Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
PENDIDIKAN adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan ini. Dengan adanya pembelajaran, maka diri akan dibentuk menjadi pribadi yang berakal budi dan berkarakter yang baik. Dapat dikatakan, semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin ia memiliki karakter yang baik dan lebih bijak.
Salah satu media pendidikan terpenting dewasa ini adalah sekolah. Saat ini pemerintah menetapkan bahwa program wajib bagi masyarakat Indonesia adalah mengikuti pendidikan selama 12 tahun di jenjang sekolah dasar (selama 6 tahun), sekolah menengah pertama (selama tiga tahun), dan Sekolah Menengah Atas (juga tiga tahun). Dengan adanya penyelenggaraan pendidikan di sekolah, setiap masyarakat dilatih dan dididik kemampuannya agar dapat memiliki skills yang diperlukan.
Dalam dua tahun terakhir ini, penyelenggaraan pendidikan mengalami kesulitan. Di awal pandemi, seluruh kegiatan sekolah diliburkan. Pembelajaran dilakukan dari rumah. Sekitar 45 juta siswa yang duduk di seluruh jenjang pendidikan hanya bisa mengandalkan pembelajaran daring (online) atau semi daring (sebagian online), bahkan ada sekolah yang tidak memiliki akses, justru tidak melaksanakan pembelajaran sama sekali.
Itu di tahap awal pandemi. Namun suasana kemudian membaik. Perlahan, terlebih di saat vaksin telah diberikan kepada peserta didik, sekolah-sekolah kembali “hidup”. Siswa-siswa kini mulai aktif bersekolah.
Tetapi masalahnya adalah, meski sekolah sebagian besar telah berlangsung, dampak pandemi ternyata harus kita hadapi. Sekjen Kemenristekdikbud memperingatkan sebuah bahaya besar, yaitu learning loss. Apa itu? Disampaikan lebih lanjut, learning loss adalah kehilangan pembelajaran, dan ini cukup fatal yaitu mencapai 3-12 bulan, yaitu dalam periode dua tahun terakhir ketika pandemi.
Memang di tengah suasana pandemi, pemerintah berkomitmen tetap menyelenggarakan pendidikan. Bahkan pernah pemerintah memberikan subsidi paket pulsa kepada siswa dan guru supaya proses penyelenggaraan pendidikan tidak terkendala. Namun faktanya tidak semudah itu.
Learning loss dalam pengertiannya adalah sebuah permasalahan dalam bidang pendidikan dimana pembelajaran sudah sangat tertinggal dari target tahunan yang sudah ditetapkan. Seperti halnya di setiap sekolah, ada kebijakan dimana guru memiliki kewenangan memilih sendiri bahan pelajaran dalam satu semester. Seharusnya pembelajaran setiap semester memiliki urutannya sendiri. Tetapi fakta menunjukkan bahwa dalam keadaan darurat ini, guru diberikan kewenangan untuk memilih materi dalam pembelajarannya dilihat dari tingkat yang paling penting untuk dipelajari bagi siswa. Bahkan beberapa pelajaran yang sangat penting pun harus dilewati karena tidak mungkin dilaksanakan secara daring, andaikan pun menggunakan cara itu.
Memang harus diakui bahwa peserta didik terlalu sulit untuk mengimbangi pembelajaran yang seharusnya dengan pembelajaran tatap muka. Dalam pembelajaran daring, siswa dipaksa untuk memahami setiap bab atau setiap materi yang diberikan oleh guru, umumnya secara mandiri. Padahal dengan tatap muka, kesulitan memahami pelajaran dapat diatasi dengan kehadiran guru bahkan rekannya belajar. Akibatnya, pembelajaran daring justru membuat siswa tidak dapat memahami dengan maksimal setiap pembelajaran yang ada. Pelajaran terlaksana tetapi tanpa konsep yang integratif.
Memang faktor lain memberikan kontribusi pada peristiwa learning loss ini. Masalah jaringan, masalah perangkat yang digunakan, dan masalah tempat. Ketiga faktor masalah tersebut sangat mempengaruhi kualitas seorang siswa dalam memahami pembelajaran yang ada. Itupun berhubungan pula dengan masalah lain, yaitu bahwa tenaga pendidik pun mengalami hal yang sama dalam mengajar.
Masalah jaringan membuat kesulitan untuk mengajar siswa, masalah perangkat yang tidak memadai membuat guru juga kewalahan dalam mengajar siswa, dan tempat tenaga pendidik mengajar juga menjadi suatu masalah dalam mengajar siswa. Jadi baik siswa maupun guru, kehilangan kesempatan untuk mewujudkan tujuan pendidikan yang telah dijelaskan di awal tadi.
Pemerintah selama ini memang mengupayakan sekolah untuk melakukan pembelajaran tatap muka (PTM) sebagai sarana agar siswa dapat kembali kepada pembelajaran semula di sekolah. Namun nyatanya hanya tempat yang menyatakan pembelajaran kembali seperti semula, bukan pembelajaran dalam kelas itu. Dengan kata lain, materi terus berjalan sementara siswa kesulitan memahami pembelajaran. Inilah prinsip learning loss itu. Belajar tetapi tanpa pembelajaran.
Kini kondisi mulai berjalan normal. Tetapi sebagaimana diingatkan oleh Sekjen Kemenristekdikbud tadi, ada sebuah persoalan besar, berupa gap. Bagaimana mengisinya? Bagaimana menjalankan sebuah pembelajaran yang juga belum sempurna, sementara bagian-bagian pendidikan yang tertinggal selama ini pun harus dikejar.
Inilah tantangan dunia pendidikan kita saat ini. Pemulihan pasca pandemi-harapannya seperti itu-tidak semudah membalik telapak tangan.
====
Penulis Siswa SMA Methodist 5 Medan.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]