Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
BARANGKALI sudah berbagai data dan fakta ditemukan, atau berbagai cara menakwilkan kemiskinan. Namun, takaran itu begitu jauh dari kesempurnaan. Jalan untuk keluar dari kemiskinan itu mustahil ditapaki mayoritas orang. Apakah bisa Indonesia makmur, jika kemiskinan tidak dimusnahkan?
Berbicara masalah kemiskinan di Indonesia tentu akan menimbulkan diskusi hangat dan hampir tidak berkesudahan. Sebab kebanyakan orang sudah terlalu lama akrab dengan hal ini. Banyak orang yang begitu ngeri dan tak mau membayangkan saat ditimpa kemiskinan, yang lainnya sudah mulai berlari sejauh mungkin agar terhindar dari kemiskinan. Lalu apakah kita akan hanya berdiam diri dan pasrah menerima kenyataan ini? Tidak, kita juga harus menjauh dari kemiskinan tersebut, dengan cara kita sendiri.
Tampaknya kemiskinan di Indonesia tidak perlu pendefinisian, siapa yang tidak mengenali orang miskin yang selalu bermunculan di layar TV nasional. Sudah tidak asing lagi bagi kita orang-orang yang tinggal di rumah sempit dan tidak layak huni, terbuat dari bambu, rumbia atau kayu yang berkualiatas rendah hingga rumah tembok tanpa diplester. Rumah tangga yang tidak dapat menggunakan listrik, air bersih. Ditambah lagi berapa banyak kita temukan orang yang putus sekolah, tak mampu berobat kerumah sakit karena tidak mempunyai biaya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik yang dirilis pada 17 Januari 2022, hasil persentase penduduk miskin di Indonesia pada September 2021 sebesar 9,71 persen, setidaknya menurun sebesar 0,43 persen terhadap Maret 2021. Sedangkan menurun 0,48 persen terhadap September 2020.
Kemudian untuk jumlah total penduduk miskin di indonesia pada September 2021 berada pada angka 26,50 juta orang, dan menurun sebesar 1,04 juta orang terhadap Maret 2021. Sedangkan menurun sebesar 1,05 juta orang terhadap september 2020.
Statististik dipublikasikan dan dipublikasikan ulang. Namun, kemiskinan ini tak kunjung terselesaikan. Dengan menurunnya angka kemiskinan berdasarkan laporan terakhir Badan Pusat Statistik, bukan berarti membuka harapan besar Indonesia untuk menyelesaikan persoalan kemiskinan ini. Sebab berdasarkan data dari 2012-2021, kemiskinan di Indonesia hanya mengalami naik turun, hal ini membuktikan menyelesaikan persoalan kemiskinan ini, bukanlah hal yang mudah.
Jika seandainya persoalan kemiskinan ini tidak terselesaikan, maka persoalan-persoalan baru pasti akan datang menghampiri Indonesia. Setidaknya seperti yang sudah terjadi beberapa tahun terakhir ini, pendidikan di Indonesia semakin buruk karena banyak kasus putus sekolah. Hingga munculnya berbagai masalah kesehatan masyarakat, menurunnya kualitas generasi penerus, ditambah lagi maraknya tindakan kriminalitas.
Kenapa Bisa Terjadi?
Hemat saya, kemiskinan yang terjadi di Indonesia setidaknya dilatar belakangi oleh beberapa hal. Pertama, adanya ketimpangan sosial di Indonesia, merupakan ketidakadilan dalam status atau kedudukan oleh masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari tidak adanya perbaikan dan pemerataan kualitas pendidikan di daerah terpencil, kurangnya fasilitas kursus dan pelatihan untuk mendapat pekerjaan, kurangnya fasilitas kesehatan di beberapa daerah di Indonesia, Hingga beberapa daerah belum terjamah pembangunan.
Kedua, kebijakan pemerintah yang tidak tepat. Ada anggapan kebanyakan daerah akan keluar dari persoalan kemiskinan, jika daerah itu meniru jalan daerah yang lebih maju, atau mengadobsi pola daerah maju. Hal ini yang mendasari kebijakan pemerintah disamaratakan terhadap seluruh daerah.
Saya tidak sepakat itu. Kenyataan ini memang mengejutkan, mengingat kondisi orang miskin senantiasa menjadi perhatian khusus, bagi pembuat kebijakan.
Namun, setiap kebijakan haruslah disesuaikan dengan kondisi serta kebutuhan masyarakat tertentu, dan masyarakat mau menerima kebijakan tersebut. Contohnya, telah keluar sebuah kebijakan pemerintah untuk membuat sebuah objek wisata di daerah tertentu. Namun, ada sebagian masyarakat yang menolak kebijakan tersebut. Terkadang mereka dianggap terbelakang atau primitif.
Masyarakat yang melakukan penolakan hebat tersebut sebetulnya tidak memiliki alasan lain. Kecuali karena mereka bergantung secara langsung, pada basis lingkungan mereka. Barangkali mereka mungkin memang miskin, namun tidak pernah merusak lingkungan tempat tinggal mereka sendiri.
Pembangunan merupakan jalan masyarakat dari masyarakat pertama ke masyarakat kedua (masyarakat makmur). Namun, dalam menjalankan sebuah kebijakan tentu harus memperhatikan keefisienan.
Bagaimana solusinya?
Penanggulangan kemiskinan seharusnya bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi menjadi tanggung jawab bersama. Bersifat lintas sektoral dan lintas pemangku kepentingan, termasuk di dalamnya kalangan swasta, kalangan organisasi, kalangan akademisi, kalangan politisi dan masyarakat. Sinergi dan koordinasi ialah solusi sekaligus kata kunci, dalam penanggulangan persoalan kemiskinan di Indonesia.
Adanya sinergi dan koordinasi antar kalangan, sehingga timbullah sebuah visi yang sama, pola pikir hingga pola tindak yang sama. Dengan bersinergi dan saling berkoordinasi, maka akan tercapai berbagai sasaran penanggulangan kemiskinan tersebut. Koordinasi pemerintah pusat, dengan adanya sinergi dan koordinasi presiden bersama menteri-menteri, misalkan koordinasi beberapa menteri. Menteri keuangan, menteri pendidikan, menteri kelautan dan perikanan dan lain sebagainya.
Selanjutnya, tentu akan mencuat sebuah wacana penanggulangan sesuai disiplin kerjanya masing-masing. Hingga harapannya, terselesaikan masalah kemiskinan dalam bidang pendidikan, seperti beasiswa penuh. Sedangkan dalam bidang kelautan, seperti membangun kampung nelayan. Selanjutnya untuk bidang menteri keuangan, seperti bantuan langsung tunai (BLT) harus lebih tepat sasaran lagi, atau sesuai penerimanya dengan kualitas ekonominya.
Terakhir, sinergi dan berkoordinasi pemerintahan pusat dengan pemerintahan daerah. Nah, ini merupakan hal terpenting yang harus dilakukan, sebab seharusnya pemerintahan daerahlah, yang lebih tahu apa yang dibutuhkan oleh daerah dan masyarakatnya.
Baik itu dari segi pendidikan, pembangunan, pertanian, perkebunan, pantai hingga berbagai hal lainnya. Pemerintahan pusat boleh saja merancang sebuah wacana penanggulangan kemiskinan, untuk daerah-daerah. Namun, pemerintah daerah boleh saja menolak, sesuai kebutuhan daerah dan masyarakatnya.
Akan tetapi, alangkah lebih baiknya wacana penanggulangan kemiskinan tersebut, di munculkan oleh pemerintahan daerah. Kemudian, barulah bersinergi dan berkoordinasi dengan pemerintahan pusat. Sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya, pemerintahan daerahlah yang lebih tahu seluk-beluk masyarakat dan daerahnya.
Singkatnya, sebetulnya kebutuhan setiap daerah dan masyarakat itu berbeda. Akhirnya, bermuaralah koordinasi tersebut di kalangan masyarakat, dan bersinergi menjalankan wacana penanggulangan kemiskinan, atau kebijakan tersebut, hingga berjalan seefisien mungkin.
Sebagai penutup, dengan adanya koordinasi di lintas pemangku kepentingan, saya berharap persoalan kemiskinan di Indonesia yang sudah mengakar ini, segera terselesaikan. Tidak ada lagi yang namanya ketimpangan sosial, tidak ada lagi kebijakan yang kurang tepat dan tidak efisien, dalam menyelesaikan masalah ini. Seharusnya dengan telah terbentuknya sinergi dan koordinasi yang baik, maka daerah-daerah miskin di Indonesia akan keluar dari kemiskinan, dengan caranya masing-masing.
Akhirnya, saya berharap dengan jangka 2022-2029 mendatang, takaran kemiskinan kian merosot tajam, tidak ada lagi statistik yang dipublikasikan itu naik turun. Hingga harapan besar saya ialah, di tahun 2030 Indonesia telah berada di 0 persen kemiskinan. Indonesia bisa dikatakan makmur, jika kemiskinan sudah dimusnahkan. Semoga.
====
Penulis Kader Ikatan Cendikiawan Muda Ahsanul Husna, tinggal di Padang, Sumatra Barat.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]