hulu hingga hilir. Untuk itu, semua pihak perlu pengorbanan dan bergotong royong dengan mendahulukan kepentingan rakyat banyak dalam hal ketersediaan minyak goreng. Bersama kita pasti bisa!
====
Penulis Fungsional Statistisi Muda BPS Provinsi Sumatra Utara.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]