Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
KEMENTERIAN Keuangan (Kemenkeu) pada akhir Mei 2022 melaporkan jika Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Indonesia) mengalami surplus sebesar Rp 103,1 triliun hingga April 2022. Postur APBN hingga April dalam kondisi surplus sangat besar, baik keseimbangan primer maupun total balance-nya, surplus APBN mencapai 0,58% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Meski ada surplus, pandangan masyarakat terhadap kondisi ekonomi nasional umumnya masih negatif (Kemenkeu RI, 2022).
Masih belum stabilnya postur ekonomi nasional jelas menjadi tantangan bersama, karena jangan sampai tekanan ini menganggu kinerja ekonomi secara keseluruhan. Berkaca pada catatan ekonomi nasional sejak Desember 2021 sampai Februari 2022, tercatat ada peningkatan persepsi negatif, diikuti dengan sedikit penurunan selama tiga bulan terakhir. Meskipun secara keseluruhan masyarakat yang menilai ekonomi negatif masih lebih banyak daripada yang menilai ekonominya positif, tapi trennya baik. Indikasi jelas menunjukkan jika kestabilan ekonomi menjadi nilai target ekonomi yang harus diprioritaskan.
Dalam antisipasi terjadinya goncangan ekonomi nasional, pemerintah sebenarnya telah menetapkan asumsi makro ekonomi untuk pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara atau APBN 2023. Sejumlah asumsi pun juga ikut berubah karena terpengaruh atas perkembangan ekonomi global dan geopolitik.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bahkan menyampaikan asumsi makro ekonomi APBN 2023 dalam Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) dengan agenda penyampaian pemerintah terhadap Kerangka Ekonomi Makro (KEM) dan pokok – pokok kebijakan Fiskal (PPKF) RAPBN Tahun Anggaran 2023.
Meski memiliki potensi tumbuh secara stabil, tapi sejumlah resiko turut membayangi peluang itu. Sejumlah asumsi makro ekonomi pun mengalami perubahan dari posisi tahun ini. Karena itulah dengan mempertimbangkan berbagai resiko dan segala macam potensi pemulihan ekonomi pemerintah mengusulkan adanya kebijakan kisaran indikator ekonomi makro yang digunakan sebagai asumsi dasar dalam penyusunan RAPBN 2023. Pada program perumbuhan ekonomi 5,3 persen sampai pada 5,9 persen.
Dalam mengantisipasi penurunan pertumbuhan ekonomi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun telah meminta kepada semua Kementerian / Lembaga dan seluruh Pemerintah Daerah (Pemda) supaya meningkatkan penggunaan produk lokal sehingga ikut mendorong naiknya pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja.
Tekanan Makro
Hingga saat ini dunia masih menghadapi situasi dengan ketidakpastian dan terus berupaya memulihkan ekonomi. Apa yang telah disampaikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) tentang pentingnya memacu pertumbuhan ekonomi dengan tidak menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), dan anggaran Badan Usaha Milik Negara untuk membeli barang impor secara taktis memang akan memberi dampak yang berarti bagi kestabilan pertumbuhan ekonomi. Apalagi ekspansi manufaktur global masih berlanjut maka dorongan untuk menata ekonomi produk lokal secara efektif jelas menjadi target realistis yang harus dilakukan.
Tak dapat dipungkiri jika inflasi global dampak dari konflik geopolitik mendorong normalisasi kebijakan moneter negara maju. Hal ini menimbulkan volatilitas dan tekanan di pasar keuangan global serta memberikan downside risk terhadap prospek perekonomian global. IMF menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun 2022 dari yang sebelumnya 4,4 persen (yoy) menjadi 3,6 persen (yoy).
BACA JUGA: Masalah Inflasi di Tengah Kenaikan Suku Bunga Global
Di tengah harga komoditi global yang masih mengalami peningkatan dan memberi tekanan inflasi domestik di berbagai negara, termasuk Indonesia. Pemerintah memang harus tetap mewaspadai perkembangan eskalasi risiko global saat ini terutama tekanan terhadap inflasi.
Di sisi lain, akselerasi vaksinasi menjadi instrumen utama untuk transisi dari pandemi menuju ke endemi. Terkendalinya pandemi semakin mendukung peningkatan mobilitas dan perekonomian secara nasional. Peran APBN sebagai sektor penggerak ekonomi nasional harus menjadi instrumen luar biasa penting, di dalam mengelola seluruh perekonomian kita, baik dalam situasi pandemi, walau mulai bisa dikelola dengan baik, maupun instrumen untuk mendukung pemulihan ekonomi yang menghadapi tantangan baru.
Meskipun ditengah kondisi pandemi yang belum usai, tapi peningkatan nilai indeks manufaktur Indonesia diharapkan dapat memberi dampak realistic bagi pemulihan ekonomi secara nasional. Berdasarkan catatan Kemenkeu RI, indeks manufaktur Indonesia sejak April 2022 semakin menguat dan daya konsumsi mulai terus pulih. Laju ekspansi manufaktur Indonesia terus menguat ke 51,9 seiring kondisi ekonomi domestik yang membaik jika dibandingkan Maret angka 51,3.
Peningkatan aktivitas ekonomi domestik terkonfirmasi dengan konsumsi listrik yang tumbuh tinggi untuk sektor rumah tangga serta industri dan bisnis yang tumbuh double digit.Hal ini menunjukkan jika gerak ekonomi lokal sudah mulai berdenyut secara perlahan.
Dari sisi domestik, tren harga komoditas, aktivitas ekspor-impor dan mulai pulihnya konsumsi rumah tangga serta membaiknya pandemi telah berpengaruh positif bagi kinerja APBN di bulan April. Pendapatan negara tumbuh sangat baik didukung semua komponen pendapatan yang tumbuh tinggi sejak awal tahun. Optimalisasi kas melalui belanja negara dan investasi terus ditingkatkan untuk mendorong pemulihan ekonomi dan menjaga daya beli masyarakat di tengah kelesuan.
Kebijakan Produktif
Pemerintah memang dituntut cepat dalam menyiapkan skema kebijakan produktif demi menjaga ekonomi nasional dari ancaman inflasi tak luput dari koreksi Internasional Monetary Fund (IMF) terhadap angka proyeksi pertumbuhan ekonomi global pada 2022 yang diturunkan dari 4,4% menjadi 3,6% dengan inflasi yang diperkirakan meningkat dari 3,9% menjadi 5,7% kelompok negara maju dan dari 5,9% menjadi 8,7% untuk kelompok negara berkembang. Di Indonesia, tingkat inflasi per April 2022 tercatat 0,95% terhadap Maret (mtm), tertinggi sejak Januari 2019. Apabila dihitung tahunan, inflasi mencapai 3,47%. Nilai ini lebih tinggi bila dibandingkan inflasi pada bulan sebelumnya yang sebesar 2,64% (yoy). Meski demikian tingkat inflasi Indonesia masih sesuai dengan sasarannya.
Peningkatan suku bunga masih diyakini akan mampu menjadi formula efektif untuk menurunkan tingginya inflasi. Para ekonom meyakini ketika suku bunga naik, permintaan terhadap pinjaman akan menurun karena masyarakat lebih memilih untuk menabung dengan harapan tingkat pengembalian dari tabungan lebih tinggi. Hal itu selanjutnya akan berimbas pada lebih sedikitnya jumlah uang yang dibelanjakan sehingga terjadi perlambatan perekonomian dan inflasi mengalami penurunan.
Meskipun peningkatan suku bunga dapat memberi dampak yang stimultan bagi pertumbuhan ekonomi. Tapi penerapan kebijakan ini membawa dilema yang tak mudah dihadapi. Inisiatif menaikkan tingkat suku bunga mutlak dapat mengganggu proses kinerja pemulihan ekonomi.
Karena selama masa pemulihan ekonomi, Bank Indonesia (BI) telah mempertahankan suku bunga rendah dan longgarnya likuiditas demi mendorong laju pertumbuhan ekonomi. Pada kondisi ini, prinsip kehati-hatian menjadi sangat diperlukan demi menentukan langkah kebijakan dalam menaikkan tingkat suku bunga.
Apalagi perkembangan perbankan saat ini masih terkendala perkembangan sektor riil yang masih tumbuh rendah. Bank Indonesia mencatat bahwa pertumbuhan kredit per Desember 2021 baru pada angka 4,9% (yoy). Oleh sebab itu jika tingkat bunga harus meningkat untuk meredam tekanan inflasi, peran APBN semakin besar dan penting untuk menggerakkan sektor riil. Stabilisasi Ekonomi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah kunci dari peredam inflasi (shock absorber).
Disinilah peran penting APBN untuk menurunkan tensi kenaikan harga berbagai komoditas yang dipicu ketidakpastian perekonomian global. Efektivitas dari postur anggaran belanja yang dikeluarkan pemerintah melalui bantuan sosial merupakan salah satu formula belanja yang diharapkan dapat menopang daya beli masyarakat selama terjadi ancaman inflasi.
Selain itu, optimalisasi program subsidi dan perlindungan sosial dari APBN akan terus diberikan seperti halnya Program Keluarga Harapan (PKH),bantuan sembako, Kartu Prakerja, Bantuan Langsung Tunai (BLT) Desa, Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), serta program subsidi bunga bagi masyarakat untuk meningkatkan usahanya (UMKM) dengan pendanaan murah melalui program Kredit Umi (Kredit Ultramikro) dan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Melalui berbagai upaya dan juga desain kebijakan rasional maka bukan tak mungkin jika pertumbuhan ekonomi dan tumbuh secara stabil dan berkesinambungan.
====
Penulis Eksekutif Peneliti Jaringan Studi Indonesia.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]