Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Para diplomat tinggi dari Amerika Serikat, Jepang, dan Korea Selatan mengutuk setelah terjadinya serangkaian peluncuran rudal balistik oleh Korea Utara.
Dalam pertemuan di Honolulu, AS, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, Menteri Luar Negeri Korea Selatan Chung Eui-yong, dan Menteri Luar Negeri Jepang Hayashi Yoshimasa mengutuk tujuh peluncuran rudal tersebut sebagai "mengganggu stabilitas".
"Pyongyang perlu menghentikan kegiatannya yang melanggar hukum dan terlibat dalam dialog," demikian pernyataan ketiganya, dilansir AFP, Minggu (13/2/2022).
"DPRK (Korut) sedang dalam fase provokasi," kata Blinken pada konferensi pers bersama dua menteri luar negeri lainnya.
"Kami terus bekerja untuk menemukan cara untuk meminta pertanggungjawaban DPRK," imbuh Blinken, mengutip sanksi terbaru yang dijatuhkan pada delapan orang dan entitas yang terkait dengan pemerintah Korea Utara.
Ketiga diplomat itu menegaskan kembali komitmen mereka terhadap denuklirisasi seluruh Semenanjung Korea, dan kesiapan untuk melanjutkan pembicaraan dengan Pyongyang, yang belum menanggapi tawaran dari pemerintahan Presiden AS Joe Biden pada tahun lalu.
"Para Menteri Luar Negeri menekankan bahwa mereka tidak memiliki niat bermusuhan terhadap DPRK dan menggarisbawahi keterbukaan yang berkelanjutan untuk bertemu dengan DPRK tanpa prasyarat," kata mereka dalam pernyataan itu.
Sebelumnya, Duta Besar AS untuk PBB, Linda Thomas Greenfield mengkritik Korut soal uji coba rudal balistiknya. Dia menyebut Korut harus menghormati hak asasi manusia.
"Kami menyerukan DPRK (Republik Demokratik Rakyat Korea-red) untuk menunjukkan komitmen terhadap kesejahteraan rakyatnya dengan menghormati hak asasi manusia, menghentikan program WMD (senjata pemusnah massal) dan rudal balistik yang melanggar hukum, dan memprioritaskan kebutuhan rakyatnya -- warga Korea Utara yang rentan," ujar Linda Thomas-Greenfield seperti dilansir dari Reuters, Selasa (8/2/2022).
Korut berada di bawah sanksi-sanksi PBB sejak tahun 2006 atas program nuklir dan rudal balistiknya. Pada November lalu, Rusia dan China membangkitkan kembali resolusi tahun 2019 untuk melonggarkan sanksi PBB terhadap Korut.
Mereka menyebutnya sebagai upaya meningkatkan situasi kemanusiaan. Dorongan itu menuai sedikit dukungan dari anggota Dewan Keamanan PBB lainnya, sehingga tidak jadi divoting.
"Jika Dewan memikirkan warga Korea biasa dan bukan semata-mata geopolitik, maka proposal ini memerlukan dukungan. Kami meyakini bahwa penerapan sanksi Dewan Keamanan membutuhkan dosis humanisasi yang kuat," sebut Wakil Duta Besar Rusia untuk PBB, Dmitry Plolyanskiy.
Berdasarkan laporan rahasia PBB yang dilihat Reuters pada Sabtu (5/2), situasi kemanusiaan di Korut 'terus memburuk'. Laporan itu menyebut situasi buruk kemungkinan besar dipicu oleh blokade COVID-19 yang diberlakukan otoritas Korut.(dtc)